Aku!" jawab Sakti yang seketika mengejutkan Mike.
"What?" Mike mengerling. Ia tersenyum sinis tak percaya mendengar perkataan konyol sahabatnya itu.
"Hahahahhahha," tawa Mike seakan pecah begitu saja.
"Kenapa tertawa?" tanya Sakti.
"Kalo ingin mengerjaiku, please jangan sekarang! Hari ini, aku sangat pusing memikirkan wanita gila itu," tutur Mike mencoba meluapkan amarah, kesal yang tertahan di dada sejak kemarin."Wanita itu benar-benar gila. Bisa-bisanya dia selingkuh dengan lelaki lain, padahal selama ini aku selalu menurutinya, memperlakukannya seperti ratu. Tapi apa? Dia tega mengkhianati kesetiaanku!"
Sakti menghela nafas panjang. Jemari tangannya menyatu seraya menatap wajah melas mike yang duduk di hadapannya. Keningnya mengernyit mendengar curahan hati Mike yang terbilang sangat panjang.
"Pokoknya, kalo kamu cari wanita harus lihat bibit, bobot dan bebetnya. Jangan asal-asalan! Bener-bener tak bisa di maafkan!" gerutu Mike mendesah sebal.
"Sudah bicaranya?" tanya Sakti menopangkan kedua tangan di dada.
Mike menganggukkan kepala. Tegakkan salivanya mengalir dengan paksa melihat ekspresi Sakti yang sangat serius menatap dirinya.
"Laksanakan saja perintahku! Jika kamu tak mau mengurus itu semua, aku tunggu surat pengunduran diri kamu," kata Sakti yang lagi-lagi mengejutkan Mike.
Mike tercengang. Tegakkan salivanya mengalir dengan paksa kembali, seakan tak percaya dengan apa yang terlontar dari mulut sahabatnya itu.
Sebuah perkataan yang bisa membuatnya kehilangan pundi-pundi uang yang selalu memenuhi kebutuhan hidupnya selama ini.
"Jangan begitu! Masa' kamu tega sama sahabat kamu sendiri. Ok! Aku akan melakukan apapun perintah kamu. Tapi, katakan! Dengan siapa kamu menikah?" tanya Mike seraya menaikkan alisnya yang tebal. Terlihat sangat penasaran dengan siapa wanita yang telah menaklukkan hati keras sahabatnya itu.
"Kamu mengenalnya," jawab Sakti yang membuat senyum Mike memudar secara perlahan.
****
Di rumah, langkah Sakti terhenti saat melihat Rania duduk di teras rumahnya. Terdiam dan terlihat sedang memikirkan sesuatu yang sangat serius.
Kenapa dia ke sini? Bukankah aku menyuruhnya untuk tetap di rumah?
Sakti melangkah kembali menghampiri wanita yang sebentar lagi akan menjadi istrinya itu.
Aku harus memastikan apa yang terjadi sebenarnya. Yah, aku tak bisa menikah dengan orang yang tidak aku cintai. Apalagi pak Sakti yang menyebalkan itu! kata Rania mengernyit menatap dua sepasang sepatu yang berdiri di hadapannya. Ia mendongak secara perlahan, melihat dari bawah ke atas.
Glek
Tegakkan salivanya mengalir dengan paksa. Sepasang pupil hitamnya seakan tak mampu berpaling saat berhadapan dengan atasannya itu. Wajahnya yang tampan, alis tebalnya yang bertaut, membuat Rania tak berkutik dan tak mampu berkata-kata.
Kenapa pak Sakti terlihat sangat tampan? batin Rania bertanya.
Jentikan tangan Sakti membuyarkan lamunannya.
"Apa yang kamu pikirkan? Bukankah saya sudah bilang untuk berdiam di rumah sebelum pernikahan kita berlangsung?" tanya Sakti.
Rania mendongak. Bibirnya merapat saat mendengar kata pernikahan keluar dari mulut atasannya itu. Terdengar begitu enteng dan tanpa beban sedikitpun dari bibir sexy Sakti Argantara.
"Pak, bapak yakin mau menikah dengan saya?" tanya Rania hati-hati.
