Share

Mencoba Kabur

            Beberapa harir Eric tak ada dirumah. Dan beberapa hari pula Ghea merasa bebas karena sejak ia sadar, lelaki itu mengawasinya dengan ketat. Hidup di rumah mewah tanpa seorangpun yang bisa diajak bersenang-senang membuatnya sangat bosan. Ingin keluar sebantar saja, tetapi ia tak bisa. Gerbang dijaga ketat oleh anak buah Eric. Bahkan ada beberapa orang yang setiap 3 jam sekali berkeliling menyusuri luar rumah maupun dalam rumah. Semua itu membuat Ghea tak bisa berkutik. Karena mereka selalu ready lapor pada tuannya jika ada sesuatu yang aneh.

            Dan hal yang paling menyebalkan adalah ia tak diijinkan memiliki ponsel demi keamanan, katanya. Keamanan apanya? Ghea berdecih soal itu. Hari ini adalah hari ke sepuluhlelaki itu tak pulang karena ada kepentinga. Ghea ingin keluar hanya untuk refreshing ke mall atau kemanapun.

            “Ken…” panggilnya kepada salah satu anak buah Eric yang bertugas menjaganya. Ralat, mengawasinya.

            Pemilik nama yang awalnya menatap ruangan itu menoleh. “Iya, Nona?”

            “Aku ingin pergi keluar.” Kalimat bernada perintah itu sontak membuat pendengarnya itu agak terkejut. Mengapa ingin keluar? Padahal perintah tuannya sangat jelas tidak mengijinkan.

            “Nona, tuan tidak mengijinkan itu.,” jawab Ken dengan lembut.

            “Pokoknya aku ingin kamu antar aku ke mall. Katakana ke eric, aku bosan.”

            Ken menuruti Ghea untuk menghubungi Eric. Sebenarnya Ghea menyakini kalau jawaban ‘boleh’ itu hanya 1%. Hidup bersama lelaki itu beberapa minggu membuatnya memahami kalau lelaki itu tak suka dibantah. Tetapi, kebosanannya kali ini sungguh melewati batas.

            Tetapi ternyata jawaban Eric adalah ‘boleh’ dengan tambahan ‘harus dikawal Ken dan tidak membuat Ken kesulitan. Jadi yang seperti ini, Eric sedang ingin menjaganya atau menjaga Ken? Ghea merasa jengah dengan kelakuan Eric yang berlebihan.

-v-

            Sebenarnya Ghea bukan gadis yang suka beli barang-barang mahal. Bukan pula gadis yang suka uang. Ketika di mall saat inipun ia tak tahu mau beli apa. Karena melihat banyak barangpun membuatnya bingung. Tujuannya keluar saat ini bukanlah beli barang-barang mewah. Untuk apa beli, Eric sudah menyediakan semua barang mewah dan branded di kamarnya dengan sangat lengkap. Walaupun itu semua hanya menjadi pajangan disana.

            Tetapi tujuannya adalah pergi, kabur, menjauh dari Eric yang sebelum perginya slalu membuatnya kesal dengan aneh-aneh. Bahkan lelaki itu sering membentaknya. Apalah daya, hatinya rapuh. Sedikit bentakan membuatnya serasa tumbang. Keadaan baik-baik saja diantara dia dan Eric hanya dipermukaannya. Lelaki itu sangat pandai menyembunyikan kekerasannya dari orang lain.

            Satu ide tercetus di kepalanya. Ia tersenyum miring. Mungkin ini adalah ide konyol yang bisa saja ampuh dan berhasil. Ia sendiri merasa muntab karena Ken tak menjauh sedikitpun darinya, membuat dirinya menjadi pusat perhatian. Ken masih saja focus memperhatikannya dengan detail.

            Ghea masuk kesalah satu toko pakaian disana. Kemudian memilihkan satu set jas, kemeja  dan celana yang bagus. Sebetulnya ia hanya mengarang saja. Karena ia tak pandai menilai pakaian bagus atau tidak. Ia mengambil satu jas dan diukurkan di tubuh Ken.

            “Nona, apakah anda ingin membeli ini?” Tanya Ken.

