Share

Bab 48 - Waiting

Leira sampai di bandara pada pukul 4 sore.

Padahal kondisi masih sedikit parah dan seharusnya dia beristirahat, tapi Leira meninggalkan bandara begitu saja tanpa menunggu diantar oleh ibu atau kakaknya, dengan masih membawa kopernya, Leira duduk tidak tenang di dalam taksi, padahal sudah sore hari tapi kenapa suasana masih ramai dan bahkan jalan cukup macet hari ini.

Dia mengeluarkan ponselnya dan mencoba menghubungi Julian kembali, tapi tetap saja panggilannya tidak diangkat.

“Pak, apakah kita masih lama?” Tanya Leira, dia ingin segera bertemu dengan Julian, dari berita yang dirinya baca jika kecelakaan itu terjadi dua hari yang lalu, itu berarti seharusnya kondisi Julian sudah membaik jika insiden itu tidak begitu parah, Leira tidak akan lagi meninggalkan pria itu.

“Tidak lama lagi kita akan sampai Nona, hanya perlu melewati persimpangan jalan ini sana,” Ucap sang supir, dia terus mencari cela untuk bisa menyalip agar bisa melewati jalan itu.

Leira mengeluarkan dompet miliknya, dia mengambil uang yang diberikan oleh kakaknya.

“Pak, aku ingin turun disini,” Ucap Leira, dia langsung memberikan beberapa lembar dollar, lalu turun dari mobilnya dan membuka bagasi mobil untuk mengeluarkan koper miliknya, tidak memperdulikan apapun dengan cepat Leira lari menuju rumah sakit yang memang tidak jauh.

Gadis itu mengabaikan orang-orang yang menatap dirinya, dia tidak perlu setelah berlari dirinya akan jatuh pingsan, asalkan setelah itu dirinya dapat bertemu dengan Julian, Leira merindukan pria itu dan apapun yang terjadi dirinya akan tetap ada disisi pria itu.

Dengan nafas yang tidak beraturan Liera mendorong pintu masuk rumah sakit, dia mendekati meja resepsionis untuk menanyakan kamar pria itu, sebelum berbicara gadis itu mengatur nafasnya terlebih dahulu.

“Tolong kamar untuk pasien bernama Julian Grew,” Ucap Leira, dia berasa seluruh tubuhnya lelah, bahkan untuk memegang meja saja tangannya begitu gemetar dan memperdulikan keringat yang bercucuran si keningnya, bercampur perasaan tegang.

“Maaf, tapi kami tidak bisa menyebutkan kamar pasien VVIP. untuk menjaga keamanannya,” Ucap salah satu suster menjaga tempat itu, dengan sangat hormat dia minta Liera untuk mengerti.

“Tapi—aku, baiklah terima kasih.” Penuh terpaksa Liera menyeret koper dan memiliki duduk di kursi kosong, dia menangis di sana tanpa mengeluarkan suara apapun, berulang kali Liera berusaha berhenti tangisan itu berubah menjadi isakan.

“Kau Liera bukan? itulah denganku,” Ucap Sean, dia berdiri tepat di hadapan gadis itu dan mengulurkan tangannya untuk membantu gadis itu bangun.

Liera menatap wajah pria itu dan terkejut yang dirinya lihat adalah Sean, bagaimana pria itu—jadi keduanya kecelakaan bersama? tapi kenapa hanya Julian yang begitu parah? Sean bahkan terlibat baik-baik saja.

Leira mengulurkan tangannya, dan dia mengikuti kemana Sean membawanya, walau sulit karena dia juga harus membawa koper di belakangnya, dalam diam Leira bertanya perubahan Sean yang cukup membuatnya bingung, pria itu sangat berbeda yang ada di hadapannya adalah Sean yang dewasa.

Hingga akhirnya tanpa keduanya sudah berhenti di depan ruangan yang berada di ujung lorong, tempat ini sangat sepi dan hanya tersedia beberapa kamar, jadi itulah yang di maksud dengan kamar VVIP.

Liera menoleh saat pintu itu terbuka, hatinya tergoyahkan begitu saja saat melihat Julian terbaring di sana, senyum di wajahnya semakin hilang saat melangkah masuk ke dalam dan semakin dekat dengan Julian.