Sakti menghela nafas panjang. Jemari tangannya dengan cepat memencet kata sandi untuk membuka pintu rumahnya itu.
"Apa yang membuatmu datang kemari?" tanya Sakti mengalihkan pembicaraan.
Rania memanyunkan bibirnya. Ia mendesah sebal dengan jawaban atasannya itu. Sama sekali tak nyambung dengan pertanyaan yang ia berikan.
Aku tanya apa jawabnya apa? keluh batin Rania melangkah masuk mengikuti Sakti.
"Bapak jawab dulu pertanyaan saya, apa bapak yakin mau menikah dengan saya?" ulang Rania.
Sakti menghela nafas panjang. Ia mulai duduk seraya menyilangkan kedua kakinya. Ia mendongak menatap Rania yang berdiri, menanti sebuah jawaban yang seharusnya tak perlu untuk di pertanyakan.
"Semua sudah terjadi. Yakin atau tidak yakin saya akan tetap menikahimu!" jawab Sakti yang membuat Rania terdiam.
Semua sudah terjadi? Apa iya kami melakukannya? batin Rania merapatkan bibirnya. Ia melirik Sakti yang begitu sibuk dengan ponsel yang di pegang. Tapi, masa' iya aku harus bertanya tentang itu?
"Ini sudah malam. Pulanglah! Saya tak mau melihat wajah kamu jelek saat saya berucap janji suci di depan penghulu!" tegas Sakti.
"Ehm, jika bapak tak yakin, bapak bisa membatalkan rencana pernikahan kita. Lagian, kita juga tak melakukan apa-apa. Jadi, bapak tak harus memaksakan diri untuk menikah dengan saya," ujar Rania yang seketika mengejutkan Sakti.
Sakti mendongak. Spontan, ia melempar ponsel miliknya tepat di atas meja.
Rania terkejut. Sudut matanya mengerling melihat Sakti yang terlihat marah dengan apa yang ia katakan.
"Membatalkannya? Kamu yakin dengan ucapan kamu itu?" tanya Sakti sinis.
Rania hanya mengangguk pelan. Bibirnya seakan terkunci rapat dan tak mampu berucap lagi.
"Rania Agatha, saya ini lelaki dan kamu perempuan. Sangat mudah bagi saya jika membatalkan pernikahan itu. Tapi, apa kamu tak berpikir jika kesalahan fatal ada di diri kamu? Setelah apa yang telah kita lakukan semalam bersama?"
Rania seakan tersudut. Tegakkan salivanya mengalir dengan paksa dan terasa sangat pahit mendengar ketegasan Sakti.
"Apa iya kita melakukannya, Pak?" tanya Rania penasaran.
Sakti menghela nafas panjang. Ia mulai berdiri melangkah menghampiri Rania yang menunggu jawaban darinya.
Rania mengerling. Langkah kakinya melangkah mundur saat Sakti terus mendekati dirinya.
Deg
Jantung Rania berdebar. Tubuhnya terhenti tepat di dinding almari yang berdiri kokoh di ruang tamu. Lentik indah bulu matanya tak berhenti mengerjap. Wajah tampan Sakti semakin mendekat dan mendekat.
"Apa yang bapak lakukan?" Rania berpaling dan terkejut saat lengan Sakti terlentang tepat di wajahnya. Aroma parfum yang keluar dari lengan baju Sakti membuat Rania terhipnotis seketika.
Aroma ini? tanya Rania memejamkan kedua matanya.
Sesaat bayangan semalam mulai terlintas dalam ingatannya. Terlihat sangat jelas jika ia telah agresif mencium bibir atasannya itu.
Oh My God! Lamunan Rania buyar. Ia menoleh dan terbelalak kaget melihat bibir Sakti yang merah tanpa lipstik berada tepat di depannya. Begitu sexy dan menggairahkan.
"Apa kamu sama sekali tak mengingatnya atau pura-pura tak mengingatnya?" tanya Sakti yang membuat jantung Rania berdebar kencang.
"Sa-ya sa-ya tak mengingat!" jawab Rania gugup. Bibirnya merapat dan tak mampu menatap wajah tampan atasannya itu.
"Apa perlu kita mengulanginya lagi supaya kamu mengingatnya dengan jelas?" Pertanyaan Sakti yang membuat Rania terkejut setengah mati.
