Dua hari sudah berlalu begitu saja.
Leira masih tidak bisa beristirahat dengan baik atau setidaknya berhenti sejenak untuk memikirkan Julian, tapi kemarin malam Leira langsung drop dan mau tidak mau dirinya harus berbaring di rumah sakit, saat membuka mata Leira hanya melihat bagaimana kosongnya rungan ini.
Mungkin seharusnya sejak kemarin Leira meminta untuk pulang saja, dia tidak bisa beraktivitas jika pikirannya terganggu, dan belum lagi penyesuaian jam makan yang menyiksa dirinya, mengubah pola makan bukan baik.
Leira hanya bisa menghela nafas, dengan tubuh lemas dirinya paksakan untuk terduduk di ranjang, tangannya terulur mengambil ponselnya yang tergeletak di atas laci di samping ranjang, hanya menyala dan menatap layarnya sana.
Leira sudah bisa menebak jika tidak akan pesan atau panggilan dari pria itu, padahal Leira berharap apa sesuatu walau itu hanya sebuah pesan singkat, apakah sudah terjadi sesuatu pada pria itu? apakah itu sebuah hal buruk?
Gadis itu mengusap dada bagian dirinya, aneh setiap kali memikirkan Julian selalu saja dadanya terasa sesak, dan membuatnya tidak ingin terus ada di sini, feeling mengatakan dia harus segera kembali dan menemui Julian.
“Leira!” Panggil Merry, dengan koper yang masih dibawa Merry langsung melangkah masuk ke dalam dan memberikan pelukan hangat pada putrinya, kemarin malam Keira menghubunginya dan menjelaskan apa yang terjadi pada Leira, tanpa berpikir panjang Merry memutuskan untuk langsung terbang ke sini.
“Ibu, aku sangat merindukanmu,” Ucap Leira, dia sedikit merasa baik karena setidaknya dirinya bisa bertemu dengan Ibunya, walau dia berharap ada seseorang yang kembali membuka pintu dan seseorang itu adalah Julian.
“Oh putriku, kau pasti kesulitan di sini, maafkan ibu sayang,” Ucap Merry, dia melepaskan pelukannya dan mengusap wajah putrinya, lalu melihat kondisi Leira yang begitu pucat dan lemas, Merry jadi teringat bagaimana seringnya Leira sakit saat kecil.
“Ibu, aku baik-baik saja,” Ucap Leira, tatapannya teralihkan saat knop pintu sepertinya akan terbuka, dia sudah bersiap untuk tersenyum karena mungkin saja itu Julian, tapi yang dirinya lihat adalah sang kakak, kesedihan semakin menyelimuti hatinya.
‘Dimana kamu Julian? Kamu baik-baik saja?’
Dengan sedikit paksaan Leira membuat dirinya untuk tersenyum ke arah Ibu dan kakaknya, keluarganya ada di sini bersamanya tapi kenapa hatinya terasa begitu kosong, dia masih berharap seseorang datang untuk menghilangkan keresahan ini.
“Dokter mengatakan kamu bisa pulang nanti siang, kamu sudah merasa baik?” Ucap Keira, sang kakak berdiri tepat berseberangan dengan sang Ibu, mungkin karena masih belum terbiasa dan Keira masih canggung untuk interaksi begitu dekat.
“Aku sudah merasa baik,” Balas Leira, sebenarnya dirinya masih merasa lemas dan sedikit mual, tapi saat ini Leira tidak ingin lebih lama disini,Leira kembali menoleh ke arah sang Ibu.
“Ibu, apakah Julian tidak ikut bersamamu?” Tanya Leira, jika memang Julian tidak bisa di hubungi, mungkin saja Ibunya sempat bertemu dan tahu keadaan pria itu, karena sungguh perasaan buruk ini terus menghantui Leira selama beberapa hari setelah insiden itu.
Merry terlihat terkejut, jadi sebelum pergi ke sini Tuan Grew pernah menghubungi dirinya dan menanyakan keberadaan Julian dan kemarin berita mengatakan jika ada insiden kecelakaan yang melibatkan banyak korban dan salah satunya Julian, haruskah Merry menceritakan apa yang terjadi pada Julian.
“Tidak, beberapa hari ini Ibu memiliki banyak urusan tapi tidak pernah bertemu dengan Julian." Dengan terpaksa Merry menggelengkan kepalanya, jika Leira tahu berita suaminya mungkin dirinya akan memaksa untuk langsung ingin bertemu dengannya, setidaknya Merry ingin Leira sedikit membaik, atau dia bisa memberitahunya nanti setelah mereka dalam perjalanan pulang.
