Malam harinya.
Sean berdiri di depan ruangan sang kakak, dengan infusan yang masih harus bersamanya, aneh karena pada akhirnya dia mendapatkan ingatannya begitu saja, tapi masih ada beberapa hal yang tidak bisa dirinya ingat pasti, yaitu kedua wanita yang bertemu dengannya, satu orang yang menceritakan kisah saat bersamanya dan satu orang yang mengaku sebagai adik kecil yang ditolong saat kecelakaan itu.
Sean tidak bisa masuk ke dalam karena masih ada beberapa hal yang harus dilakukan dokter di dalam, Sean hanya bisa mengintip melalui celah jendela yang menunjukan keadaan sang kakak saat ini, bagaimana mengatakannya? melihat seluruh kepala Julian dipenuhi oleh perban dan selang udara yang masih membingkai wajahnya, mengundang banyak hal.
“Aku senang kau bisa kembali menjadi dirimu yang sesungguhnya,” Ucap Jake, kini sudah tidak ada lagi jas putih yang dirinya kenakan, dengan pakaian casual sederhana pria itu berdiri di samping dan melihat temannya terbaring di sana tanpa bisa melakukan apapun.
“Apakah benturan itu memiliki efek? Aku tidak tahu harus bagaimana, kita tidak pernah dekat tapi aku terkejut dia begitu membiarkan dirinya terluka untukku, aku pikir dia selalu membenciku,” Ucap Sean, dia ingat bagaimana tidak sukanya sang kakak ketika sang ayah lebih perhatian dengan dirinya, padahal jelas jika Sean selalu iri pada yang bisa melakukan apapun, Sean selalu di tuntun untuk mengikuti kegiatan lomba dan terus membuat prestasi.
Padahal Sean sangat menyukai olahraga basket dan tenis, tapi tidak pernah di dukung oleh ayahnya, tapi kini Sean sadar jika terkadang kasih sayang seseorang bisa berbeda-beda dalam bentuknya, ada yang melalui perbuatan dan ada yang melalui kata-kata.
Dan Julian, dia menunjukan kasih sayangnya dengan tindakan, bahkan rela terluka untuk menyelamatkan adiknya.
“Aku rasa benturan di kepalanya untuk saat ini tidak memberikan efek atau akibat apapun, tapi pastikan untuk memaksa melakukan pemeriksa lebih lanjut.” Ucap Jake.
“Itulah Julian, dia lebih memilih membiarkan dirinya yang terluka daripada orang lain, aku memang temannya tapi kita tidak begitu akrab, Julian adalah murid berprestasi dalam banyak bidang tapi dia tidak pernah ingin mengakuinya, aku juga dahulu begitu iri padanya dan benci, tapi—nyatanya Julian melakukan hal itu agar adiknya tidak seperti dirinya.”
Jake, dirinya teringat masa lalu saat mereka diam-diam pergi ke klub dan menceritakan kisah mereka masing-masing, hingga pertemanan itu terjalin begitu saja.
“Setiap hal yang dilakukan Julian selalu ingin menunjukan padamu jika unggul dalam bidang lain juga penting, kau tidak tahu bukan? Julian lebih menyukai menjadi seorang pemain piano daripada menjadi seorang CEO, di selalu bilang iri padaku dan John karena bisa mengejar impian, hanya dirinya yang harus menjadi Ceo dan menikahi gadis yang bagkan usia cukup jauh darinya.” Lanjut Jake lagi, Sean harus tahu karena pria itu adalah satu-satunya keluarga yang tidak hadir saat pernikahan kakaknya.
“Apa? Kakak Julian sudah menikah? bagaimana aku tidak tahu? banyak hal yang seperti sudah aku lewati.” Ucap Sean, itulah kenapa sang kakak memakai cincin di jari manisnya?
Siapa gadis yang sudah membuat sang kakak melupakan mantan kekasihnya?
“Lebih tepatnya itu pernikahan kontrak, bukan atas dasar saling mencintai, Julian terpaksa menikahi gadis itu karena Tuan Grew ingin memiliki keturunan,” Jake jadi menceritakan hal mungkin saja bisa membuat Julian marah.
“Pernikahan kontrak? keturunan? aku tidak mengerti apa yang dipikirkan pria tua itu! tidakkah dia memikirkan perasaan para putranya?” Sean benar-benar begitu kecewa pada sang ayah yang tidak pernah berubah, dia pikir setelah kecelakaan itu pikirannya terbuka untuk memperbaiki kesalahan tapi malah menyeret masalahnya semakin jauh.
