Share

My King's Baby
My King's Baby
Author: Dijeonie

01| Biar Aku Ambil Alih Hidupmu

Thana Yudistia harus menelan kepahitan hidup sebagai anak haram yang kehadirannya tidak diinginkan. Hatinya terasa begitu hancur ketika sang Ayah mengusirnya dari rumah keluarga Thorne saat berusia 15 tahun. Ya, Thana tidak mendapatkan nama dari keluarga Ayahnya, hal seperti itu tidak berlaku untuknya.

Keluarganya telah membangun rumah kayu kecil di tepi hutan. Rumah itu telah melindungi Thana dari dinginnya malam, panasnya siang, dan kengerian hutan. Jarak tempuh menuju pedesaan yang jauh membuatnya benar-benar terasing dan hanya dua minggu sekali ia pergi untuk membeli bahan makanan dari uang yang Ayahnya berikan setiap bulan. Tapi, sekarang tidak lagi.

"Apa dia bilang? 'Aku tidak akan mengirimimu uang lagi! Kamu sudah dewasa, bekerja atau menikahlah dan hasilkan uang sendiri! Putriku Marletta yang cantik membutuhkan banyak uang untuk debutnya dilingkungan sosialita para bangsawan.' Begitukah?"

Thana menekan dadanya yang terasa sesak, "Aku juga putrimu. Kalau Ibu tidak meninggal karena melahirkanku, apa semuanya akan berbeda?"

Gemuruh angin yang mengantarkan awan hitam membuat suasana di sekelilingnya semakin menyedihkan.

Air mata yang berusaha ia tahan akhirnya pecah, bersamaan dengan turunnya hujan. Dia sering mendengar kalimat bahwa, 'Setiap kehidupan memiliki tujuan dan semua yang terjadi pasti memiliki makna tersembunyi. Hanya karena kamu tidak mengerti, bukan berarti tidak memiliki arti.' walaupun sudah dipikir berkali-kali, Thana tetap tidak menemukan arti apapun selama 23 tahun hidupnya.

"Haruskah aku mengakhiri semua ini?" Thana berjalan keluar rumah.

Hujannya begitu lebat. Thana berdiri di ambang pintu dengan pakaiannya yang lusuh. Suara guntur dan kilat yang menyambar-nyambar tidak lagi membuatnya takut, ia tidak lagi berlari lalu, sembunyi.

Dengan pikiran yang berkecamuk, Thana berlari ke bawah guyuran air hujan dan pergi tak tentu arah. Sekeras apapun tangisannya, hujan yang bergemuruh menelan suaranya.

Thana terus berlari dengan kaki tanpa alas, lalu sampailah ia di tepi sebuah danau hitam yang sangat luas. Thana menunduk, menatap pantulan wajahnya yang bergoyang akibat hujan yang menimpa permukaan air danau. Entah sedalam apa dan makhluk apa saja yang hidup di sana, setidaknya mereka tidak sendirian.

Sulit baginya untuk tetap berdiri tegak ketika dunia sendiri telah berpaling darinya. Thana tidak pernah mengharapkan apa-apa pada kehidupan, hal yang paling mewah yang ia inginkan hanya sebuah pengakuan. Lupakan tentang cinta dan ketulusan dari seorang pria, Thana hanya menginginkan kasih sayang dari sebuah keluarga, dari sang Ayah dan itupun tetap tidak bisa Ia dapatkan.

Orang lain hanya perlu dilahirkan untuk mendapatkan orang tua, berbeda dengan dirinya yang tetap sendirian walau sudah 23 tahun menjalani kehidupan.

"Mau dilihat dari sisi manapun, kehidupan ini tidaklah adil. Rasanya... Ra-rasanya Tuhan pun membenciku..." Thana menundukkan kepala semakin dalam.

Sungguh menyesakkan. Setelah dilahirkan atas keegoisan orang dewasa, seorang Thana harus menanggung hukumannya. Tidak ada yang mau memandang atau menjadikannya teman ketika Marletta menyebarkan rumor buruk tentang pencurian yang tidak pernah ia lakukan.

"Ma... kita akan segera bertemu," hatinya berucap sambil menguatkan tekad dengan kaki kanan yang sudah siap meluncur ke dalam danau.

"Kau mau melempar tubuhmu ke dalam air itu?"

Deg.

Thana sontak saja berbalik dan mendapati seorang pria yang berdiri di samping kuda hitam.

"Kau- kau siapa?" Thana menatapnya dengan penuh curiga dan antisipasi.

