Pagi berikutnya, Della seperti biasa bersiap untuk berangkat sekolah lebih pagi dari anak-anak lain. Gadis itu berjalan dengan cepat untuk pergi keluar, hanya untuk menemukan meja makan yang biasanya tidak pernah digunakan di pagi hari secara ajaib benar-benar diisi oleh anggota keluarganya saat ini. Della berusaha sekuat tenaga terlihat tenang ketika dia melihat kehadiran kakaknya ada di sana. Sang kakak yang biasanya menghabiskan seluruh waktu yang dia miliki untuk bergaul dengan anggota bandnya secara ajaib kembali ke rumah hari ini. "Pantas saja," bisik Della dalam hati. Di situasi biasa, keluarga tidak akan pernah repot makan bersama walaupun mereka memiliki waktu luang. "Della, sarapan."Tanpa meliriknya sedikit pun, ayahnya memanggil sambil terus memakan makanannya. Della dengan patuh menghampiri keluarganya. Gadis itu tersenyum pada semua orang, sebelum mengambil tempat duduk dan menunggu sampai seseorang menyiapkan sarapannya. "Della, jam berapa kamu kembali dari sekolah?"
"Dia datang.""Ah, aku benar-benar tidak percaya seseorang berani melakukan itu padanya.""Yang melakukan itu pasti Austin kan? Pria itu sudah benar-benar keterlaluan sekarang.""Apakah dia akan menangis ketika melihat keadaan lokernya?"Della mengerutkan alisnya saat dia secara tidak sengaja mendengar suara bisikan orang-orang yang ada di sekitarnya. Tidak seperti biasanya, suasana di sekitar sekolah memang sedikit aneh saat ini. Orang-orang yang menyapanya tersenyum dengan aneh, sementara yang lain menatapinya seperti dia adalah sejenis tontonan. Della berjalan semakin cepat untuk masuk ke dalam gedung sekolahnya. Namun langkahnya tiba-tiba berhenti, saat dia melihat kerumunan tidak biasa dari arah lokernya berada. Bukan hanya para siswa, bahkan Della bisa melihat beberapa guru ikut berkerumun di tempat itu. Dan ketika salah satu dari mereka melihat kedatangan Della, kerumunan itu tanpa diminta langsung menyingkir agar Della bisa melihat apa yang sebenarnya terjadi di sana. Della
"Austin ...."Austin menatap pamannya dengan wajah tenang ketika pria itu berbicara. Matanya terus memperhatikan saat pemilik sekaligus kepala sekolah itu melepas kacamatanya, sebelum menatapnya lagi dengan wajah lelah. "Paman tahu keadaan akhir-akhir ini mungkin membuatmu frustrasi. Paman berusaha mengerti posisimu, karena itulah Paman terus mencoba menutup mata dan telinga Paman saat kamu mulai berubah dan membuat banyak masalah di sekolah ini. Namun Paman tidak akan pernah membenarkan pembullyan, Austin. Kemarin kamu membuat kekacauan di kantin dengan menekan teman seangkatanmu. Dan hari ini, mengapa kamu sampai harus merusak loker milik Della?""Aku tidak melakukannya."Untuk menjawab ucapan panjang pamannya, Austin menjawab demikian. Alis pamannya segera berkerut ketika dia mendengar jawaban tegas Austin. Pria itu meminta hidungnya dengan lelah, sebelum dia menegaskan ucapannya lagi. "Austin, semua orang tahu bahwa Della adalah anak yang baik. Dia juga tidak pernah mencari masa
"Apakah semua itu benar?"Langkah kaki Austin berhenti saat Della tiba-tiba berucap pelan. Tangannya, di tengah jalan dipegang oleh Della untuk menghentikan langkahnya. Austin tidak menjawab pertanyaan itu. Remaja itu tetap diam, saat dia melepaskan pegangan tangan Della begitu saja. "Bukan saja sok tahu, aku baru tahu kamu juga ternyata memiliki kebiasaan untuk menguping," sindir Austin pedas. Namun kali ini, Della tidak memandangnya dengan wajah dingin seperti biasa. Gadis itu menatap khawatir Austin, yang memiliki wajah pucat walaupun pria itu berusaha terlihat baik-baik saja di depan Della. Austin tidak suka melihat ekspresi khawatir itu terlihat di wajah yang biasanya menatapnya dengan ekspresi mencemooh. Remaja itu mendengus, saat dia mencoba berbalik untuk meninggalkan Della. Namun bukan Della namanya jika dia menyerah begitu saja. Gadis itu memiliki kebiasaan untuk memperbaiki kesalahannya sesulit apa pun itu. Della tahu dia salah sekarang, jadi gadis itu tahu dia harus min