            “Iya. Untuk Eric,” bohongnya sambil sibuk kembali memilih dan di ukurkan di badan Ken.

            “Nona, tubuh saya dengan tubuh Tuan Eric berbeda jauh,” ungkapnya.

            Ghea tak peduli. “Aku tahu. Tapi perawakan laki-laki tak jauh beda,” dalihnya. Ken tak bisa menjawab kata-katanya. “Kamu coba yang ini!”

            Ken melihat jas itu sekilas. “Sepertinya satu set ini kekecilan jika untuk Tuan Eric, Nona.”

            Ghea mendengus kesal. Kenapa lelaki yang menjaganya ini cerdas sekali. “Kamu coba ini! Kalau modelnya bagus, aku akan pesan ukuran yang lebih besar, ukuran Eric.”

            Ken mengangguk. “Nona jangan kemana-mana!” pintanya. Lelaki itu masuk ke ruang ganti.

            Bibir Ghea tersunging puas. Ia pun melangkah sedikit berlari menjauh dari toko itu. Bahkan dieskalator ia tak sabaran mengikuti lambt jalannya, ia tetap melangkah lebih cepat. Hingga akhirnya ia keluar dari mall itu. Untungnya ia tadi hanya di lantai 2. Jadi untuk keluar dari mall ini tak memakan waktu lama.

            Ghea merasa sangat bahagia dengan kebebasan yang dirainya sendiri. Tak menyangka, kaburnya kali ini sangat mulus. Tapi ia melupakan sesuatu. Eric tak memberikannya sepeserpun uang. Seluruh pembayaran di mall dan kemanapun selalu dibayarkan Ken itu. Ia merutuki dirinya yang kabur tanpa memikirkan uang.

            “Sepertinya kamu sedang dikejar seseorang ya?” Tanya seorang pemuda yang duduk di bangku pinggir jalan.

            Mata Ghea menelisik lelaki itu. Melihat dari senyumnya, lelaki itu lebih manusiawi daripada Eric. Ia mendekat dan duduk disampingnya. Ia menghembuskan nafas lelah. “Tidak punya uang, tidak punya tempat tinggal, dan tidak punya pekerjaan. Aku harus memulai kisah hidupku dari mana,” keluhnya.

            Lelaki disampingnya terkekeh. Gaya bahasa dan nada suara gadis itu unik ditelinganya. Walau bercerita seperti itu, lelaki 28 tahunan itu tak melihat ada sarat matre di mata gadis itu. Jadi, kemungkinan gadis itu benar-benar butuh bantuan.

            “Nama kamu siapa? Aku Dean.” Ia mengulurkan tangannya.

            “Ghea,” balasnya.

            “Nona…” Panggil Ken yang tiba-tiba muncul didekatnya. Ghea terkejut, begitu juga dengan lelaki itu.

            Sontak keberadaan Ken yang lumayan cepat dari dugaan Ghea itu membuatnya berdiri. Sedetik, dua detik ia memikirkan cara agar lelaki disampingnya menolong. Buntu. Dean berdiri disisi Ghea menatap Ken, entah dengan tatapan seperti apa itu.

            “Dean… tolong… dia hampir memperkosaku… tolong… aku baru saja kabur dari dia… dia menculikku sejak kemarin…” kata Ghea merajuk pada Dean seraya bergelayut ditangannya dengan wajah semelas mungkin.

            Lelaki itu terkejut, dan Ken gelagapan karena suara Ghea cukup keras dan membuat orang-orang yang lewat disana berhenti.

            “Nona, jangan seperti itu,” tegur Ken selembut mungkin.

            Tapi sayang sekali, wajah melas Ghea lebih meluluhkan semua orang yang memandang mereka. Beberapa berbisik dan bahkan mengucapkan kata serapan pada Ken. Daaan, Dean menggandeng Ghea pergi dari sana. Saat Ken akan menyusul, semua orang disana langsung menghalanginya demi menyelamatkan gadis bernama Ghea.