“Pekerjaanku sudah selesai, Ki—kita bisa pulang hari ini,” Ucap Keira, dia tidak akan menyangka jika hal ini bisa membuat mereka bersama kembali, dan betapa canggungnya saat Keira menghubungi sang ibu kemarin malam, tapi—karena hal itu bisa membuat dirinya kembali membangun keakraban dengan Ibunya.
Leira tersenyum lebar, rasa lemas dan mual hilang begitu saja, dengan senyuman itu Leira terus menatap ke arah sang kakak, “Terima kasih kakak Keira,”
Ketiganya larut dalam kehangatan yang tidak pernah ada sebelumnya, hingga kegiatan itu harus terusik oleh kehadiran seorang yang membuat ketiganya menoleh ke arah pintu.
“Permisi, aku hanya akan mengantarkan sarapan pagi untuk Nona Leira dan beserta obatnya,” Ucap seorang suster yang ditugaskan untuk memberikan obat dan sarapan untuk setiap pasien, dia meletakkan nampan di atas meja laci milik Leira.
“Terima kasih suster,” Ucap Leira.
“Sekarang makanlah, kamu ingin segera pulang bukan? jadi ayo habiskan,” Ucap Merry, dia meletakan nampan itu di atas pangkuannya, dia memutuskan untuk menyuapi putrinya.
Leira hanya mengangguk dan menerima saat sang ibu memberikannya satu sendok ke arah mulutnya, Leira sudah tidak sabar untuk kembali bertemu dengan Julian, haruskah Leira memberikan kejutan padanya, dia juga sudah menyiapkan hadiah untuk pria itu.
‘Aku sudah tidak sabar ingin segera bertemu denganmu, Julian.’
*******
Kini ketiga wanita itu sudah berada di dalam bandara Internasional Los Angeles, mereka memilih penerbangan siang hari dengan jarak tempuh sembilan jam, karena biasanya perkiraan waktunya seperti itu antara sembilan sampai dua belas jam.
Mereka menunggu untuk giliran mereka masuk ke dalam pesawat, setelah meletakan koper milik masing-masing, ketiga sibuk dengan ponsel di tangan mereka, Leira langsung menanyakan kabar Asyla dan masih terus menghubungi Julian atau Jake.
Degup jantung Leira berpacu dengan sangat cepat saat melihat link berita yang Asyla berikan, dia menjauhkan ponselnya dan menatap tidak percaya dengan artikel yang menulis tentang Julian, dengan gemetar Leira kembali mengambil ponselnya.
“Leira, apa yang terjadi? kau terlihat begitu tegang?” Tanya Sang kakak, tatapan Keira langsung teralihkan oleh apa yang ada di dalam ponselnya dan terlihat nama Julian dalam artikel itu.
“Jul—Julian, kecelakaan! Tidak—mungkin,” Leira menutup wajahnya dan menangis saat itu juga, dia tidak tahu harus mengatakan apa dan harus menyampaikan apa lagi, jadi pikiran buruk itu benar tapi—kenapa saat dirinya tidak ada disamping pria itu dan saat Julian menyatakan perasaannya.
Merry langsung memeluk putrinya, dia sudah tahu jika ini akan terjadi, Leira sudah terikat dengan pria itu seperti ikatan benang merah, jadi Merry tidak bisa menunggu lebih lama lagi dan ini sungguh menyakitkan jika suatu hari mereka harus berpisah, padahal perasaan tidak boleh terlibat di sana.
“Setelah sampai kamu bisa langsung menemuinya, kita tidak tahu apa yang terjadi, jadi Leira harus mengerti dan jangan menyalahkan dirimu,” Ucap Merry, dia mengusap punggung putrinya, entah kenapa Merry semakin takut jika Leira akan terluka suatu hari.
Sejak awal kebohong dan perjodohan itu sudah lama, dan kini Leira semakin jatuh pada penderitaan yang menanti dirinya.
