Share

Bab 9. Rindu

Author: Ainin
last update Huling Na-update: 2021-05-06 23:54:08

Seketika seluruh isi Bar yang dimasuki oleh Deondra hening. Padahal tadi musik berdentum memekakkan telinga. Bahkan para bartender dan juga wanita penghibur yang awalnya meliuk-liukkan tubuh seksinya di lantai dansa juga ikut melihat kearah pintu. Tak percaya dengan tatapan mata mereka yang menampilkan sosok Deondra. Pria dewasa yang amat berpengaruh di seluruh kota. Perusahaannya yang besar dan bercabang-cabang, cukup membuat namanya tersohor dan sosoknya amat di kenali di seantero kota. 

Kabar tentang Deondra yang menjauhkan diri dari hiburan malam, para wanita dan dunia luar cukup besar hingga sampai ke telinga masyarakat yang mengenalinya. Bahkan ada yang menyebarkan berita bahwa Deondra bersumpah untuk tak lagi ingin jatuh cinta. Sikapnya yang berubah 180° itu berhasil membuat orang-orang yang mengaguminya menjadi kecewa. Pasalnya dulu Deondra adalah seumpama malaikat tak bersayap yang rajin menyebarkan kebaikan dan juga tatapan penuh kasih sayangnya pada semua orang. Deondra sempat di cap sebagai orang terbaik di penjuru kota, pemuda yang paling ringan tangan dalam memberi dan juga idaman para ibu untuk putri mereka. Tapi sayangnya, semua sifatnya yang sempurna dan baik itu hilang. Deondra menjelma menjadi seorang pria tak tersentuh akhibat kematian kedua orang tuanya empat tahun silam. 

Menyadari kedatangannya yang mengejutkan semua pengunjung bar. Deondra acuh tak acuh dan mulai melangkahkan kakinya kearah sofa yang sudah di duduki dua orang lelaki yang berumur sepantaran dengannya. Akan tetapi, tak jauh dari para pengunjung lain, kedua orang lelaki yang tengah duduk itupun tercengang tak percaya. Mereka yang belum benar-benar mabuk dapat mengenali dengan jelas, siapa sosok yang tengah berdiri tegak di hadapan mereka ini. 

"Tuan Muda!" Alrix menerobos masuk, berlari kearah Tuan Mudanya yang tengah berdiri diantara dua sofa. 

"Tuan Muda, ada yang salah dengan Anda?" tanya Alrix, tak percaya dengan apa yang dilihatnya. 

Alrix saja yang merupakan sekretaris, asisten dan orang terdekat Deondra saja bingung. Bagaimana tidak dengan orang lain? 

"Deon, ka-kamukah itu?" Salah seorang temannya bertanya, menatap wajah dingin Deondra. 

Mereka berdua bangkit, mendekati Deondra yang tak bergeming di tempatnya. Tatapan mata Deondra menelisik beberapa sudut, tak ada yang berubah, semua interiornya masih sama dengan apa yang dilihatnya empat tahun silam. 

"Deondra, kamu baik-baik saja, bukan? Apa yang membawamu kemari?" Takut-takut satu lagi bertanya, tapi Deondra hanya tersenyum tipis. 

Mengalihkan pandangan kearah Alrix, Sudash bertanya pada sekretaris pribadi Deondra yang juga ikut bingung. 

"Alrix, apa yang telah terjadi padanya? Kenapa dia ada disini?" Sudash bertanya tapi tak mendapat jawaban. 

Alrix sendiri tak tahu apa penyebab datangnya Deondra kemari. Tempat yang amat bersejarah dalam hidupnya dan tak lepas dari kejadian pahit empat tahun lalu. 

Ya, tempat ini adalah tempat Deondra dan Anne bertemu. Tempat dimana perasaan cinta di hati mereka timbul lalu mulai menjalin kasih dengan bahagia. Hanya dua tahun mereka berhubungan, Deondra yang saat itu masih bisa diajak bicara dengan sesama manusia, menjadi pasangan yang paling romantis dengan wanitanya, Anne. Tapi, siapa sangka takdir kelam menghampirinya? 

