Share

Bab 3

Elina gadis imut pemilik hidung kecil mancung itu berdiri di samping pintu ruang meeting. Dia merapikan rambut hitam lurus sepunggungnya saat melihat Aland berjalan mendekat ke arahnya.

Bibir tipis yang selalu di polesnya dengan lipstik berwarna nude itu tersenyum menyambut Aland yang lewat di hadapannya.

"Selamat siang, Pak Aland," sapa Elina dengan ramah.

Aland hanya melirikkan matanya tak menghiraukan gadis berponi depan itu.

"Sudah sombong anak Mama lagi," sinis Elina mengikuti langkah kaki Aland dari belakang.

Meskipun dia kesal karena diabaikan CEO tampan itu, tapi tetap saja Elina mengagumi sosok Aland yang kharismatik itu.

Aland, membalikkan badannya, langkahnya membawa dia mendekat ke arah Elina memandang kesal kepada gadis berwajah imut itu.

"Siapa yang kamu bilang anak Mama, Elina?" tanya Aland dengan matanya yang memicing.

"Bapak lah, siapa lagi!" kesal Elina.

Aland semakin mendekatkan tubuhnya ke tubuh Elina yang bersandar pada dinding. Aroma parfum maskulin yang tercium dari tubuh Aland membuat jantung Elina terasa terhenti. Dia terpesona dengan kumis tipis Aland yang menambah kesan seksi pada CEO tampan itu.

"Jangan katakan itu lagi, kalau tidak saya akan ...."

"Akan apa?" Elina memotong ucapan Aland.

Dengan berani gadis tubuh mungil itu berjinjit, melingkarkan tangannya di pundak Aland.

Aland, dia langsung memundurkan tubuhnya, tak ingin Elina mendengar jantungnya yang berdetak begitu kencang.

Elina tertawa melihat Aland yang salah tingkah. "Ha ha ha, lihat lah wajah Bapak, memerah, lucu sekali."

"Diamlah Elina," lirih Aland.

Aland merapikan jas dan dasinya, menjaga penampilannya yang harus tetap rapi di depan kliennya yang sudah datang.

Aland, tak hentinya mencuri pandang pada Elina yang sedang menyampaikan materi meeting siang itu.

Pembawaannya yang santai dalam berkomunikasi membuat Aland kagum dengan mahasiswi magang itu.

Pengetahuannya yang luas meskipun sedikit ceroboh, memberikan nilai plus untuk Elina. Pantaslah jika Elina mendapatkan predikat mahasiswi terbaik di kampusnya.

"Terima kasih," senyum ramah Aland saat berjabat tangan dengan kliennya membuat mata Elina tak berkedip.

"Nah begitu dong senyum, jadi gak kelihatan kan kalau sudah om-om," celetuk Elina saat sudah tak ada lagi orang di dalam ruang meeting itu, yang hanya menyisakan dirinya dan Aland.

"Hei ... Jaga bicara kamu, dasar gadis ingusan!" umpat Aland kesal, dia kesal jika di Elina menyebut dirinya om-om.

"Biar ingusan begini, saya bisa lho buat Bapak jatuh cinta," sungut Elina.

"Diamlah, dan selesaikan tugasmu!" bentak Aland meninggalkan Elina sendirian di ruang meeting.

Satu jam sudah berlalu. Aland, saat kembali dari istirahat makan siangnya dia melihat Elina yang masih sibuk dengan berkas hasil meeting di hadapannya.

Aland masuk ke dalam ruang meeting yang terbuka pintunya itu, menghampiri Elina yang tak teralihkan fokusnya dari berkas di atas meja.

"Elina, kamu masih disini?" tanya Aland.

Elina mendongakkan kepalanya, memperlihatkan wajahnya yang kusut karena lelah.

"Kamu tidak istirahat makan siang tadi?" Aland mulai khawatir dengan Elina.

Elina, dia menggelengkan kepalanya pelan. "Bapak kan yang menyuruh saya menyelesaikan tugas ini."

"Dasar Bodoh. Ya maksud saya setelah istirahat, Elina!" tukas Aland tak ingin di salahkan.

"Bapak gimana sih, capek saya!" keluh Elina melancipkan bibir tipisnya. Wajahnya benar-benar kehilangan aura keceriaannya.

Tak ingin gadis itu sakit karena telat makan, Aland berniat untuk mengajaknya makan siang.

"Ayo ikut!" Aland menarik pergelangan tangan Elina paksa.