Leira sampai di bandara pada pukul 4 sore.Padahal kondisi masih sedikit parah dan seharusnya dia beristirahat, tapi Leira meninggalkan bandara begitu saja tanpa menunggu diantar oleh ibu atau kakaknya, dengan masih membawa kopernya, Leira duduk tidak tenang di dalam taksi, padahal sudah sore hari tapi kenapa suasana masih ramai dan bahkan jalan cukup macet hari ini.Dia mengeluarkan ponselnya dan mencoba menghubungi Julian kembali, tapi tetap saja panggilannya tidak diangkat.“Pak, apakah kita masih lama?” Tanya Leira, dia ingin segera bertemu dengan Julian, dari berita yang dirinya baca jika kecelakaan itu terjadi dua hari yang lalu, itu berarti seharusnya kondisi Julian sudah membaik jika insiden itu tidak begitu parah, Leira tidak akan lagi meninggalkan pria itu.“Tidak lama lagi kita akan sampai Nona, hanya perlu melewati persimpangan jalan ini sana,” Ucap sang supir, dia terus mencari cela untuk bisa menyalip agar bisa melewati jalan itu.Leira mengeluarkan dompet miliknya, dia
Malam Harinya.Tepatnya waktu sudah menunjukan pukul 10 malam, semua yang berada di rumah sakit itu hanya akan diisi oleh pasien, dokter dan suster, sisanya hanya satu atau dua orang yang menjaga di setiap ruang rawat.Julian membuka matanya setelah terpejam selama tiga hari, hal yang dilihat adalah ruangan yang redup akan cahaya, rasanya sunyi dan sepi sudah menjadi bagian dari setiap sudut kamar dominan putih itu, dia sedikit merasa sakit dibagian kepalanya, ketika dirinya hendak mengangkat tangannya dirinya langsung menyadari jika ada yang tertidur di sampingnya.Melihat seorang gadis tertidur lelap di sana, wajah tenang dan dengkuran kecilnya memberikan banyak sekali kehangatan pada Julian, sudah berlama gadis itu berada di sini? apakah Leira yang menemaninya selama dirinya terbaring? pasti gadis itu lelah sekali, tapi? bagaimana Leira tahu keadaannya?Apakah setelah tahu kabar dirinya gadis itu langsung memutuskan untuk terbang ke sini?Julian bertanya dalam suasana yang begitu t
Semua orang berdiri sedikit menjauh dari ranjang Julian, menunggu pria itu yang sedang melakukan pemeriksaan untuk memastikan jika dirinya baik-baik saja setelah tidur selama tiga hari, Dokter dan para susternya juga sudah mengganti perbannya, jika Julian kondisi baik hari ini pun pria itu sudah bisa pulang.Julian sesekali melirik ke arah Leira, padahal dokter sedang mengajukan banyak pertanyaan pada nya, tapi pria hanya terkadang menjawab 'ya/tidak' hanya dua kalimat itu, setelahnya matanya terus melirik ke arah Leira, berharap gadis itu juga menatap kembali dirinya, tapi sepertinya kejadian tadi membuat gadis itu malu dan urung untuk menatap pria itu.“Semua pemeriksaan mengatakan jika pasien Julian baik-baik saja, dia bisa pulang hari dan aku akan memberikan resep obat jika sewaktu-waktu kepalanya terasa sangat,” Ucap sang Dokter, dia mengucapkan kalimat itu kepada adik pria itu, dan mendapatkan anggukan paham dari Sean.Semua yang tadi berkumpul di dalam ruangan itu satu persatu
Semua orang berdiri sedikit menjauh dari ranjang Julian, menunggu pria itu yang sedang melakukan pemeriksaan untuk memastikan jika dirinya baik-baik saja setelah tidur selama tiga hari, Dokter dan para susternya juga sudah mengganti perbannya, jika Julian kondisi baik hari ini pun pria itu sudah bisa pulang.Julian sesekali melirik ke arah Leira, padahal dokter sedang mengajukan banyak pertanyaan pada nya, tapi pria hanya terkadang menjawab 'ya/tidak' hanya dua kalimat itu, setelahnya matanya terus melirik ke arah Leira, berharap gadis itu juga menatap kembali dirinya, tapi sepertinya kejadian tadi membuat gadis itu malu dan urung untuk menatap pria itu.“Semua pemeriksaan mengatakan jika pasien Julian baik-baik saja, dia bisa pulang hari dan aku akan memberikan resep obat jika sewaktu-waktu kepalanya terasa sangat,” Ucap sang Dokter, dia mengucapkan kalimat itu kepada adik pria itu, dan mendapatkan anggukan paham dari Sean.Semua yang tadi berkumpul di dalam ruangan itu satu persatu