            Dean bukan tak tahu kalau gadis digenggamannya ini sebenarnya bohong masalah tadi. Tetapi kenapa? Apakah gadis ini ada hubungannya dengan Eric. Ia yang bergelut di dunia yang sama dengan eric jelas tahu siapa seseorang yang memanggil ‘Nona’ tadi. Apakah ‘nona’ yang ini adalah kekasih Eric? Bukankah ini menarik? Kenapa untuk sekian kalinya eric mendapat keberuntungan? Ghea yang secerdas ini sungguh dimiliki Eric?

-v-

            “Tuan, Nona kabur,” ucap anak buahnya dengan merunduk.

            Eric yang baru saja merenggangkan otot usai berjam-jam berkutat dengan berkas kasus, kini mendapat kabar yang sungguh menyulut emosinya. Terkejut, dan marah. Ia menatap Ken tajam melebihi sebilah pisau. Ia menyesal karena membiarkan gadis itu pergi ke mall dan meremehkan kemampuan berfikirnya.

            “BAGAIMANA BISA?” bentaknya menggelegar. Kemurkaan Eric tak pernah ada lawannya. Otaknya yang sedang ruwet memikirkan kelompoknya, kini ditambah kaburnya gadis itu yang mebuatnya sangat murka. Atmosfer panas memenuhi ruang tamu.

            Eric sangat murka. Lelaki itu menggebrak meja hingga pecah berkeping-keping dan tangan kekar itu meneteskan darah segar, tangannya terkepal diatas pahanya menahan amarahnya muncul semakin besar, rahangnya mengeras hingga urat pembuluh darahnya tercetak jelas dibalik kulitnya yang putih.

            “Saya dibohongi, tuan. Nona menyuruh saya mengganti pakaian di toko pakaian. Katanya jika modelnya cocok, nona akan membelikan tuan. Setelah itu nona kabur.” Ken tak berani menatap tuannya yang sedang mode sangat murka. Kilatan tajam muncul bak dewa kematian yang membuat semua orang tak berani berkata lebih panjang lagi.

            “BAGAIMANA BISA KAMU MENJADI SEBODOH ITU?” Eric menarik kerah baju Ken tak bisa mengendalikan amarahnya. Nafas lelaki itu tak beraturan karena saking emosinya mencapai ubun-ubun. Ia memberi bogem di wajah Ken dengan keras sampai hidung lelaki itu mengeluarkan darah. Kemudian memukulnya menendang perutnya dan bagian-bagian lainnya. “BODOH! BODOH!”

            “Stop, Ric!... Stop!” Fin menghentikan aksi brutal Eric. “Tidak ada gunanya kamu sebrutal ini.” Ia beralih pada anak buah lainnya. “Cari Ghea sampai dapat!” perintahnya.

            “Tuan..” Ken berusaha berdiri. “Nona bersama Tuan Dean,” ungkapnya dengan menahan perih disekujur tubuhnya.

            Kalimat itu semakin menambah kemarahan Eric. Ia terkejut, begitu pula Fin. Bagaimana bisa? Sedangkan Ghea sama sekali tak pernah mengenal lelaki itu. Ini bencana besar. Dean pasti menggunakan gadis itu sebagai umpan agar ia datang. Tetapi, Dean tak pernah tahu tentang ia punya kekasih. Apakah ini kebetulan?

           "Saat saya menemukan nona, nona mengarang cerita dan berteriak kalau saya akan menculiknya. jadi semua orang ditempat itu berbondong-bondong menjauhkan saya dari nona," imbuh Ken. Tangan Eric mengepal. Ia menyesal meremehkan Ghea. Sangat menyesal. Ia tak menyangka kecerdasan Ghea sampai dibatas itu.

            Eric menatap ponselnya. Ada yang Ghea tak tahu dari sesuatu yang selalu dipakainya. Ia sengaja mengenakan itu untuk keselamatannya. Sebuah denah dengan titik merah muncul dilayar ponselnya. Eric tak pernah kalah dalah hal apapun. Ia tersenyum misterius.

            “Ghea, tunggu saja…” tatapan tajamnya menghunus tanda bahaya. Bibirnya menyinggung senyum tipis

           

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status