"Tapi ini belum selesai Pak, tinggal sedikit lagi." Elina menarik tangannya lagi.

Semakin Elina menarik tangannya semakin kuat pula Aland menarik pergelangan tangan Elina. Dengan paksa, Aland membawa Elina ke parkiran mobilnya.

"Pak ... Jangan tarik, sakit!" Elina menengerucutkan bibir tipisnya.

Merasa tak tega dengan gadis imut itu, Aland melepaskan tangannya dari pergelangan tangan Elina.

"Bapak mau ajak saya kemana sih?" tanya Elina saat Aland membukakan pintu untuknya.

"Makan, cepat naik!" ketus Aland, wajahnya selalu saja terlihat galak di depan Elina.

Elina menutup lagi pintu mobil Aland. "Kalau cuma mau makan, ngapain pakai mobil. Tuh ... di seberang jalan ada cafe, kesana aja ya!"

Elina merengek, menggerak-gerakkan lengan Aland. Dia tak mau lagi menunda mengisi amunisi untuk cacing di perutnya.

"Jalan kaki?" Aland menautkan alisnya. Dia malas jika harus berjalan kaki di bawah terik matahari.

Elina mengagukkan kepalanya, kemudian mendorong pelan tubuh Aland, membawanya menembus panasnya siang hari.

Aland, dia menutupi wajahnya, takut sinar UV merusak kemulusan kulitnya.

"Ayolah ... panas ini, Elina!" teriak Aland berlari saat menyeberangi jalan raya.

"Hei ...! harusnya Bapak menggandeng tangan saya, Pak!" teriak Elina menyusul Aland yang sudah berada di seberang jalan.

"His ... pria macam apa Bapak ini membiarkan gadis secantik saya menyeberangi jalan sendirian!" Elina marah, dia memukul dada Aland.

"Brisik!" bentak Aland. "Ayo cepat pilih makananmu dan cepat kembali ke kantor!"

"Iya ... dasar bawel!" celetuk Elina kesal.

"Bilang apa kamu, Elina?" Emosi Aland mulai tersulut.

"Bawel!" kata Elina penuh penekanan.

Tak memperdulikan Aland yang tengah emosi, Elina nyelonong pergi begitu saja, dia sudah tak tahan menahan perutnya yang kelaparan.

"Dasar gadis ingusan!" umpat Aland lirih. Biar bagaimanapun dia harus tetap menjada wibawanya di depan umum.

Elina, dia kembali dengan sepiring sushi norimaki dan dua gelas milk tea.

"Milk tea untuk Bapak." Elina meletakkan segelas milk tea di hadapan Aland.

Dengan lahap Elina menikmati sushi yang berbalut nori itu.

"Buka mulut!" Elina menyodorkan sepotong susi dengan sumpit di tangannya. "Ayo cepat buka.

Aland memundurkan wajahnya menolak suapan dari Elina.

Elina yang tak suka dengan penolakan, memegang pipi Aland kemudian memaksa Aland membuka mulutnya.

Sepotong sushi itu sudah berada di dalam mulutnya.

"Kamu ini, kenapa memaksa seperti itu!" bentak Aland tak berhenti mengunyah sushi di mulutnya.

"Kalau lagi makan itu jangan ngomong, mau keselek!" sinis Elina.

"Ayo, buka lagi mulutnya!" Lagi, dengan paksa Elina memasukkan sushi itu ke dalam mulut Aland.

"Stop Elina!" bentak Aland, membuatnya tersedak.

"Uhuk!"

Elina memukul keras tengkuk Aland.

"Kamu mau membunuhku, ha!" teriak Aland setelah meneguk segelas milk tea sampai habis.

"Bapak sih keras kepala, sudah dibilangin kalau makan jangan berbicara, tersedak kan." Dengan tanpa berdosa Elina menasehati Aland.

"Cepat selesaikan makanmu, jam istirahat kamu sudah habis 20 menit yang lalu." Aland benar-benar sudah dibuat kesal oleh Elina.

"Iya bawel!" ketus Elina.

"Kamu ini!"

"Apa, bapak mau memecat saya, oh ... itu tak akan bisa, saya mahasiswi magang bukan karyawan," Elina memotong ucapan Aland. Dengan iseng, Elina menjulurkan lidahnya sengaja mengejek CEO tampan itu.

"Elina!" teriak Aland, kesabarannya sudah habis.

Elina, dia malah terbahak, senang melihat Aland yang terpancing emosinya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status