Share

My Ex Boss
My Ex Boss
Penulis: Yuli F. Riyadi

1. First Time

Jam dinding menunjukkan pukul tujuh malam. Lampu-lampu sudah mulai dipadamkan. Hanya beberapa meja yang masih tampak terang. Itu artinya, penghuni di dalamnya masih ada. Namun, satu per satu akhirnya ikut padam juga. Kecuali, lampu di dalam sebuah ruangan yang pintunya bertuliskan General Manager.

Penghuninya masih tampak sibuk membolak-balik lembar demi lembar kertas kerja yang berada di tangannya. Sesekali mengerutkan kening, menggeleng, dan menggerak-gerakkan bibirnya.

Bunyi bel sudah dari tadi terdengar. Itu artinya pergantian sif malam sudah dimulai.

Reksa Abimana, masih betah berada di atas kursi putarnya. Seolah ada masalah pelik yang membuatnya belum juga keluar dari ruang kerja. Hingga sebuah ketukan terdengar pun ia tidak merespons. Seorang gadis berpenampilan menarik memasuki ruang kerjanya.

"Ada apa, Na?" tanya Reksa tanpa menoleh dari fail di hadapannya.

"Pulang yuk, Pak. Udah malam," ajak gadis itu.

"Kamu pulang duluan saja, ya. Masih ada yang harus saya selesaikan."

Gadis itu mengerucutkan bibir. Bosnya memang selalu gila kerja. Kapan lelaki itu tidak pernah lembur barang sehari saja?

"Ya, udah. Saya pulang dulu ya, Pak."

Reksa hanya mengangguk. Nana pelan-pelan memundurkan langkahnya keluar. Selalu saja gagal bila mengajak pulang bersama.

Tepat pukul sembilan malam, Lelaki berahang tegas itu, melangkah keluar dari biliknya. Rasa lelah dan letih sangat tergambar jelas di rautnya. Pekerjaan yang menumpuk sangat menyita banyak waktu.

Menjadi eksekutif sekaligus merangkap seorang enterpreuneur, benar-benar hampir tidak bisa membuatnya memiliki waktu luang sedikit pun. Jika tidak lembur di kantor, maka ia akan lembur di bisnisnya yang lain.

"Sial sekali nasibku ini. Udah mana pulang malam, sepatu pake acara patah pula! Huwaaaaa!"

Langkah Reksa terhenti. Ia menajamkan telinganya. Lalu sedikit melaju pelan mencari pemilik suara yang barusan mengeluh.

Matanya menangkap bayangan seorang gadis yang tengah duduk di tepi pembatas tanaman hias dekat tempat parkir. Dengan mimik yang sangat lucu, gadis itu melihat sedih sepatu yang haknya sudah patah.

"Halo, permisi. Ada apa, ya, Nona?" tanya Reksa membuat gadis itu menoleh.

Matanya bulat, hidung runcing dengan bibir yang agak tipis. Manis.

"Kamu nggak lihat sepatuku patah?!"

Namun, sayang, galak.

Reksa meringis mendapat semprotan kesal gadis itu. "Sorry, sebentar."

Ia kembali masuk ke lobi kantor, mendekati sebuah rak, dan mengambil sesuatu di sana. Lalu kembali ke tempat gadis itu berada.

"Ini. Kamu bisa memakai ini dulu." Reksa menyodorkan sepasang sandal berukuran agak besar pada gadis itu. Gadis dengan rambut kucir kuda itu agak ragu menerima.

"Itu sandal safety, biasanya dipakai saat akan masuk ke gedung produksi," terang Reksa. Gadis itu melihat aneh pada sandal di tangannya.

"Kamu bisa mengembalikannya besok pagi. Sekarang pulanglah ini sudah malam, Nona," lanjut Reksa lagi.

Masih bisa dilihat gadis itu memajukan bibir sambil mengganti sepatu dengan sandal itu.

"Ini gara-gara si Herdy bos kejam itu. Seenaknya saja menyuruh lembur sampe malam seperti ini. Semoga dia berumur panjang."

Reksa mengerjap. Bos kejam, tetapi masih didoakan berumur panjang.

"Tapi penyakitan!" lanjut gadis itu membuat Reksa melotot.

Apa? Reksa menelan ludah. Ini, sih, bukan doa, tetapi sumpah sarapah.

"Ini sudah malam, sebaiknya kamu pulang dengan bus jemputan karyawan saja," katanya kemudian.

"Mana ada bus jemputan jam segini? Kamu ngigo?!" semprot gadis itu lagi.

