Home / Romansa / My Goddamn Lover / Bab. 5. Terbakar Api Cemburu

Share

Bab. 5. Terbakar Api Cemburu

Author: AlphQueen
last update Huling Na-update: 2021-05-18 13:37:05

Setelah lebih dari lima menit menikmati lengkung merah jambu milik kekasihnya itu, Briyan belum juga berniat untuk menarik diri. Terlebih, Chika sama sekali tak melakukan penolakan apa pun selain hanya diam dan seolah pasrah. Perlahan, Briyan pun membuka mata yang sedari tadi terpejam. Ia melihat ketenangan, setelah tadi hanya ada gurat gugup di wajah Chika. Semakin yakinlah dia, kalau Chika sudah benar-benar menjatuhkan hati terhadapnya.

Perlahan pula, Briyan pun menyusupkan kedua tangannya itu ke balik punggung Chika. Niat hati, ia pun ingin menyusupkan tangannya itu ke balik baju yang Chika pakai. Namun, baru saja telapak tangannya itu menyentuh punggung, Chika langsung terenyak.

“Yang?” gumamnya, setelah bibir di antara mereka terlepas seketika. “Aku lapar,” katanya lagi, demi untuk mengalihkan hasrat, yang ia sendiri merasa menggebu-gebu. “Tadi, katanya kita mau makan siang, kan? Ayo!”

Tak menjawab apa yang dikatakan Chika, Briyan pun langsung menarik diri sambil berdeham. Lantas, ia pun menyalakan mobilnya segera yang kemudian ia lajukan saat itu juga. Sebenarnya ia paham betul dengan keterkejutan Chika. Tapi, sisi keras kepalanya seketika mendominasi dirinya juga. Sehingga, membuat ia begitu kesal karena reaksi Chika yang berlebihan. Padahal, ia hanya ingin mendekapnya saja tadi.

Hening.

Sepanjang perjalanan menuju restoran yang Chika sendiri tak tahu di mana, keduanya tak bersuara. Chika diam dengan kebingungannya sendiri, perihal sikap Briyan yang tiba-tiba berubah dingin. Sementara Briyan, lelaki bertubuh tinggi tegap itu diam dengan kekesalan yang masih sama.

Sesekali Chika berdeham. Tapi, ia tak mampu membuka mulut untuk bertanya, kenapa kekasihnya itu berubah. “Aku, kan, cuman nggak mau kalau hal tadi berlanjut sampai dia berani menyentuh anggota tubuhku yang lain. Kenapa jadi dia yang marah? Harusnya aku, kan?” batinnya.

Namun, karena tak enak hati, Chika pun akhirnya berani menatap wajah lelaki di sampingnya itu. Lama dan dalam, sampai akhirnya ia berucap lembut. “Kamu kenapa? Kok, tiba-tiba murung gitu? Aku ada salah?” tanyanya, beruntun.

Lama, situasi di antara mereka kembali hening, sebelum akhirnya Briyan menggelengkan kepala. “Nggak apa-apa. Kamu nggak salah, kok, Yang. Aku 6ang salah. Maaf, ya?” ungkapnya.

“Loh, kok, gitu?” Chika pura-pura tak paham. Padahal, otaknya sudah menangkap apa yang dikatakan Briyan perihal ciuman mereka tadi.

“Dahlah, Yang. Pokoknya aku minta maaf karena udah berani nyium kamu, nyentuh kamu. Maaf,” ungkap Briyan kembali. Yang kemudian sukses membuat Chika berubah menjadi merasa bersalah juga.

Chika pikir, mungkin Briyan hanya ingin memeluknya. Tapi, dirinya justru bersikap, seolah Briyan akan memperkosanya. Karena bingung harus bicara apa, Chika pun akhirnya kembali diam. Dia tak ingin salah bicara, yang mungkin justru akan memicu pertengkaran.

“Dimaafin, kan?” tanya Briyan setelah beberapa menit kembali hening. Ia melirik Chika sekilas. Berharap, kekasihmu itu akan semakin melunakkan hatinya.

“Udah aku maafin. Nggak apa-apa. Mungkin, aku juga yang terlalu takut,” balas Chika, sembari menarik kedua sudut bibirnya tipis.