“Aku tidak bisa memberikan solusi untuk masalah kalian, tapi aku mohon untuk saat ini abaikan jika ponsel kakakmu terus berdering, istrinya sedang berada di amerika untuk kepentingan pribadi, seperti kau bisa masuk ke dalam.” Ucap Jake, dia tidak bisa membuat Sean menyalahkan ayahnya atau keadaan, dia juga tidak ingin ada di pihak manapun, dia membawa Sena untuk masuk ke dalam.
Sean tidak bisa untuk terlihat biasa saja, dia jelas melihat kondisi sang kakak yang terbaring lemas di sana dengan perban menjadi alasan pria itu di sana, jika biasanya Sean melihat sang kakak dengan wajah tegasnya dan pakaian jasnya, tapi melihat pria itu tertidur dengan pakaian pasein membuatnya sedih.
Berapa banyak beban yang sudah dirinya tanggung selama ini? pasti sangat berat dan belum lagi Sean ingat jika setiap pulang selalu ada pertengkaran antara keduanya dan selalu berakhir dengan sang kakak yang jarang pulang dan bahkan sulit di hubungi.
“Kenapa aku tidak sadar lebih awal, maafkan aku kakak.” Ucap Sean, dia berdiri tepat di samping sang kakak yang Jake yang duduk di sofa, wajah tenang itu dan melihat Julian terbaring tanpa memberikan reaksi apapun, Sean merasa teramat bersalah.
“Penyesalan akan selalu menjadi bagian dari akhir, tidak perlu dikhawatirkan Sean, teman dokter mengatakan jika dia baik-baik saja, hanya butuh beberapa hari agar dia kembali pulih,” Ucap Jake, pria itu duduk di sofa dengan tangan yang kembali membuka lembaran note miliknya, dia sedang menganalisis tentang kemungkinan yang akan Julian dapatkan.
mengingat benturan keras tidak mungkin memberikan efek apapun.
“Apakah Kakakku mencintai istrinya? Atau benar-benar tidak perasaan antara keduanya? Ini aneh seharusnya gadis itu harus berusaha menghubungi suaminya,” Ucap Sean, dia memutuskan untuk membiarkan sang kakak beristirahat dengan baik di sana, Sean memutuskan untuk mendekati Jake.
“Aku tidak tahu, tapi—seperti mulai ada perasaan diantara keduanya, aku sering memergoki Julian pergi ke kamar Leira dan bahkan mereka berciuman di dapur,” Ucap Jake, dia mengeluarkan ponsel Julian yang dirinya pegang sejak pria itu terbaring di rumah sakit.
“Banyak sekali panggilan masuk dari Leira, aku tidak ingin mengganggunya karena dia pasti akan merepotkan jika harus kembali,” Lanjut Jake, dia menunjukan layar ponsel Julian dan ada banyak panggilan tak terjawab dari Leira sejak kemarin dan bahkan hari ini.
Sean tertegun, situasi yang cukup membuatnya bingung tapi—Sean sedikit ingat saat dia pernah melihat Julian dan gadis itu, kelihatan mereka memang cukup dekat tapi—bukankah menikah secara paksa?
“Aku ingat jika kakak Julian masih tidak bisa melupakan mantan kekasihnya, tidak mungkin dirinya bisa langsung jatuh cinta bukan?
“Aku tidak perlu jika pada akhir mereka saling mencintai, Sean kau harus mendukung apapun hal yang kakakmu pilih, karena itulah hidupnya dan sekarang kamu harus menentukan jalan hidupmu, kau beruntung bisa kembali sembuh,” Ucap Jake, pria itu memang begitu bijak dalam berbicara.