"Tidak! Rania spontan mendorong tubuh Sakti dengan kuat."Jika bapak bersikeras menikahi saya, ya sudah!"
Rania pergi begitu saja. Tanpa pamit ataupun memandang dirinya.
"Bodoh! Bagaimana mungkin dia menyuruhku untuk membatalkan pernikahan begitu saja. Apa dia tak berpikir dia dan keluarganya akan malu jika aku membatalkannya?" Satria menyeringai menatap Rania yang mulai menghilang dari hadapannya.
Di taksi, Rania benar-benar tak percaya dengan apa yang terjadi. Jemari tangannya perlahan mulai memegang bibirnya yang mungil yang sama sekali belum terjamah oleh siapapun.
Ya Tuhan, aku benar-benar melakukannya! Rania menggigit bibirnya. Ingatannya kembali dan sangat terasa jelas lumatan bibir Sakti kepadanya.
"Tidak!"
Clara terkejut. Lentik indah bulu matanya tak berhenti mengerjap saat suara Kevin terdengar olehnya. Ia menoleh. Dan TUARRTamparan keras melesat tepat di pipi kanannya."Dasar wanita sialan!" ketus ibu Mega yang terlihat marah dengan Clara.Kevin dan Mike tercengang di buatnya."Kakak!" ucap Clara seraya memegang pipi kanannya. Sungguh, terasa sangat sakit dan membekas tamparaan keras tersebut."Kakak?" tanya Mike mengerutkan keningnya. Ia seakan tak percaya jika ibu Mega adalah kakak kandungnya Clara."Bagaimana bisa kamu melakukan semua ini? Kamu tau? Rumah ini adalah kenangan kita bersama ayah dan ibu. Dan bisa-bisanya kamu menjual tanpa ijin terlebih dulu padaku. Apa kamu sudah tak menganggap kakak lagi!" ketus ibu mega meluapkan rasa amarah yang tertahan. Clara terdiam. Bibirnya bergetar mengimbangi rasa sakit hati yang masih membekas di hati."Maafkan aku, Kak. Aku terpaksa menjualnya. Aku tak mau aku berhutang budi dengan lelaki yang sudah menjadi milik orang lain. Sudah cu
"Sebentar lagi, sebentar lagi kehidupanmu akan berubah, Rania Agatha! Dan aku pastikan mereka tak akan mau dengan wanita sepertimu!" ucap Clara begitu senang bukan main.Rania terdiam. Sungguh, ia sangat bingung akan perkataan yang terlontar dari mulut Clara. Tegakan salivanya mengalir dengan paksa. Terasa sangat kering dan sakit. "Bersiaplah!" gegas Clara mulai pergi meninggalkan rania seorang diri di kamar.Rania menghela nafas berat. Dua bola manik matanya tak berhenti menatap ke arah Clara yang mulai pergi meninggalkannya. Akan tetapi, Rania mengerling saat Clara berjabat tangan dengan lelaki paruh baya yang terlihat begitu menyeramkan."Aku tak bisa bayangkan, bagaimana ekspresi sakti setelah orang yang ia cintai telah di peristri oleh orang lain. Hah, sudah pasti dia akan menjadi gila!" Perkataan Clara seketika mengingatkan rania.'Kurang ajar! Bisa-bisanya dia ingin menjualku." Rania menggigit bibir bawahnya menahan rasa amarah yang tertahan saat melihat Clara tersenyum senang
"Kamu nggak usah ke sana! Biar aku yang mengurusnya!" ucap Mike."Jangan melarangku! Katakan! Di mana dan siapa yang membawa istriku pergi?" tegas Sakti meluapkan rasa amarahnya."Clara! Tadi clara menghubungiku dan dia tau di mana Rania berada," tutur Mike menjelaskan."Lalu, kamu percaya dengan kata-katanya?" tanya Sakti yang tak mendengar bantahan dari sahabatnya itu. "Yang aku butuhkan saat ini adalah informasi yang akurat dari plat nomor mobil yang aku kirimkan padamu itu. Cari sekarang!"Sakti segera mematikan ponselnya. Ia mendesah sebal saat Mike tak melakukan apa yang ia minta."Bagaimana bisa dia mengabaikan perintahku yang sangat penting ini?" keluh Sakti menegak salivanya dengan paksa. Untuk kali pertama, Mike tak secepat kilat seperti biasanya. Biasanya, di saat sakti selalu memberikan perintah, tak butuh waktu lama mike menyelesaikannya. Sangat berbeda dengan perintah kali ini. Padahal, perintah kali ini sangat berharga bagi Sakti. Bahkan melebihi nyawanya.Di kantor, M