Setelah bertemu dengan Anne di tempat ini, di sini juga hubungan mereka berakhir. Anne tertangkap di sini dalam misi pelariannya. Dibawa oleh pihak berwajib, tapi sayangnya dia berhasil kabur sebelum di masukkan ke dalam penjara. Deondra tak menutup kasusnya, hanya saja Deondra membiarkan Anne berlari sejauh mungkin dan tersiksa sebagai buronan hingga akhir hidupnya nanti. Dari sanalah timbul sifat angkuh dan juga kejamnya, berawal dari pengkhianatan dan juga penipuan yang dilakukan oleh kekasihnya sendiri. 

"Lanjutkan pestanya. Katakan pada mereka, Alrix!" 

Singkat, padat dan angkuh suara Deondra keluar. Membuat Alrix yang masih tak percaya dengan apa yang di lihatnya, kini tak percaya dengan apa yang di dengarnya. Tapi tak ada yang bisa dia lakukan selain hanya menunduk dan langsung memberi kode pada pemutar musik untuk melanjutkan apa yang tertunda. Setelahnya, Alrix langsung berjalan cepat, mengikuti Alrix ke lantai atas, ruangan khusus milik Deondra yang sudah empat tahun tak dilihat olehnya. 

"Tuan Muda, ada yang Anda butuhkan?" tanya Alrix sopan, dia menghampiri Deondra yang sudah duduk di sana. 

Dua buah gelas yang tertata di atas meja bundar itu diraih oleh Deondra. Dia mengalihkan pandangannya pada Alrix yang langsung paham dengan apa yang dibutuhkan oleh sang Tuan Muda. 

Sebuah lemari kayu berbentuk persegi di bukanya, lalu mengeluarkan anggur dari sana. Dia menuangkannya ke gelas yang sudah di pegang oleh Deondra sedari tadi. 

"Semua orang terkejut melihat kedatangan Anda, Tuan." Alrix berkata, berdiri melihat Deondra yang sudah menghabiskan hampir separuh dari isi gelasnya. 

Deondra diam, tersenyum tipis mendengar ucapan Alrix. 

"Apa yang membuat Anda kemari? Kalau hanya ingin minum, Anda bahkan punya bar mini di rumah." 

Deondra tak langsung menjawab, dia juga bingung dengan dirinya. Rasanya, seperti ada perasaan rindu yang terselip di dalam hatinya akan tempat ini. Dimana, dulu dia amat bersuka cita menghabiskan malamnya dengan bersenang-senang dengan kedua temannya yang berada di lantai bawah tadi. Mereka hanya akan menghabiskan waktu, tidak ada bermain wanita dalam hidupnya. Dia amat setia pada Anne, walaupun tak menolak fakta bahwa ada banyak wanita yang tergila-gila dan berebutan ingin bisa duduk lebih dekat dengannya. 

Dan hal yang terjadi padanya dan Arinda di malam itu, adalah kejadian pertama bagi keduanya. 

"Aku hanya ingin mencari ketenangan." Deondra berkata dengan nada yang sudah sebulan ini tak di dengar Alrix. 

Dingin dan tak bernada. Tatapan mata Deondra pun berubah saat pertama kali masuk ke dalam bar ini lagi. Suara dentuman musik di lantai bawah, sayup-sayup terdengar di telinga, tapi tak mereka pedulikan. 

"Sebulan ini, jiwaku seakan tercampur aduk entah karena apa." Deondra menghela napas, meletakkan gelasnya yang sudah kosong. 

"Aku tak ingin lama-lama seperti itu. Aku bukan Deondra lemah dan bodoh seperti empat tahun silam," tandasnya, lalu memejamkan mata. 

Alrix tersenyum tipis, menyadari perubahan yang terjadi lagi pada Tuan Mudanya. Sosok tegap tinggi yang tengah duduk dan menyadarkan tubuhnya di sofa itu, mengeluarkan aura kesedihan yang cukup terlihat dan Alrix adalah orang yang paling sering melihatnya.

