Share

Bab 9. Rindu

Seketika seluruh isi Bar yang dimasuki oleh Deondra hening. Padahal tadi musik berdentum memekakkan telinga. Bahkan para bartender dan juga wanita penghibur yang awalnya meliuk-liukkan tubuh seksinya di lantai dansa juga ikut melihat kearah pintu. Tak percaya dengan tatapan mata mereka yang menampilkan sosok Deondra. Pria dewasa yang amat berpengaruh di seluruh kota. Perusahaannya yang besar dan bercabang-cabang, cukup membuat namanya tersohor dan sosoknya amat di kenali di seantero kota. 

Kabar tentang Deondra yang menjauhkan diri dari hiburan malam, para wanita dan dunia luar cukup besar hingga sampai ke telinga masyarakat yang mengenalinya. Bahkan ada yang menyebarkan berita bahwa Deondra bersumpah untuk tak lagi ingin jatuh cinta. Sikapnya yang berubah 180° itu berhasil membuat orang-orang yang mengaguminya menjadi kecewa. Pasalnya dulu Deondra adalah seumpama malaikat tak bersayap yang rajin menyebarkan kebaikan dan juga tatapan penuh kasih sayangnya pada semua orang. Deondra sempat di cap sebagai orang terbaik di penjuru kota, pemuda yang paling ringan tangan dalam memberi dan juga idaman para ibu untuk putri mereka. Tapi sayangnya, semua sifatnya yang sempurna dan baik itu hilang. Deondra menjelma menjadi seorang pria tak tersentuh akhibat kematian kedua orang tuanya empat tahun silam. 

Menyadari kedatangannya yang mengejutkan semua pengunjung bar. Deondra acuh tak acuh dan mulai melangkahkan kakinya kearah sofa yang sudah di duduki dua orang lelaki yang berumur sepantaran dengannya. Akan tetapi, tak jauh dari para pengunjung lain, kedua orang lelaki yang tengah duduk itupun tercengang tak percaya. Mereka yang belum benar-benar mabuk dapat mengenali dengan jelas, siapa sosok yang tengah berdiri tegak di hadapan mereka ini. 

"Tuan Muda!" Alrix menerobos masuk, berlari kearah Tuan Mudanya yang tengah berdiri diantara dua sofa. 

"Tuan Muda, ada yang salah dengan Anda?" tanya Alrix, tak percaya dengan apa yang dilihatnya. 

Alrix saja yang merupakan sekretaris, asisten dan orang terdekat Deondra saja bingung. Bagaimana tidak dengan orang lain? 

"Deon, ka-kamukah itu?" Salah seorang temannya bertanya, menatap wajah dingin Deondra. 

Mereka berdua bangkit, mendekati Deondra yang tak bergeming di tempatnya. Tatapan mata Deondra menelisik beberapa sudut, tak ada yang berubah, semua interiornya masih sama dengan apa yang dilihatnya empat tahun silam. 

"Deondra, kamu baik-baik saja, bukan? Apa yang membawamu kemari?" Takut-takut satu lagi bertanya, tapi Deondra hanya tersenyum tipis. 

Mengalihkan pandangan kearah Alrix, Sudash bertanya pada sekretaris pribadi Deondra yang juga ikut bingung. 

"Alrix, apa yang telah terjadi padanya? Kenapa dia ada disini?" Sudash bertanya tapi tak mendapat jawaban. 

Alrix sendiri tak tahu apa penyebab datangnya Deondra kemari. Tempat yang amat bersejarah dalam hidupnya dan tak lepas dari kejadian pahit empat tahun lalu. 

Ya, tempat ini adalah tempat Deondra dan Anne bertemu. Tempat dimana perasaan cinta di hati mereka timbul lalu mulai menjalin kasih dengan bahagia. Hanya dua tahun mereka berhubungan, Deondra yang saat itu masih bisa diajak bicara dengan sesama manusia, menjadi pasangan yang paling romantis dengan wanitanya, Anne. Tapi, siapa sangka takdir kelam menghampirinya? 

Setelah bertemu dengan Anne di tempat ini, di sini juga hubungan mereka berakhir. Anne tertangkap di sini dalam misi pelariannya. Dibawa oleh pihak berwajib, tapi sayangnya dia berhasil kabur sebelum di masukkan ke dalam penjara. Deondra tak menutup kasusnya, hanya saja Deondra membiarkan Anne berlari sejauh mungkin dan tersiksa sebagai buronan hingga akhir hidupnya nanti. Dari sanalah timbul sifat angkuh dan juga kejamnya, berawal dari pengkhianatan dan juga penipuan yang dilakukan oleh kekasihnya sendiri. 

"Lanjutkan pestanya. Katakan pada mereka, Alrix!" 