Rania terjatuh tak sadarkan diri."Bawa dia masuk!" perintah seseorang yang membuat Rania pingsan karenanya.Sedangkan, Sakti bingung mencari keberadaan Rania yang tak ada di restoran.'Apa dia sudah pulang ke rumah?' batin Sakti bertanya. Dengan cepat, ia mengambil ponselnya dan segera menghubungi sopir yang sudah ia tugaskan untuk mengantar sang istri pergi."Halo, Pak! Di mana sekarang?" tanya Sakti memastikan.Sesaat, kedua bola matanya mengerling mengimbangi tegakan salivanya yang mengalir begitu saja. Bibirnya merapat seraya berpikir kemana sang istri pergi."Hubungi yang lain. Dan segera hubungi saya jika sudah menemukan ibu Rania!" Perintah Sakti menutup teleponnya.Alisnya bertaut. Kedua tangannya menopang di pinggang sembari mengamati tempat duduk yang memperlihatkan sesuatu yang tidak asing baginya.Dengan cepat, ia mulai melangkah. Dua bola matanya tak berhenti menatap ke arah pesanan yang sama persis dengan permintaannya pada Rania. "Minumannya masih utuh. Apa mungkin di
"Siapa wanita itu? Bisa-bisanya memanggil suamiku dengan sebutan 'Say'? Dan dia juga, kenapa dia berbicara terang-terangan menjawab pertanyaan wanita itu di depanku?"Bibir ranum rania memanyun. Rasa bahagia dan semangat yang membara perlahan mulai memudar saat rasa cemburu mulai menguasai dirinya."Setelah aku memberikan semua kepadanya, bisa-bisanya dia mempermainkan perasaanku? Hah," keluh Rania melempar dua baju yang ada di tangannya.Di kantor, Sakti berjalan menghampiri Bu Mega, manager keuangan yang usianya lebih tua darinya. Sakti sudah menganggap Bu Mega seperti ibunya sendiri. Tak heran jika mereka begitu akrab. Layaknya ibu dan anak."Semuanya sudah beres, ibu tinggal membenahi selisih keuangannya saja!" tunjuk Sakti ke arah laporan yang di pegang oleh bu Mega."Jadi, hari ini ibu harus lembur, dong?" tanya Ibu Mega memastikan."Heem. Bukankah ibu tak pernah salah dalam berhitung? Tapi, kenapa laporan ini banyak kesalahan?" cecar Sakti yang menatap wanita paruh baya yang du
Tak seharusnya kamu menyuruhku ke sini melihat keromantisan kalian!" Lirih mike dengan tatapan sinis.Sakti menyeringai. Ia tak habis pikir, Mike sudah datang membawa makanan yang ia pesan."Letakkan saja di meja dan kamu ...," kata Sakti terhenti."Masih belum kelar?" tanya Mike berjalan ke arah meja kerja Sakti yang masih sama seperti waktu ia pulang kerja. Laporan menumpuk dan tak ada kegiatan laptop untuk melakukan pekerjaan.'Hah! Pasti dia menyuruhku ke sini untuk lembur. Dan sudah pasti, dia akan beralasan mengantar pulang rania,' gumam batin Mike melirik sahabatnya yang masih sibuk dengan benda layar pipih yang menempel di telinga."Baik, Pak. Sebelum jam dua belas, saya akan mengirimkan file-nya!" Perkataan Sakti yang membuat Mike mendesah sebal dan sudah sangat bisa di tebak, dia akan lembur seorang diri.'Dasar sahabat laknat! Dia tak tau apa, seharian aku tak istirahat karenanya!' gerutu batin Mike membanting tubuhnya tepat di kursi putar milik sahabatnya itu."Pulanglah!