Gadis itu tersenyum sembari meraih dan meremas sebelah jemari Briyan yang baru saja mengoper gigi. Membuat Briyan seketika tersenyum juga, kemudian balas meremas jemari Chika sebelum kemudian ia tarik dan kecup dalam-dalam.

“Makasih, Sayang.”  Briyan yang sedikit merasa senang pun bergumam sembari melirik Chika kembali. “Siap-siap, Yang. Bentar lagi kita sampai,” lanjutnya seraya kembali fokus melihat jalan. Ia pikir, lagi-lagi, dirinya kembali berhasil menarik simpati Chika.

***

Kesal setelah melihat Chika dan Briyan berciuman, Azka pun melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Ia membelah jalanan setengah ramai tanpa mengurangi rasa hati-hati. Namun, juga terkadang blank saking tertarik sepenuhnya isi pikiran pada apa yang ia lihat tadi. Hanya saja, Azka masih bisa menghindari kecelakaan yang mungkin saja dapat merenggut nyawa.

Sampai di kontrakan, Azka yang merantau dari desa di kota Sukabumi sana itu pun langsung memarkirkan motor, hasil dari kerja kerasnya menjadi seorang sopir pribadi Briyan, tepat di halaman depan kamarnya. Lantas, dengan langkah cepat ia pun membuka kunci terlebih dahulu sebelum masuk.

Panas akibat rasa cemburu, juga panas akibat cuaca siang hari di luar sana, membuat Azka merasa kebakaran sendiri. Sampai-sampai ia pun langsung membuka satu per satu yang ia pakai, sebelum akhirnya mengguyur sekujur tubuh dengan air di kamar mandi.

Berhenti sejenak, Azka memukulkan gayung yang digenggamnya itu ke atas air. Lantas, ia menenggelamkan kepala di sana untuk mendinginkannya, selama beberapa detik. Barulah setelah merasa pengap, Azka menarik kepalanya itu dengan sekali entakkan.

Air yang membasahi rambutnya seketika memuncrat, berhamburan menimpa dinding yang mengelilinginya. Azka menggelengkan kepalanya itu, kemudian ia menyapu air yang membuat perih matanya juga dengan gerakan cepat. Azka terengah karena napasnya terasa habis.

“Apa yang harus gue lakuin sekarang?” batinnya, seraya melanjutkan aktifitas mandinya itu. “Nggak mungkin juga kalau tiba-tiba, gue bilang kelakuan si Bos sama Chika. Jelas, dia nggak bakal percaya sama gue. Yang ada, gue pasti dipecat. Haish!”

Setelah membaluri kepalanya dengan shampoo, Azka beralih pada tubuhnya yang harus ia baluri sabun. Digosoknya keras-keras, saking terbawa perasaan. Dipikir, tubuhnya itu adalah Briyan yang sedang ia beri pelajaran.

“Tapi, gue takut kalau si Bos sampai berbuat macam-macam. Secara, si Chika nggak hanya cantik. Tapi juga lugu dan manis. Dia pasti mudah terperdaya oleh rayuan bulshit si Bos.”

Geram, Azka pun langsung meremas rambut penuh sabunnya. Lantas, kembali ia pun menenggelamkan kepalanya ke dalam air. Satu detik, dua detik, sampai akhirnya lima detik. Barulah setelah itu, Azka menarik diri dengan mulut menganga. Ia terengah karena hampir saja kehabisan napas.

“Gue harus bisa bikin mereka pisah lagi. Harus!” batinnya, kian geram pada keadaan karena ulahnya sendiri, sembari mengguyur tubuhnya lagi. “Bagaimana pun caranya. Terpenting, gue kagak dipecat!”

Karena sudah selesai, buru-buru Azka pun bangkit. Lantas, ia melilit tubuhnya itu dengan handuk yang seketika menutup perut sampai ke paha. Karena dirinya libur bekerja di hari Sabtu dan Minggu, tak ada kegiatan berarti setelah ini selain beristirahat setelah merasa begitu penat.