Sikap angkuh Tuan Mudanya itu berlaku untuk semua orang, termasuk dirinya. Namun, walaupun sering mendapat hinaan dan juga ejekan serius dari Deondra, Alrix hanya bisa menelannya. Dia paham, hal apa yang sudah membuat Tuan Mudanya berubah. Dan dia akan tetap ada di samping Deondra bahkan pada saat-saat yang lebih sulit. 

"Tidak ada yang mengatakan Anda lemah, apalagi bodoh, Tuan Muda," ucap Alrix sopan, tapi Deondra tak meresponnya. 

"Anda adalah seorang malaikat tanpa sayap bagi mereka yang mendapat uluran kasih sayang Anda. Bahkan, nama Anda sempat masuk menjadi The best of the best in town. Bukankah itu adalah peringkat yang bagus?" Deondra masih tak menjawab, walaupun sudut kecil hatinya mengakui hal itu. 

"Berhentilah bicara yang tidak penting," sahutnya kemudian dengan mata terpejam. "Itu hanya perbuatan konyol yang dilakukan oleh orang yang bodoh!" tambahnya membuat Alrix terdiam. 

Di pandanginya tubuh sempurna Deondra yang menyandar nyaman. Tersenyum tipis saat menyadari bahwa, tak semudah itu membuat Tuan Mudanya berubah. Dia harus berusaha lebih kuat lagi dan menjadi orang yang lebih sabar lagi. 

Bola mata Deondra terbuka, dia menatap Alrix sambil tersenyum tipis. 

"Tinggalkan botol anggur itu di sini, lalu keluarlah untuk mencari hiburan tersendiri untukmu, Alrix!"

Bersambung! 

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • My Favorit Servant   106. Selai Strawberry (End)

    Seharian Arinda tidak keluar, karena dia malu jika bertemu dengan Ayah, Kakak ipar dan suami kakak iparnya itu. Dia juga kesulitan berjalan, akibat serangan Deondra yang tidak ada habisnya. Kuatnya tenaga Deondra saat melakukan percintaan, membuat Arinda kelelahan. Hingga akhirnya dia kembali tertidur dan berakhir di depan televisi sambil mengemil dan meminum susu kehamilan. Serial kartun anak-anak yang di tontonnya cukup menarik. Matanya sampai tak berkedip, menatap televisi lebar di hadapannya. Deondra yang ada di sofa yang sama hanya menggeleng pelan melihat tontonan istrinya. Dia sendiri membuka laptop dan mengerjakan beberapa pekerjaannya. "Coba lihat ini, Sayang." Deondra bersuara, menarik jaket bulu yang dipakai istrinya itu. "Apa itu?" Mengalihkan pandangan dari televisi, Arinda melihat sebuah destinasi wisata alam terbuka. Beberapa villa di atas bukit tinggi juga tampak indah. Tapi dia seakan kurang suka dengan

  • My Favorit Servant   Bab 105. Menyatu (21+)

    Pagi hari di kamar pengantin, Arinda mulai mengerjabkan matanya perlahan. Menatap dada bidang yang ada di hadapannya. Dia tahu itu dada siapa, dada Tuan Muda yang sudah menjadi suaminya. Dia masih ingat semalam mereka baru menikah dan tadi malam Deondra melakukan ciuman panjang dan panas padanya. Namun, pria itu pengertian. Dia tak melanjutkan kegiatannya dan memintanya istirahat. Dia tahu bahwa Arinda kelelahan dan itu tidak baik untuk kesehatan istri dan anaknya.Tersenyum kecil, Arinda mendongak untuk melihat wajah suaminya yang masih tertidur. Perlahan dia melepaskan pelukan erat Deondra dan beranjak duduk.Pukul setengah enam pagi. Biasanya dia akan bangun lebih cepat, tapi karena tubuhnya yang lelah akibat pesta, membuatnya bangun lebih lama. Nyamannya tidur malam ini membuatnya terlelap lebih cepat. Saat bangun tubuhnya terasa lebih segar. Lelah yang di rasakannya semalam berkurang banyak.Dia merenggangkan tubuh untuk mengendurkan ototn