“Kakak sedang beristirahat, jadi tolong jangan membuatnya terbangun, aku ada hal lain dan akan kembali lagi nanti,” Ucap Sean, setelah mengantar gadis itu tanpa menunggu lama dirinya langsung meninggalkan ruangan rawat sang kakak.

Dengan lemas Liera duduk di samping Julian, tidak ada kalimat yang bisa dia katakan saat ini, Liera juga berusaha untuk tidak bersedih dan tangannya terulur untuk menyentuh tangan Julian yang sedang diberikan infusan, mengusap tangan besar itu dan menatap wajah yang seakan tertidur dengan tenang.

“Apa yang telah terjadi? Kenapa kamu tidak menghubungiku? Kau tahu betapa aku menanti kabarmu?” Liera bertanya dengan suara yang sedikit berbisik, meletakan tangan Julian di wajahnya dan terus mengecup punggung tangannya, walau berusaha untuk tidak bersedih air matanya tidak akan pernah bisa di tahan.

“Apakah aku tidak penting untukmu? walau memang hubungan kita tidak ada kaitannya, tapi—kamu begitu berarti untukku,” Lanjut Liera, dia ingin mengusap wajah itu tapi rasanya begitu berat saat melihat perban berada di kepalanya.

“Aku bahkan tidak pernah sekalipun berhenti memikirkanmu selama kita berpisah, aku disini Julian, bisakah kamu membuka matamu untukku?”

Liera meletakan tangan Julian kembali, dia mengusap air matanya entah itu di pipi atau di dagunya, dia tidak boleh lemah walau sakit melihat Julian dalam kondisi seperti ini, ini membuat dirinya merasa bersalah karena tidak mendengarkan Julian, seharusnya sejak awal Liera menolak permintaan sang kakak.

“Kamu bilang kamu mencintaiku tapi—tapi—kenapa kamu seperti ini Julian?”

Liera tidak ada henti-hentinya untuk terus mengajukan berbagai pertanyaan pada pria yang bahkan belum membuka matanya hingga detik ini, seakan Julian begitu menyikmati tidur panjangannya padahal banyak menunggu dirinya membuka matanya, terutama Liera dan Sean.

Liera menjatuhkan kepalanya ke ranjang, dirinya tidak bisa lagi untuk tidak kembali menangis, walau sudah terasa lelah dirinya dan bahkan selama sembilan jam berada di pesawat tidak bisa sedikitpun Liera memejamkan matanya, dia melewatkan makan siang dan lupa untuk kembali meminum obatnya.

Liera tersentak saat ada yang menyentuh bahunya, dia langsung mengangkat kepalanya dan menoleh ke arah belakang, tubuh Sean menjulang tinggi di sana. pria itu memberikan sapu tangan untuk Liera dan mengajaknya untuk duduk di sofa, sedikit menjauh dari tempat Julian.

“Aku tidak tahu hubungan kalian bagaimana, tapi—Kakak Julian baik-baik saja, tidak perlu terlalu mengkhawatirkannya, dan lihatlah kamu terlihat sedikit pucat.” Ucap Sean, dia membuka minum dan memberikannya pada Liera.

Liera menghela nafas lega, dia menerima pemberian dari Sean dan meneguknya sedikit, “Kamu sedikit berubah saat terakhir kali kita bertemu, apa terapi berjalan baik?”

Sean tersenyum, dia tidak ingat sedikitpun tentang gadis di sampingnya tapi mendengarkan ucapannya dirinya bisa tahu bagaimana kedekatan mereka, syukurlah gadis yang kakaknya nikahi adalah gadis baik-baik dan seperti benar dikatakan dokter Jake jika sepertinya adalah perasaan di antara keduanya.

“Banyak hal yang terjadi, aku tidak bisa menjelaskannya. tapi kecelakaan itu karena kesalahanku, aku yang membuat kakak Julian terbaring di sana,” Ucap Sean, tidak ada salahnya jika dia menceritakan bukan? lagipula tidak ada hal yang harus dirinya tutupi.

Liera kembali menunjukkan wajah sedihnya, menepis hal yang sudah terjadi hanyalah sia-sia, semua sudah terjadi jadi bukankah seharusnya Liera yang menjadi sosok kuat untuk Julian.

“Terima kasih sudah menunjukan kamar Julian dan untuk minuman ini juga, setidaknya Julian senang karena kamu bisa kembali seperti dahulu.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status