Dua hari sudah berlalu begitu saja.Leira masih tidak bisa beristirahat dengan baik atau setidaknya berhenti sejenak untuk memikirkan Julian, tapi kemarin malam Leira langsung drop dan mau tidak mau dirinya harus berbaring di rumah sakit, saat membuka mata Leira hanya melihat bagaimana kosongnya rungan ini.Mungkin seharusnya sejak kemarin Leira meminta untuk pulang saja, dia tidak bisa beraktivitas jika pikirannya terganggu, dan belum lagi penyesuaian jam makan yang menyiksa dirinya, mengubah pola makan bukan baik.Leira hanya bisa menghela nafas, dengan tubuh lemas dirinya paksakan untuk terduduk di ranjang, tangannya terulur mengambil ponselnya yang tergeletak di atas laci di samping ranjang, hanya menyala dan menatap layarnya sana.Leira sudah bisa menebak jika tidak akan pesan atau panggilan dari pria itu, padahal Leira berharap apa sesuatu walau itu hanya sebuah pesan singkat, apakah sudah terjadi sesuatu pada pria itu? apakah itu sebuah hal buruk?Gadis itu mengusap dada bagian
Leira sampai di bandara pada pukul 4 sore.Padahal kondisi masih sedikit parah dan seharusnya dia beristirahat, tapi Leira meninggalkan bandara begitu saja tanpa menunggu diantar oleh ibu atau kakaknya, dengan masih membawa kopernya, Leira duduk tidak tenang di dalam taksi, padahal sudah sore hari tapi kenapa suasana masih ramai dan bahkan jalan cukup macet hari ini.Dia mengeluarkan ponselnya dan mencoba menghubungi Julian kembali, tapi tetap saja panggilannya tidak diangkat.“Pak, apakah kita masih lama?” Tanya Leira, dia ingin segera bertemu dengan Julian, dari berita yang dirinya baca jika kecelakaan itu terjadi dua hari yang lalu, itu berarti seharusnya kondisi Julian sudah membaik jika insiden itu tidak begitu parah, Leira tidak akan lagi meninggalkan pria itu.“Tidak lama lagi kita akan sampai Nona, hanya perlu melewati persimpangan jalan ini sana,” Ucap sang supir, dia terus mencari cela untuk bisa menyalip agar bisa melewati jalan itu.Leira mengeluarkan dompet miliknya, dia
Malam Harinya.Tepatnya waktu sudah menunjukan pukul 10 malam, semua yang berada di rumah sakit itu hanya akan diisi oleh pasien, dokter dan suster, sisanya hanya satu atau dua orang yang menjaga di setiap ruang rawat.Julian membuka matanya setelah terpejam selama tiga hari, hal yang dilihat adalah ruangan yang redup akan cahaya, rasanya sunyi dan sepi sudah menjadi bagian dari setiap sudut kamar dominan putih itu, dia sedikit merasa sakit dibagian kepalanya, ketika dirinya hendak mengangkat tangannya dirinya langsung menyadari jika ada yang tertidur di sampingnya.Melihat seorang gadis tertidur lelap di sana, wajah tenang dan dengkuran kecilnya memberikan banyak sekali kehangatan pada Julian, sudah berlama gadis itu berada di sini? apakah Leira yang menemaninya selama dirinya terbaring? pasti gadis itu lelah sekali, tapi? bagaimana Leira tahu keadaannya?Apakah setelah tahu kabar dirinya gadis itu langsung memutuskan untuk terbang ke sini?Julian bertanya dalam suasana yang begitu t
Semua orang berdiri sedikit menjauh dari ranjang Julian, menunggu pria itu yang sedang melakukan pemeriksaan untuk memastikan jika dirinya baik-baik saja setelah tidur selama tiga hari, Dokter dan para susternya juga sudah mengganti perbannya, jika Julian kondisi baik hari ini pun pria itu sudah bisa pulang.Julian sesekali melirik ke arah Leira, padahal dokter sedang mengajukan banyak pertanyaan pada nya, tapi pria hanya terkadang menjawab 'ya/tidak' hanya dua kalimat itu, setelahnya matanya terus melirik ke arah Leira, berharap gadis itu juga menatap kembali dirinya, tapi sepertinya kejadian tadi membuat gadis itu malu dan urung untuk menatap pria itu.“Semua pemeriksaan mengatakan jika pasien Julian baik-baik saja, dia bisa pulang hari dan aku akan memberikan resep obat jika sewaktu-waktu kepalanya terasa sangat,” Ucap sang Dokter, dia mengucapkan kalimat itu kepada adik pria itu, dan mendapatkan anggukan paham dari Sean.Semua yang tadi berkumpul di dalam ruangan itu satu persatu