"Oh ya?"

Untuk hal ini Reksa benar-benar tidak tahu.

"Pasti ini juga kerjaan si bos gila itu biar aku sengsara. Dasar bos kampret!" Lagi gadis itu mengumpat.

"Oke, oke. Kamu bisa ikut pulang dengan saya kalau kamu mau," ujar Reksa akhirnya.

Gadis itu tiba-tiba menatap tajam Reksa.

"Saya tidak bermaksud apa pun. Hanya menolong, karena saya juga baru pulang lembur."

Seolah tahu apa yang ada di otak gadis itu, Reksa menjelaskan kembali maksudnya. Dilihatnya gadis itu mendesah.

"Kamu pasti bernasib sama denganku. Punya bos gila yang tiap hari menyuruh bawahannya lembur," ucap gadis itu menatap sedih Reksa.

Agak sedikit merinding Reksa mendengarnya. Mungkin dirinya juga sering mendapat umpatan dari bawahannya seperti ini. Reksa tahu yang dimaksud  bos gila oleh gadis itu. Herdy, dia manajer divisi keuangan  yang gadis itu maksud. Dan Reksa juga paham, Herdy tipikal bos yang keras. Melihat raut di hadapannya, seolah ia mengerti jika gadis itu bekerja di bawah tekanan Herdy–yang selalu menuntut kesempurnaan dalam setiap hasil pekerjaan anak buahnya.

Jujur, Reksa sangat lelah. Ia ingin segera merebahkan diri di kasurnya yang nyaman. Namun, gadis di sampingnya seolah tak mau tahu. Ia terus saja mengoceh tanpa henti di sepanjang jalan Reksa mengantarkannya pulang.

Namun anehnya, Reksa merasa telah mendapatkan sebuah hiburan malam. Bahkan Reksa tak mengenalnya, tetapi gadis itu bercerita panjang lebar mengenai bos yang katanya kejam itu, dengan berbagai mimik yang sangat lucu dan menggemaskan.

"Lihat aja nanti, akan aku balas perbuatannya," ucap gadis itu penuh emosi.

"Oh ya? Memangnya apa yang akan kamu lakukan?" tanya Reksa, masih fokus ke depan kemudinya.

Gadis itu menyeringai. "Aku akan menggantung lehernya dengan dasinya yang selalu berkibar itu. Hahaha."

Reksa hanya menggelengkan kepala mendengar itu.

"Eh, aku sudah sampai. Aku turun di sini saja." Gadis itu bersuara lagi.

"Oh, oke." Reksa menepikan mobilnya.

Gadis itu lantas membuka seat belt. "Terima kasih atas tumpangannya. Untuk seorang karyawan biasa sepertimu, bisa memiliki mobil keren seperti ini, sangat luar biasa hebat." Ia mengacungkan jempol sebelum turun.

Reksa hanya mengangguk tersenyum.

Karyawan biasa? Tak apalah, jika gadis bermata bulat itu menganggapnya demikian. Itu lebih baik. Reksa kembali melajukan mobil menembus jalanan malam.

***

Reksa menutup pintu mobil bersamaan dengan keluarnya seseorang dari mobil lain yang terparkir berseberangan dengan  mobil miliknya. Herdy, manajer divisi keuangan sekaligus juniornya saat kuliah dulu. Melihat lelaki bermata cokelat terang itu, mengingatkan Reksa pada kejadian kemarin malam.

"Selamat Pagi, Pak Reksa, " sapa Herdy ramah. Bibir penuh Herdy mengulas senyum.

"Selamat pagi, Herdy."

Mereka kemudian berjalan beriringan  menuju gedung perkantoran berlantai sepuluh sembari menanyakan beberapa hal menyangkut pekerjaan.

"Apa divisi keuangan berjalan lancar?" tanya Reksa.

"Sejauh ini, sih, lancar. Hanya ada beberapa yang perlu diperbaiki," jawab Herdi diplomatis. Selaku seorang manajer dia harus sopan dalam berucap.

"Kamu benar-benar pekerja yang hebat, Her. Teliti dan cekatan," puji Reksa. Herdy memang hebat. Dia sangat kompeten.

"Sudah jadi kewajiban saya, Pak."

"Ayolah, kita sedang berdua. Jangan formal begitu memanggilku," ucap Reksa memukul pelan lengan Herdy.

"Tapi ini 'kan di kantor, Pak." Biar bagaimanapun Reksa itu atasannya.

"Whatever-lah."

Mata Reksa kemudian melihat seorang yang tak asing, berjalan dari arah kafetaria yang berada di samping gedung perkantoran.