Akhirnya Julian bisa kembali pulang kerumah mereka bersama Liera, hanya berdua karena Sean memutuskan untuk tidak pulang hari ini, masih ada hal yang dirinya lakukan dengan Dokter Jake di rumah sakit, entahlah itu alasan karena ingin memberikan waktu privasi pada kakaknya atau memang itu benar, yang jelas kini Liera dengan membantu Julian untuk menaiki anak tangga, merangkul tubuh yang lebih besar dari cukup kesulitan untuk Liera.“Bukankah aku sudah mengatakan kamu harus tidur di ruang tamu untuk sementara, jangan memaksakan diri, Julian.” Ucap Liera, dia meletakkan tubuh Julian di atas ranjang miliknya di kamar pria itu, lalu sedikit menjauh meregangkan otot tubuhnya.“Kamu marah?” Tanya Julian, dia memperhatikan Leira yang langsung menutup jendela agar udara malam tidak masuk ke dalam kamarnya, gadis itu jadi super sibuk, seharusnya dia menyiapkan segala persiapan untuk wisudanya, membuat Julian merasa bersalah.Padahal tubuh Julian tidak selemah yang Leira pikirkan, jika Leira min
Keesokan harinya. Tepatnya waktu menunjukan pukul lima pagi hari.Julian bangun lebih awal, karena dia sudah terlalu banyak tidur selama di rumah sakit, pria itu menjauhkan tubuh Liera yang berada di dekatnya, mematikan suara alarm dari ponselnya. pria itu terduduk dan meregangkan tubuhnya sebelum memulai aktivitas dari ini, perasaan dan tubuhnya pulih dengan cepat, dia tidak merasa sakit atau lemas, sepenuhnya merasa baik dan seperti biasanya.Pria itu tidak berjalan untuk membuka Jendela seperti hal biasa dirinya lakukan, dia tidak mau mengusik tidur dari little wifenya, sebaliknya Julian membuka koper yang hanya mereka letakkan di sudut ruangan dan lupa untuk membukanya, Julian membuka koper milik Liera karena mungkin saja ada pakaian yang gadis itu akan kenakan hari ini.Seperti suami lainnya, Julian menyiapkan kebutuhan Leira dan meletakkan di sofa, dia hampir lupa tentang hadiahnya, pria itu mengambil ponselnya dan menerima pesan jika Yuri sudah mengirim hadiah yang dirinya ingi
Liera dengan duduk dengan cemas di antara teman lainnya, mendengarkan kepala sekolah yang sedang menyampaikan pidatonya dan membuka resmi acara ‘Graduation Day’.Sesekali melirik ke arah Julian yang duduk di antara para orang tua, Liera senang bisa melihat pria itu duduk di sana dengan hadiah yang dirinya belikan, walau warnanya begitu mencolok tapi tidak sedikitpun Julian tidak merasa risih, sebaliknya dia duduk bangga di sana, Liera langsung tertunduk malu saat pria itu menyadari dirinya yang diam-diam menatapnya.Asyla menoleh dan memperhatikan tingkah Liera yang sekarang begitu berbeda, dia tahu jika sahabatnya ini pasti sudah mulai menyukai suami, beruntung sekali.“Hei! kau tidak berada di rumahmu Liera, jadi sabarlah sedikit,” Ucap Asyla, dia menyadarkan temannya untuk berhenti tersenyum seperti itu, dia hanya takut jika Liera tidak mendengar namanya dipanggil.“Asyla!” Ucap Liera dengan malu, dia hanya sedang mengusir rasa gugupnya dan kebetulan tatapan Julian langsung membuat
Kedua sedang duduk di kursi menunggu giliran untuk penerbangan ke paris akan segera di lakukan, jam sudah menunjukkan pukul enam begitu mereka sampai di bandara untuk menghindari kemacetan saat jam pulang kerja, mereka berangkat lebih awal.Dan kedua memilih untuk mampir salah satu restoran untuk sekalian makan malam.Ini pertama kali mereka secara resmi pergi keluar di malam hari, bahkan mereka tidak pernah makan malam di luar seperti pasangan lain, melakukan dinner. Atau mengunjungi tempat di malam hari seperti berkencan, ini rasanya berbeda dan membuat Leira tahu bagaimana bisa merasakan apa itu namanya dinner dengan seseorang dan kehidupan pasangan lainnya.Cukup menyenangkan untuk Leira.Padahal hampir semua orang dewasa berkata jika mereka ingin terus menjadi anak kecil saja, tidak ingin merasakan bagaimana beratnya menjadi orang dewasa, tapi Liera tidak salah. Semua orang dewasa pernah memikirkan hal itu dan ketika dewasa semua pemikiran itu sangatlah berbanding terbalik, tida