Singkat, padat dan angkuh suara Deondra keluar. Membuat Alrix yang masih tak percaya dengan apa yang di lihatnya, kini tak percaya dengan apa yang di dengarnya. Tapi tak ada yang bisa dia lakukan selain hanya menunduk dan langsung memberi kode pada pemutar musik untuk melanjutkan apa yang tertunda. Setelahnya, Alrix langsung berjalan cepat, mengikuti Alrix ke lantai atas, ruangan khusus milik Deondra yang sudah empat tahun tak dilihat olehnya. 

"Tuan Muda, ada yang Anda butuhkan?" tanya Alrix sopan, dia menghampiri Deondra yang sudah duduk di sana. 

Dua buah gelas yang tertata di atas meja bundar itu diraih oleh Deondra. Dia mengalihkan pandangannya pada Alrix yang langsung paham dengan apa yang dibutuhkan oleh sang Tuan Muda. 

Sebuah lemari kayu berbentuk persegi di bukanya, lalu mengeluarkan anggur dari sana. Dia menuangkannya ke gelas yang sudah di pegang oleh Deondra sedari tadi. 

"Semua orang terkejut melihat kedatangan Anda, Tuan." Alrix berkata, berdiri melihat Deondra yang sudah menghabiskan hampir separuh dari isi gelasnya. 

Deondra diam, tersenyum tipis mendengar ucapan Alrix. 

"Apa yang membuat Anda kemari? Kalau hanya ingin minum, Anda bahkan punya bar mini di rumah." 

Deondra tak langsung menjawab, dia juga bingung dengan dirinya. Rasanya, seperti ada perasaan rindu yang terselip di dalam hatinya akan tempat ini. Dimana, dulu dia amat bersuka cita menghabiskan malamnya dengan bersenang-senang dengan kedua temannya yang berada di lantai bawah tadi. Mereka hanya akan menghabiskan waktu, tidak ada bermain wanita dalam hidupnya. Dia amat setia pada Anne, walaupun tak menolak fakta bahwa ada banyak wanita yang tergila-gila dan berebutan ingin bisa duduk lebih dekat dengannya. 

Dan hal yang terjadi padanya dan Arinda di malam itu, adalah kejadian pertama bagi keduanya. 

"Aku hanya ingin mencari ketenangan." Deondra berkata dengan nada yang sudah sebulan ini tak di dengar Alrix. 

Dingin dan tak bernada. Tatapan mata Deondra pun berubah saat pertama kali masuk ke dalam bar ini lagi. Suara dentuman musik di lantai bawah, sayup-sayup terdengar di telinga, tapi tak mereka pedulikan. 

"Sebulan ini, jiwaku seakan tercampur aduk entah karena apa." Deondra menghela napas, meletakkan gelasnya yang sudah kosong. 

"Aku tak ingin lama-lama seperti itu. Aku bukan Deondra lemah dan bodoh seperti empat tahun silam," tandasnya, lalu memejamkan mata. 

Alrix tersenyum tipis, menyadari perubahan yang terjadi lagi pada Tuan Mudanya. Sosok tegap tinggi yang tengah duduk dan menyadarkan tubuhnya di sofa itu, mengeluarkan aura kesedihan yang cukup terlihat dan Alrix adalah orang yang paling sering melihatnya.

Sikap angkuh Tuan Mudanya itu berlaku untuk semua orang, termasuk dirinya. Namun, walaupun sering mendapat hinaan dan juga ejekan serius dari Deondra, Alrix hanya bisa menelannya. Dia paham, hal apa yang sudah membuat Tuan Mudanya berubah. Dan dia akan tetap ada di samping Deondra bahkan pada saat-saat yang lebih sulit. 

"Tidak ada yang mengatakan Anda lemah, apalagi bodoh, Tuan Muda," ucap Alrix sopan, tapi Deondra tak meresponnya. 

"Anda adalah seorang malaikat tanpa sayap bagi mereka yang mendapat uluran kasih sayang Anda. Bahkan, nama Anda sempat masuk menjadi The best of the best in town. Bukankah itu adalah peringkat yang bagus?" Deondra masih tak menjawab, walaupun sudut kecil hatinya mengakui hal itu. 

"Berhentilah bicara yang tidak penting," sahutnya kemudian dengan mata terpejam. "Itu hanya perbuatan konyol yang dilakukan oleh orang yang bodoh!" tambahnya membuat Alrix terdiam. 

Di pandanginya tubuh sempurna Deondra yang menyandar nyaman. Tersenyum tipis saat menyadari bahwa, tak semudah itu membuat Tuan Mudanya berubah. Dia harus berusaha lebih kuat lagi dan menjadi orang yang lebih sabar lagi. 

Bola mata Deondra terbuka, dia menatap Alrix sambil tersenyum tipis. 

"Tinggalkan botol anggur itu di sini, lalu keluarlah untuk mencari hiburan tersendiri untukmu, Alrix!"

Bersambung! 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status