Pria itu melepas topinya, "Kau takut padaku, padahal kau berniat untuk mengakhiri hidupmu beberapa saat lalu? What a joke."

Benar, memang itu niat Thana. Seakan diingatkan, ia kembali berbalik menghadap danau dan melanjutkan niatnya.

"Tuhan, aku- AAAAKH!" Mata Thana membola ketika tubuhnya didorong kedepan. "Oh?" Ia belum menyentuh air.

Pria itu sengaja mendorong Thana, lalu mencengkeram lengan kirinya agar tidak terjatuh ke dalam air. "Kenapa berteriak? Kau takut?"

Tubuh Thana membeku dengan posisi yang hanya tinggal beberapa senti saja untuk tercebur ke danau. Untuk kesekian kalinya pria asing itu menyadarkannya bahwa ia tidak benar-benar ingin mati. Tidak. Thana hanya ingin melepaskan seluruh beban dan rasa sakit yang selama ini dirinya tahan sendiri.

Tangisan Thana kembali pecah, tubuhnya bergetar dan ambruk ke atas tanah.

"Kalau kau berani untuk mengakhiri hidup, gunakan keberanian itu untuk bertahan." Ucap si Pria, "Terdengar seperti omong kosong, kan? Terdengar seperti menyepelekan, bukan begitu? Sekarang mungkin iya, tapi setelah keadaanmu lebih tenang, kau akan merasa bahwa kalimat itu ada benarnya."

Pria itu memakaikan topinya pada Thana yang semakin bergetar dalam tangisannya. Kemudian, ia berlutut di sana, menatap seorang gadis malang yang putus asa.

"Daripada membuang hidupmu secara percuma, lebih baik berikan saja padaku. Tentu saja dengan harga."

Thana mengangkat wajahnya, "Ap-apa maksudmu?"

"Akan aku jelaskan, tapi tidak dibawah guyuran hujan." Pria itu berdiri, "Ikutlah denganku," ajaknya mengulurkan tangan.

Thana menatap uluran tangan itu. Dia ragu. Tapi ia juga tidak punya alasan untuk merasa takut, apalagi setelah berniat untuk mengakhiri hidup.

"Tapi, kau siapa?"

"Apa kau akan ikut jika aku menjawabnya?"

Thana mengangguk.

"Alzen Hamilton."

Alzen Hamilton? Thana membeku saat menyadari nama itu. Nama yang beberapa bulan terakhir ini ramai dibicarakan dengan berbagai macam rumor.

"Yang Mulia? A-anda... Raja baru kami?"

"Belum. Harus ada penobatan untuk itu." Alzen membantu Thana untuk berdiri, lalu menuntunnya ke arah kuda yang ia tinggalkan demi menghentikan niatan gadis malang dari kematian.

Thana terlihat masih kebingungan, ia tidak percaya dengan apa yang sedang terjadi saat ini.

Belum sempat tersadar, Alzen susah memangku tubuh kecil Thana dan membantunya naik ke atas kuda. Kemudian, ia menyusul naik.

Sesaat kemudian, kuda hitam itu berlari, menembus derasnya air hujan dan angin yang berhembus kencang.

"Bertahanlah," Alzen merengkuh tubuh Thana yang menggigil dengan tangan kirinya, "Tenda perburuanku tidak terlalu jauh,"

Thana hanya diam, merasakan rasa lelah yang menjalari diseluruh tubuhnya.

Ia sudah tidak memedulikan apa yang akan terjadi, entah Alzen benar-benar muncul untuk membantunya atau sebaliknya.

Kepala Thana terasa semakin berat, hujan yang menimpa membuat rasa pusingnya semakin menjadi.

"Are you okay? Hey, jawab aku," Alzen tidak mendapatkan jawaban, "Shit." Ia mempercepat laju kudanya.

Dan dari kejauhan, para staf kerajaan yang menunggu kemunculan Alzen langsung bergegas menghampiri calon raja mereka itu dengan payung dan handuk kering.

Semua orang tertegun melihat Alzen datang bersama seseorang di dalam dekapannya, seorang wanita.

"Perburuan sudah selesai. Besok kita pulang." Kata Alzen sembari turun dari atas kuda. "Dan ya, aku ingin menyetir sendiri saat pulang nanti."

"Pangeran, wanita ini... Dia siapa?"

"Bawa ke dalam tendaku dan minta pelayan wanita untuk mengurusnya." Titah Alzen yang kemudian berlalu pergi tanpa memberikan jawaban.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status