  • My Favorit Servant   104. Pernikahan

    Arinda sudah bangun sejak subuh. Lima orang dari salon yang sudah dua hari ini merawatnya, membantunya menyiapkan diri. Arinda seakan di permak, dari ujung rambut sampai ujung kuku kakinya di bersihkan dan di poles. Tak ada satupun inci tubuhnya yang terlewat. "Jam berapa acaranya akan di mulai?" Frianca, ibunya Reta bertanya. Sedari tadi dia dan anaknya duduk di ranjang Arinda, mengawasi perias pengantin yang mendandani Arinda. "Jam sebelas Nyonya Muda sudah harus menaiki Altar. Kurang lebih satu jam setengah lagi kita sudah harus sampai di sana." Frianca mengangguk paham setelah mendengar penjelasan dari salah satu staff sekretaris yang turut mengawasi persiapan untuk pengantin wanita. Dia yang di beri tanggung jawab oleh Deondra untuk memastikan semua persiapannya sempurna. Termasuk dalam riasan dan mengantarkan Arinda ke tempat acara pernikahan. Arinda terdiam selama proses merias. Dia menatap pantulan cermin yang menampilk

  • My Favorit Servant   Bab 103. Menuju Pernikahan

    Memasuki sebuah mobil yang terparkir di seberang jalan, dia membawanya pergi dari sana.Selama di negara bagian selatan setelah Tuan Mudanya memindahtugaskanya, Riza bertemu dengan orang baru. Orang-orang yang paham bisnis dan pintar dalam mengembangkan usaha.Dua bulan dia di sana, salah satu temannya mengajaknya untuk membuka bisnis kuliner. Kebetulan Riza pandai memasak, bakat peninggalan setelah dia menjadi pelayan selama delapan bulan di rumah Deondra. Menggunakan hal itu, dia menerima ajakan temannya dan mulai terjun dalam dunia bisnis perkulineran. Dan bisnis barunya di terima dengan baik di kalangan rakyat negara itu, hingga saat ini mulai naik.Sampai di depan gerbang pemakaman tingkat tinggi, Riza memarkirkan mobilnya dan menemui seseorang yang di hormatinya itu."Saya sudah melakukan perintah Anda, Tuan Muda." Melepaskan alat penyadap di telinganya yang sengaja dia pasang atas perintah Deondra.Deondra terse

  • My Favorit Servant   Bab 102. Riza

    Deondra duduk di depan Recath, sambil menikmati teh hangat buatan Arinda.Menatap arah luar, gadisnya itu sedang bercerita dengan kedua temannya. Entah apa itu, tapi sepertinya sangat seru, hingga mereka sesekali tertawa."Pernikahan kami akan terjadi tiga hari lagi, Ayah. Sampai saat ini Arin belum ku beritahu," ujarnya sambil menatap wajah Ayah gadisnya itu."Baguslah, semakin cepat semakin baik. Usia kehamilan Arinda minggu depan masuk bulan kelima. Setidaknya dia sudah ada yang menjaga."Deondra tersenyum, menerawang hidupnya yang akan bahagia dengan keberadaan istrinya yang sedang hamil bayinya itu. Malamnya takkan sendiri lagi, tidurnya sudah ada yang menemani. Dan satu lagi, dia akan mendapatkan perhatian dan juga kasih sayang, seperti yang di lakukan ibunya pada ayahnyaa. Mungkin akan berbeda, tapi itu tetaplah menjadi sebuah hal yang sama."Arinda masih muda, sedikit labil dan juga rapuh. Jika nanti setelah me

  • My Favorit Servant   Bagian 101. Ulang Tahun

    Meraba-raba bagian depan, Arinda tak dapat melihat apapun. Dua matanya di tutup Deondra, hingga membuatnya tidak tahu akan di bawa kemana."Masih jauh?" Arinda bertanya, masih ragu untuk melangkah."Tidak, hampir sampai." Deondra berkata, masih meminta Arinda melangkah maju."Sudah? Aku sudah lelah, Deon.""Sebentar lagi, Sayang. Majulah, beberapa langkah lagi."Arinda menyerah, dia tak bertanya lagi dan memilih untuk terus berjalan. Sesaat, Deondra menahan lengannya dan membuat langkahnya berhenti."Sudah sampai?""Sudah.""Lepaskan ikatan ini," pintanya membuat Deondra tersenyum.Dia melepaskan ikatan kain yang menutup matanya. Mengerjabkan matanya pelan, dia melihat sebuah gedung yang amat familliar di matanya. Beberapa gaun pengantin dan juga rancangan-rancangan ibunya tersusun di sana, beserta satu pita berbunga-bunga indah yang membentang dari satu sisi pintu ke sisi lainnya.&nbs

