Share

Khawatir

- DG COMPANY -

David yang baru saja menyelesaikan meeting itu dengan beberapa kolega pentingnya itu pun terkejut ketika melihat notifikasi panggilan yang begitu banyak dari sekolah Liam dan juga sang mama. Ia pun segera membuka beberapa pesan yang dikirimkan oleh Anne.

• David kau dimana? Liam tidak sadarkan diri di sekolah dan dilarikan ke rumah sakit •

• Liam berada di rumah sakit terdekat dengan sekolahnya. Tolong datang jika kau tidak terlalu sibuk •

• Liam demam dan sedikit mengalami stress ringan karena akhir-akhir ini terlalu berpikir berlebihan, bisakah mama menyalahkanmu atas penyebab sakitnya Liam? •

• Putramu sakit, tolong pulang lebih awal. Mama sudah membawanya pulanh ke mansion •

• Jangan memarahi Liam, tapi dia berkata jika dia baru saja bertemu dan memeluk mommy sebelum tidak sadarkan diri. Mama pikir Liam bermimpi tapi sepertinya Liam hanya berhalusinasi. Mungkin dia terlalu merindukan sosok Luna •

David meremas kuat ponselnya setelah membaca pesan terakhir dari sang mama. Perasaan dan emosinya memang sangat sensitif jika sudah menyangkut paut dengan Luna.

"Tidak, Luna pasti sama halnya denganku. Dia pasti membenci anak itu karena telah membuatnya pergi jauh dariku." Desis David.

"Aku tidak peduli dia mau sakit atau tidak. Dia sama sekali tidak ada hubungannya denganku." tambah David yang kemudian meletakkan ponselnya dengan kasar.

*Tok...Tok...Tok*

"Masuk." 

Pintu ruang kerja itu terbuka dan munculah Sarah yang berjalan lenggok mendekati David dengan file yang berada dalam genggamannya.

"Ada apa?" Tanya David tanpa ekspresi. 

"Saya hanya ingin memberikan laporan hasil meeting tadi, Pak. Saya juga ingin memberitahu kalau jam 4 sore nanti ada meeting dengan perwakilan investor Singapura." Jelas Sarah seraya mencuri-curi pandang kearah David yang menyandarkan tubuhnya dikursi kerja.

"Letakkan saja dan keluarlah!" Perintah David.

"Baik Pak." Sarah pun meletakkan file hasil meeting diatas meja kerja David. "Apa Pak David butuh sesuatu untuk menghilangkan rasa lelah? Saya tau meeting tadi sangat melelahkan, bukan? Mau saya buatkan kopi, Pak?" Tawar Sarah.

"Tidak, keluarlah!" Suruh David melirik sinis Sarah.

"Apa Pak David yakin? Mau cemilan atau---"

"Keluar!" Tegas David yang membuat Sarah membungkuk hormat lalu berjalan keluar dari ruang kerja David.

***

- Mansion -

Liam benar-benar jauh lebih pendiam saat ini. Ia bahkan tak mau mengeluarkan suara sama sekali kecuali memanggil mommy. Bocah laki-laki itu masih memikirkan rasanya yang sangat nyata ketika ia memeluk sosok mommy yang biasa ia lihat hanya lewat video dokumentasi sejak ia didalam kandungan saja. Namun hari ini, ia melihatnya secara langsung. Bahkan suaranya pun terdengar persis seperti suara yang biasa Liam dengar ketika nonton video.

"Mommy..."

Liam sangat ingin kembali ke sekolah, namun Anne tak mengizinkan. Ia sedikit kesal dengan sang Oma karena tidak menuruti keinginannya yang ingin melihat mommy itu.

*Tok...Tok...Tok*

"Liam, Oma masuk ya?"

Liam pun segera membalikan tubuhnya ketika mendengar suara pintu kamarnya diketuk.

"Liam, buka kunci pintu kamarnya. Jangan dikunci seperti ini, ayo dibuka."

Liam menggelengkan kepalanya dan memilih memeluk guling kesayangannya.

"Liam, Oma sudah buatkan bubur ayam kesukaan Liam. Liam mau makan di kamar atau di meja makan? Oma suapin loh!"

Bocah laki-laki itu benar-benar masih kesal dengan sang Oma. Ia memilih menutup kedua telinganya dengan kedua tangan.

"Liam, Oma tidak akan masuk. Tapi tolong jangan dikunci seperti ini."