"Itu bukanya...." Reksa menggumam melihat gadis itu berjalan cepat. Bahkan tanpa sadar langkahnya terhenti.

"Ada apa, Pak?" tanya Herdy di sebelahnya.

Herdy mengikuti arah mata Reksa. Dan ia pun menangkap sosok itu, sosok yang berjalan cepat dengan kepala menunduk.

"Lyra!" seru Herdy menyebut nama gadis itu.

Yang merasa dipanggil berhenti melangkah, berbalik badan, dan tersenyum kikuk.

'Ah itu dia... Kenapa dia berjalan terburu-buru seperti itu?' Reksa membatin seraya terus memperhatikan gadis itu.

"Selamat pagi, Pak," sapa gadis itu menganggukkan kepala.

"Alyra Morena! Kamu sedang apa pagi-pagi berkeliaran di luar?" tanya Herdy tegas.

"Saya habis sarapan, Pak," jawab Alyra polos.

"Apa pekerjaanmu kemarin sudah beres?" tanya Herdy lagi.

Reksa bisa merasakan gadis itu melirik ke arahnya.

"Sudah, Pak."

"Sebaiknya kamu segera kembali ke mejamu, jam kerja sebentar lagi mulai."

"Baik Pak, permisi."

Gadis yang dipanggil Lyra itu langsung lari terbirit-birit  mendahului Reksa dan Herdy.

"Dia stafmu bukan?" tanya Reksa menarik sudut bibirnya samar.

Kepalanya mengingat bagaimana gadis itu memaki mati-matian seorang Herdy.

"Iya, Bang. Staf yang agak sedikit teledor." Akhirnya Herdy menyebut Reksa abang. Di luar dia memang memanggil Reksa begitu, sejak mengenal di bangku kuliah.

"Oh ya? kenapa?" tanya Reksa mulai penasaran.

"Pekerjaannya kadang tidak beres."

"Apa basicnya?"

"Mungkin Tata Boga," jawab Herdy asal.

"Apa?"

"Hehe, bercanda, Bang. Dia itu seorang sarjana ekonomi. Tata boga itu karena dia gemar sekali membawa masakannya ke kantor. Katanya sering bereksperimen, begitu." Herdy mengedikkan bahu, merasa tak penting juga membahas tentang Lyra bersama Reksa.

"Iya kah? Unik juga."

"Mungkin karena masih baru di sini, jadi masih perlu banyak belajar."

"Dia karyawan baru?"

"Bukan, dia pindahan dari anak cabang perusahaan kita di Sunter, tapi dia memang baru di divisi keuangan."

"Oh, begitu. Oke Herdy, aku duluan, ya."

Kemudian, Reksa masuki lift khusus dewan direksi meninggalkan Herdy yang lebih memilih lift khusus karyawan.

"Jadi namanya Lyra," gumam Reksa saat pintu lift tertutup. Perlahan senyumnya mengembang.

***

Sementara itu, di depan meja kerjanya Lyra kembang kempis merapalkan doa. Berharap semoga saja bos Herdy tidak akan memarahinya di pagi hari.

Bagaimana tidak? Lelaki yang mengantarnya pulang kemarin malam itu, terlihat berjalan dengan manajernya barusan. Jika lelaki itu membeberkan segala yang ia katakan malam itu, habislah ia.

Pintu terbuka, itu bisa dipastikan suara ketukan sepatu milik Herdy. Wajah Lyra menegang. Satu, dua, tiga. Lyra berhasil bernapas lega saat langkah Herdi melewatinya begitu saja. Namun, tiba-tiba....

"Lyra!"

Tubuh Lyra menegang kembali. Pelan ia menoleh ke arah pintu ruangan manajernya.

"I-iya, Pak," sahut Lyra terbata.

"Tolong, bawakan laporanmu ke meja saya segera," ucap Herdy sebelum memasuki ruangannya.

"Oh, baik Pak."

Herdy kembali ke ruangannya. Hanya laporan, bukan bantaian. Tenang Lyra.

_________***_________

Halo gaes, salam kenal ya. Saya author baru di Goodnovel. Semoga kalian suka dengan ceritaku. Jangan lupa dukung terus ya. ^^

Komen (8)
goodnovel comment avatar
Pendita Keramat
terbaiklah Thor.... asal jgn ngeupdate nya pandai cuti aja Thor...
goodnovel comment avatar
farhanyazid17
rata-rata pada workaholic
goodnovel comment avatar
farhanyazid17
terluve 🥰🥰🥰
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status