Ketika Austin membuka matanya lagi, pemandangan di depannya benar-benar telah berubah. Dia ditidurkan di atas tempat tidur standar dengan pemandangan asing yang sedikit terasa akrab dalam ingatannya. Austin merasa akrab bukan karena dia pernah ada di tempat ini sebelumnya. Dia hanya tahu dia berada di rumah sakit, karena dia terbiasa untuk tinggal di sana semenjak penyakitnya diketahui oleh orang-orang.Austin melihat pemandangan yang tidak dikenal di depannya dan ingin berbicara, tetapi secara tidak sengaja malah menimbulkan perasaan nyeri yang akrab dari bagian dadanya. Austin tidak pernah terbiasa dengan rasa sakit semacam itu. Jadi dengan cepat, remaja itu kembali menutup mulutnya untuk mengingat kembali apa yang sebenarnya terjadi sampai dia bisa terbangun di rumah sakit saat ini. Austin jelas ingat bahwa setelah dia selesai minum obatnya dan istirahat sebentar di ruang kesehatan sekolah, dia pergi ke tempat berkumpul teman-temannya di atap sekolah untuk menjernihkan pikirannya
ClekMasuk ke kamarnya sendiri, Della menghela napas berat saat dia akhirnya bisa lepas dari jeratan keluarganya. Waktu hampir menunjukan tengah malam saat mereka akhirnya kembali ke rumah. Della lelah baik fisik maupun mental. Dia harus tersenyum sepanjang hari, dan menahan diri untuk tidak pingsan karena suara-suara berisik yang ada di sekitarnya. Gadis itu langsung menjatuhkan diri ke kasurnya begitu dia kembali ke pemandangan yang akrab selama belasan tahun ini. Hanya ketika Della berada di kamarnya sendiri, dia akhirnya bisa menjadi dirinya sendiri. Gadis itu mengerang untuk melampiaskan rasa lelahnya. Dia ingin mandi dan segera tidur. Namun tumpukan emosi di pikirannya, tampaknya akan kembali mencegahnya untuk tidur pada hari juga. Selesai acara kakaknya, seperti biasa masing-masing anggota keluarga akan mengeluarkan hadiah mereka sebagai ucapan selamat atas keberhasilan lainnya. Namun seperti sebelum-sebelumnya, kakaknya bahkan tidak berterima kasih saat giliran Della yang me
Tidak seperti dungeon pertamanya yang terlihat seperti hutan lebat yang indah, Daratan Kematian sebenarnya lebih terlihat seperti tempat para iblis tinggal di film-film. Tempatnya didominasi warna gelap dan merah. Dan monster-monster yang tinggal di sana juga, sangat jelek sampai mereka terlihat seperti iblis. Della tidak menunggu lama saat dia langsung berjalan untuk mencapai titik yang dia inginkan. Namun malang baginya, Della baru saja maju beberapa langkah saat dia melihat bahwa jalan yang akan dia lewati ternyata dihalangi oleh monster besar yang terlihat seperti Orc. Melihat ke status yang melayang di atas kepala mereka, Della bisa tahu bahwa rata-rata monster itu memiliki level 80 sampai 90. Mereka jelas bukan lawan Della yang baru mencapai level 50. Gadis itu baru saja hendak mengarahkan karakternya untuk mengambil jalan memutar, saat sebuah serangan besar tiba-tiba menghantam kumpulan monster kuat itu. [Sistem: Selamat, rekan tim Anda telah mengalahkan monster dungeon, Blac
"Tidak ada yang boleh masuk tanpa membayar uang keamanan!"Tidak pernah sekali pun, Della melupakan suara menyebalkan itu. Pakaian mahal itu, dan emblem menyebalkan itu, semua itu merupakan tanda pengenal semua anggota tingkat atas Guild Domination. Dan kebetulan, orang yang baru saja bicara merupakan orang yang dulu selalu mengikutinya dan memanggilnya kakak seperti seorang pengikut setia. Dia adalah pemain yang Della bantu secara pribadi sejak dia baru saja bermain game Tales of Dungeon. Della juga yang merekomendasikannya masuk ke Guild Domination, sampai anak yang dulu tidak bisa apa-apa itu menjadi salah satu pemain top game ini. Lucius, pemain sialan itu adalah salah satu orang yang paling semangat ikut memfitnahnya setelah dia ditendang dari grupnya sendiri setelah Della pernah menegurnya sekali karena membully pemain baru. Pemain tidak tahu terima kasih itu adalah duri dalam daging Della, yang membuat Della ingin menghabisinya sampai menjadi bubur di kesempatan keduanya ini.