Semua orang berdiri sedikit menjauh dari ranjang Julian, menunggu pria itu yang sedang melakukan pemeriksaan untuk memastikan jika dirinya baik-baik saja setelah tidur selama tiga hari, Dokter dan para susternya juga sudah mengganti perbannya, jika Julian kondisi baik hari ini pun pria itu sudah bisa pulang.Julian sesekali melirik ke arah Leira, padahal dokter sedang mengajukan banyak pertanyaan pada nya, tapi pria hanya terkadang menjawab 'ya/tidak' hanya dua kalimat itu, setelahnya matanya terus melirik ke arah Leira, berharap gadis itu juga menatap kembali dirinya, tapi sepertinya kejadian tadi membuat gadis itu malu dan urung untuk menatap pria itu.“Semua pemeriksaan mengatakan jika pasien Julian baik-baik saja, dia bisa pulang hari dan aku akan memberikan resep obat jika sewaktu-waktu kepalanya terasa sangat,” Ucap sang Dokter, dia mengucapkan kalimat itu kepada adik pria itu, dan mendapatkan anggukan paham dari Sean.Semua yang tadi berkumpul di dalam ruangan itu satu persatu
Akhirnya Julian bisa kembali pulang kerumah mereka bersama Liera, hanya berdua karena Sean memutuskan untuk tidak pulang hari ini, masih ada hal yang dirinya lakukan dengan Dokter Jake di rumah sakit, entahlah itu alasan karena ingin memberikan waktu privasi pada kakaknya atau memang itu benar, yang jelas kini Liera dengan membantu Julian untuk menaiki anak tangga, merangkul tubuh yang lebih besar dari cukup kesulitan untuk Liera.“Bukankah aku sudah mengatakan kamu harus tidur di ruang tamu untuk sementara, jangan memaksakan diri, Julian.” Ucap Liera, dia meletakkan tubuh Julian di atas ranjang miliknya di kamar pria itu, lalu sedikit menjauh meregangkan otot tubuhnya.“Kamu marah?” Tanya Julian, dia memperhatikan Leira yang langsung menutup jendela agar udara malam tidak masuk ke dalam kamarnya, gadis itu jadi super sibuk, seharusnya dia menyiapkan segala persiapan untuk wisudanya, membuat Julian merasa bersalah.Padahal tubuh Julian tidak selemah yang Leira pikirkan, jika Leira min
Keesokan harinya. Tepatnya waktu menunjukan pukul lima pagi hari.Julian bangun lebih awal, karena dia sudah terlalu banyak tidur selama di rumah sakit, pria itu menjauhkan tubuh Liera yang berada di dekatnya, mematikan suara alarm dari ponselnya. pria itu terduduk dan meregangkan tubuhnya sebelum memulai aktivitas dari ini, perasaan dan tubuhnya pulih dengan cepat, dia tidak merasa sakit atau lemas, sepenuhnya merasa baik dan seperti biasanya.Pria itu tidak berjalan untuk membuka Jendela seperti hal biasa dirinya lakukan, dia tidak mau mengusik tidur dari little wifenya, sebaliknya Julian membuka koper yang hanya mereka letakkan di sudut ruangan dan lupa untuk membukanya, Julian membuka koper milik Liera karena mungkin saja ada pakaian yang gadis itu akan kenakan hari ini.Seperti suami lainnya, Julian menyiapkan kebutuhan Leira dan meletakkan di sofa, dia hampir lupa tentang hadiahnya, pria itu mengambil ponselnya dan menerima pesan jika Yuri sudah mengirim hadiah yang dirinya ingi
Liera dengan duduk dengan cemas di antara teman lainnya, mendengarkan kepala sekolah yang sedang menyampaikan pidatonya dan membuka resmi acara ‘Graduation Day’.Sesekali melirik ke arah Julian yang duduk di antara para orang tua, Liera senang bisa melihat pria itu duduk di sana dengan hadiah yang dirinya belikan, walau warnanya begitu mencolok tapi tidak sedikitpun Julian tidak merasa risih, sebaliknya dia duduk bangga di sana, Liera langsung tertunduk malu saat pria itu menyadari dirinya yang diam-diam menatapnya.Asyla menoleh dan memperhatikan tingkah Liera yang sekarang begitu berbeda, dia tahu jika sahabatnya ini pasti sudah mulai menyukai suami, beruntung sekali.“Hei! kau tidak berada di rumahmu Liera, jadi sabarlah sedikit,” Ucap Asyla, dia menyadarkan temannya untuk berhenti tersenyum seperti itu, dia hanya takut jika Liera tidak mendengar namanya dipanggil.“Asyla!” Ucap Liera dengan malu, dia hanya sedang mengusir rasa gugupnya dan kebetulan tatapan Julian langsung membuat