Liam memang selalu mengunci diri ketika ia sedang merasa kesal dan marah. Hanya Anne yang mengetahui kebiasaan ini karena David pun tidak mengenal putranya lebih baik. Tak bisa dipungkiri, kondisi Liam yang sedang sakit lalu pintu kamar yang sengaja dikunci dan jam makan siang yang sebentar lagi membuat Anne memijit pelipisnya. Ia terlalu khawatir saat ini.

"Ya sudah, Oma akan kembali 15 menit dari sekarang. Jadi nanti dibuka ya kunci kamarnya." Ujar Anne akhirnya

Anne mendekatkan telinganya ke pintu kamar Liam berharap bisa mendengar respon Liam. Ia menghela napas beratnya karena ternyata Liam tidak meresponnya sama sekali.

***

- TK INTERNASIONAL -

Miss Mia mengejar Miss Mila yang hendak menuju parkiran itu karena memang sudah waktunya pulang untuk para guru dan karyawan.

"Lala, tunggu!" Teriak Mia seraya sedikit berlari menghampiri Mila.

Ya, mereka memang memiliki nama panggilan khusus untuk keduanya yaitu Lala dan Yaya. Nama keduanya yang begitu mirip membuat mereka memilih membuat panggilan yang cukup jauh berbeda. Namun tentu itu hanya berlaku untuk mereka dan teman-teman terdekat saja.

"Kenapa? Mau pulang bersama?  Tunggu, kau bawa motor atau naik ojek?" Tanya Mila.

Mia pun menggelengkan kepalanya karena bukan itu tujuan ia menahan Mila, "Bukan itu, La." Jawaban Mia membuat Mila menaikkan sebelah alisnya.

"Ah itu, aku ingin bertanya tentang murid laki-lakiku yang tadi dibawa ke rumah sakit. Bagaimana keadaannya? Apa kata dokter? Dia demam biasa saja kan? Tidak ada sakit yang serius kan, La?" Cecar Mia yang memang sudah sangat penasaran. Ia bahkan selama mengajar selalu memikirkan bocah itu yang tak lain adalah Liam. 

"Liam maksudmu? Benar dugaanmu, dia demam mungkin kelelahan dan mengalami sedikit stress akibat tekanan dan pemikirannya yang berlebihan. Entah apa yang sedang Liam pikirkan akhir-akhir ini, namun memang aku perhatikan Liam jauh lebih pendiam dibandingkan sebelumnya." Jawab Mila.

"Apa dia di rawat di rumah sakit? Jika iya, siapa yang sedang berada disana untuk menjaganya? Oh iya, pasti mommynya sudah berada disana menemaninya kan?" Tanya Mia seakan ingin memastikan.

"Yaya, ibu kandung Liam tertulis sudah meninggal. Dia hanya memiliki seorang Daddy, namun aku belum pernah melihatnya datang ke sekolah ini untuk menghadiri rapat atau acara bersama orang tua karena yang datang selalu Omanya." Ungkap Mila.

Mia pun terdiam, entah kenapa hatinya mendadak iba memikirkan Liam yang sudah tidak memiliki ibu. Namun, pikirannya melayang mengingat Liam menatapnya begitu dalam dan penuh binar lalu memanggilnya dengan sebutan mommy.

"Liam pasti sangat merindukan mommy-nya. Hingga dia tidak sadar memanggilku mommy." Lirih Mia.

"Hah? Kau dipanggil mommy sama Liam?"

"Entahlah, sepertinya tidak dikhususkan untukku. Tapi panggilan mommy itu terdengar jelas sebelum dia tidak sadarkan diri. Mungkin sekelibat wajah ibunya terbayang dalam pikiran Liam saat itu."

"Bisa jadi dia sedang merindukan sosok mommy-nya."

Mia pun hanya menganggukkan kepalanya saja. "Kasihan Liam..."

Mila pun menepuk-nepuk bahu Mia, "Sudah tidak usah terlalu dipikirkan, Liam pasti baik-baik saja dan sudah terbiasa. Kau mau pulang bersama atau tidak?" Tanya Mila.

Mia pun menggelengkan kepalanya, "Aku naik ojek saja, lagipula rumahku lebih jauh dari rumahmu. Nanti malah merepotkan---"

"Sudah ayo aku antar pulang. Jangan lebay! Kau ini sahabatku, bodoh! Ayo cepat naik mobilku! Sudah lama juga kan kita tidak hangout bersama." Mia hanya pasrah ketika Mila menarik paksa dirinya untuk ikut bersama.

"Yak! Aku bukan kambing! Berhenti menarikku seperti ini, Lala!" Gerutu Mia namun Mila tetap menariknya secara paksa seraya tertawa. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status