  • My Favorit Servant   Bab 100. Noda (21+)

    Mengait mie dengan sumpit, Arinda memakannya panjang-panjang. Uap mie yang masih panas itu seakan tak terasa di mulutnya akibat suhu dingin yang di sebabkan oleh salju.Hari ini mereka berdua tengah makan di sebuah restoran kaca. Bunga dan rumput hias menjalar bergantungan bersamaan dengan onggokan salju di atas atap kotak-kotak tempat mereka berdua menghabiskan makanan.Sepanjang jalanan terbuka di penuhi salju, bahkan rumah-rumah penduduk banyak yang tenggelam karena salju yang lumayan lebat. Tak terkecuali rumah Arinda, semalam dia harus memanggil pembersih salju untuk mengurangi tumpukan benda putih itu di halaman depan rumahnya."Boleh aku bertanya?" Arinda memasukkan lagi mie setelah berkata.Selama kehamilan, gadis itu sangat suka makan mie. Tapi bukan mie sembarangan, mie yang di makannya khusus buatan cheff ternama yang sudah di pastikan kesehatannya."Kapan aku melarang," ujar Deondra, sambil menarik tissue d

  • My Favorit Servant   Bab 99. Pernyataan Cinta

    Deondra ikut tertawa kecil, dia suka saat Arinda tidak canggung jika menggoda dan membuatnya kesal. Merentangkan tangannya di sandaran sofa, dia kembali mendengar ucapan gadis itu."Anda mengatakan ada yang ingin di tunjukkan pada saya beberapa hari lalu, 'kan? Sampai sekarang kok belum ada tanda-tandanya, Tuan?"Deondra berpikir sejenak. "Oh iya, soal itu. Em, akan kutunjukkan nanti kalau saatnya sudah tiba. Kau santai saja dan bersenang-senanglah.""Hmm, oke. Sudah dulu, ya, Tuan. Kami akan segera berangkat, sampai jumpa.""Kau berharap berjumpa denganku, ya?" Sengaja berlama-lama, Deondra mengulurkan pembicaraan."Lah, bukannya Anda datang ke rumah ini tanpa di undang? Jadi, bukan saya yang berharap bertemu, tapi Tuan yang selalu beralasan rindu.""Memang kenyataannya begitu. Nanti kau akan merasakannya jika kau sudah jatuh cinta padaku," ujarnya dengan nada yakin."Hmm. Sudah, ya, Tuan. Bye!"Deondra

  • My Favorit Servant   Bab 98. Makan Banyak

    "Benar-benar mereka itu," ucap Recath tak bisa menyembunyikan perasaan hangat, saat mobil Deondra sudah melaju di depannya.Arinda diam, masih memegang dorongan kursi roda ayahnya. Mereka berdiri di depan rumah, mengantar kepergian Deondra dan Alrix yang habis merusuh sarapan pagi mereka."Begitulah sifat Deondra yang dulu, Arin." Recath berkata, menyadarkan Arinda yang tengah termenung di belakangnya. "Dia ceria dan juga penuh kasih sayang. Kamu dengar tadi, dia datang hanya untuk memastikan kamu sarapan pagi. Dia tidak makan sedikitpun sebelum Ayah memaksa."Arinda tersenyum, mendorong kursi roda ayahnya ke halaman. "Dia memang baik, tapi kadang menyebalkan."Merengut kecil, Arinda berkata lagi. "Dia tidak seharusnya seposesif ini. Nanti kalau Arin bosan bagaimana?"Recath terkekeh kecil. "Begitulah seseorang yang sudah di mabuk cinta, bisa saja berlebihan. Kalau kamu tidak suka, katakan jangan diam saja," ucap Recath tapi

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status