Namun, belum sempat Azka memakai baju, pintu kamar kontrakannya itu berbunyi. Seseorang mengetuknya dari luar. Azka bergidik, karena tak merasa ada janji dengan seseorang. Lantas, ia beranjak menuju tirai jendela untuk mengintipnya terlebih dulu.

Melihat siapa yang berdiri di depan pintu, seketika Azka mengernyit heran karena tumben orang itu main ke kontrakannya seorang diri. Ia pikir, mau apa temannya itu datang ke sana. Padahal, siang tadi, tak ada yang membuat mereka harus bertemu.

Karena belum memakai baju, Azka pun meminta waktu sebentar. Barulah setelah Azka berpakaian lengkap, ia langsung membuka pintu sambil berdecak malas. “Tumbenan. Ngapain lu ke sini? Sendiri pulak!” tanyanya

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • My Goddamn Lover   Bab. 22. Kalah Telak

    Dengan langkah kesal Bryan keluar dari mobilnya. Buru-buru ia pun membuka pintu untuk Chika yang juga masih merasa kesal terhadap kekasihnya itu. Sebenarnya Bryan bingung, sedari tadi dirinya tak juga mendapatkan ide untuk beralasan pada Chika.Diedarkannya pandangan, Chika melihat ke sekeliling. Rumah yang dikunjunginya itu benar-benar terlihat luar biasa di matanya. Bagaimana tidak? Lebih dari dua puluh tahun dirinya hidup di kampung, di mana rumahnya hanya memiliki empat ruangan. Dua kamar, satu ruang keluarga, dan satu lagi kamar mandi beserta dapur.Chika berdecak kagum begitu melihat bentuk rumahnya saja. Lebih kagum lagi, saat pandangannya disuguhi keindahan taman. Ada begitu banyak jenis tanaman bunga di sana. Pijakannya pun berumput dengan tinggi dan warna serupa. Rata dan hijau.Sesenang itu perasaan Chika saat hanya melihat rumah bagian depannya saja. Bahkan, ia sampai terbengong saking terhipnotis oleh kemewahannya. Juga lupa akan tujuan datang ke sa

  • My Goddamn Lover   Bab. 21. Skenario Tuhan

    “Emang brengsek si Bryan!” umpat Mika, seraya merangkul Monika yang terguguk sambil menangkup wajahnya rapat-rapat. Sebenarnya Monika malu saat melabrak Bryan. Tapi, demi untuk membongkar kebusukannya di hadapan semua orang, gadis yang tak lagi perawan itu mampu menahan setiap tatap yang mengarah heran padanya. Bahkan, saat Bryan justru menghinanya, Monika tetap berdiri tegak di sana. Hanya saja, setelah Bryan pergi, kekuatan yang diciptakan Monika seolah runtuh perlahan. Tubuhnya itu tiba-tiba melemas dan hampir tumbang kalau saja Mika tak sigap menahannya. Lantas, Monika pun tersedu sedan di pundak temannya itu. “Dia benar-benar pecundang! Karena lelaki sejati, tak mungkin mempermalukan apalagi sampai melukai perasaan seorang wanita.” Mika kembali mengumpat. Bahkan ia sampai mengepal kuat, saking gemas dan ingin melayangkannya pada Bryan jika saja lelaki yang dibenci olehnya itu tak kabur. Ia kemudian menenangkan dirinya dulu, sebelum akhirnya berus

  • My Goddamn Lover   Bab. 20. Kisah di Masa Lalu

    Setelah melewati waktu hanya berdua saja, Bryan yang merasa perutnya lapar itu pun mengajak Chika untuk makan di luar. Lagi pula, diam di kontrakan membuatnya kepanasan. Panas yang tak lain karena lagi-lagi tergoda oleh setiap gerak-gerik Chika. Bahkan, hanya dengan melihat senyum Chika, Bryan merasa sangat ingin menciumnya. Sampai di sebuah restoran cina yang lumayan jauh dari lokasi kontrak Chika, Bryan pun langsung memesankan beberapa porsi makanan untuk mereka santap. Chika yang tak pernah menginjakkan kakinya di restoran seperti itu selain dengan Bryan pun hanya mengangguk saja, setuju dengan apa yang dipesankan Bryan. Sementara itu, tak jauh dari tempatnya Chika dan Bryan duduk, sekumpulan wanita sedang asyik mengobrol seraya menikmati hidangan makan siang mereka. Saat salah satu di antaranya bicara, yang lain mendengarkan sambil tertawa-tawa kecil dan riang. Silih berganti bercerita, perihal pasangannya masing-masing. “Kita semua udah cerita. Sekarang

  • My Goddamn Lover   Bab. 19. Jangan Menangis

    Hening seketika menguasai ruang berukuran tiga meter persegi, di mana hanya ada Bryan dan Chika di dalamnya, saat Bryan benar-benar sudah mencapai puncaknya kepuasan. Chika bergeming, masih dalam posisi sama. Dengan mulut penuh juga, sebelum akhirnya Bryan yang menuntunnya untuk menarik diri.Chika menelan ludah bercampur cairan asin yang memenuhi mulutnya dengan susah payah. Ia juga menyeka kedua sudut bibirnya itu sebelum kemudian Bryan membantunya menyapu cairan bening yang sedari tadi meluncur dari kedua sudut matanya.“Kamu nangis, Yang?” Bryan bersuara pelan sekali seraya menuntun Chika untuk kembali duduk sampingnya. “Maafin aku,” sambungnya, seraya menyapu sisa-sisa air mata di pipi Chika. “Kamu pasti nggak suka—“Belum sempat Bryan menyelesaikan kata-katanya, Chika menggeleng sembari meletakkan telunjuknya itu di bibir Bryan. “Bukan. Bukan karena itu.”“Lalu?” Bryan pun menatap Chi

  • My Goddamn Lover   Bab. 18. Hanya Satu Kesempatan

    “Chika nggak ngampus?”Di kantin, setelah Azka dan Maya menyelesaikan jam pelajarannya, mereka mulai membahas Chika. Pasalnya, Azka memang tak melihat gadis itu sejak pagi. Namun, tatapannya itu enggan mengarah pada Maya. Azka terus saja melihat ke sekitar.Maya yang tak menginginkan pembahasan perihal Chika pun berdecak seraya menyeruput minumannya. Dalam hati bahkan ia meracau, kalau Azka benar-benar keterlaluan. “Yang ada di hadapannya aku. Tapi, yang ditanyain si Chika. Yang di hadapannya juga aku. Tapi, yang dilihatnya justru orang lain. Astaga! Dia ini benar-benar menguji kesabaranku.”“Ditanya juga!” ucap Azka kembali. Karena Chika sudah menjadi kekasih bosnya, Azka memang menjadi jauh lebih segan untuk mengirim pesan, apalagi jika hanya sekadar menanyakan masuk kuliah atau tidaknya. Itu kenapa, ia terpaksa bertanya pada Maya. Meski, tidak adanya Chika di sana, memanglah sudah pasti jawabannya. Namun, Azka ingin mengeta

  • My Goddamn Lover   Bab. 17. Bersitatap

    “Aku nggak pernah merasakan hal semacam ini sebelumnya. Apa mungkin kalau aku beneran jatuh cinta sama Chika?”Sepanjang menjelajahi setiap sudut bibir kekasihnya, Bryan terus saja menatap wajah Chika yang seolah pasrah. Dalam hatinya bergumam tentang sebuah rasa yang ia sendiri belum pernah merasakan gejolak juga debar selain hanya nafsu semata saat berciuman.Dieratkannya pelukan yang Bryan lakukan sedari tadi. Ia bahkan terpejam lagi, setelah sedari menatap wajah polos Chika. Gadis dalam dekapannya itu terenyak sampai membuka mata yang sedari tadi terpejam saking asyiknya terbawa suasana romantis mereka.Jika tadi Bryan yang menatap penuh rasa terhadap Chika, sekarang giliran Chika yang menatap lekat wajah kekasihnya itu dengan perasaan dipenuhi pertanyaan. “Apakah benar kalau dirinya ini mencintai aku? Tuluskah, atau hanya sekadar melampiaskan hasrat yang sebenarnya sama sekali tak tepat?” batinnya tanpa mengalihkan tatapan, juga tanp

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status