Perihal kebohongan yang telah Julian katakan pada ayahnya membuat dirinya begitu hati-hati dalam bertindak, ataupun berinteraksi dengan ayah mertuanya, dia tidak ingin mengecewakan tapi kebohongan itu tidak akan pernah baik untuk di sembunyikan.
Karena sebaik apapun kau menyimpan kebohongan, maka selalu ada cela untuk mengungkapkan kebohongan itu.Leira sempat ingin menanyakan kembali pada Julian, tapi jola dirinya membahas itu saat mereka sedang berlibur rasanya bukan hal yang tepat, jadi setelah kembali Leira akan langsung pembicaraan pada Julian, dan menyuruhnya untuk memberikan solusi atau mengatakan hal sejujurnya pada Ayahnya.Walau waktunya tinggal bulan lagi, tidak masalah jika pada akhirnya mereka harus berpisah bukan? Tapi Leira tidak akan rela jika julian menikahi gadis lain, dia bersumpah akan melupakan apa yang telah terjadi di paris, tidak peduli jika suatu hari Julian mengungkapkan tentang itu.Leira bukan seseorang yang mau membagi Julian pada wanita lain, dia sangat menjunjung tinggi jika Julian adalah miliknya, maka tidak boleh ada kata lain selain miliknya."Apa yang kamu pikirkan?" Tanya Julian, dia kembali mendekati Leira setelah membawa koper mereka untuk di serahkan pada pihak bandara, ikut duduk di samping sang istri sambil menunggu mereka masuk ke dalam."Aku memikirkan liburan ini terasa begitu singkat, rasanya baru kemarin aku menginjakkan kaki kota di paris, kini aku harus meninggalkan," ucap Leira, dia berbohong tentang hal yang apa dirinya pikirkan, tapi tidak bisa di pungkiri jika Leira masih ingin liburan ini berlanjut.Julian tersenyum, dia merangkul pinggang leira dan menyatukan kepalanya dengan bersandar di bahunya, jika bukan karena tuntutan pekerjaan, Julian juga sangat enggan meninggalkan honeymoon mereka, karena disanalah Julian mendapatkan apa yang dia bisa lakukan."Jangan berpikir seperti itu, kita masih bisa melakukan honeymoon kedua ketiga dan seterusnya, kita pasti bisa pergi ke berbagai tempat, mungkin dengan bayi kita," Ucap Julian.Kalimat itu membuat Leira sedikit berharap jika hasil mereka selama Honeymoon berjalan dengan baik, menumbuhkan sebuah harapan besar untuknya dan bersamaan yang akan terus berjalin, walau banyak kemungkinan tidak berhasil, tapi yakin adalah hal baik yang akan datang."Aku juga ingin kembali menikmati destinasi setiap negara, berjanjilah akan mengajakku lagi di lain waktu," Ucap Leira, saat ini hanya itulah keinginannya, walau setelah kembali Leira akan sibuk dengan ujian kuliahnya lagi, untuk penentuan lolosnya dan Julian yang sibuk dengan pekerjaannya."Aku janji, kemanapun aku pergi, aku akan selalu membawamu, aku juga akan selalu ada disisimu, aku janji Leira."Leira tersenyum, dia menyandarkan kepalanya di bahu Julian, semakin hari rasa khawatir hilang begitu saja tapi tidak bisa menjauh darinya, hubungan ini benar-benar seperti area permainan, setiap level memiliki tingkatan sendiri."Ayo, kita harus pulang sekarang,"Leira menarik tangan Julian, untuk segera meninggalkan kursi setelah petugas bandara menginformasikan jika sudah waktunya keberangkatan mereka, Julian hanya bisa tersenyum, walau akhir-akhir ini kepalanya sering terasa sakit, bukan pusing tapi rasa sakit yang tidak di artikan."Aku ingin duduk di dekat jendela," Ucap Leira, menarik tangan Julian untuk menjauh dari kursi favoritnya."Menggemaskan sekali kamu ini! Baiklah, untuk istri kecilku, aku akan menyalah."Julian melangkah untuk memindahkan posisinya, tapi baru saja mengangkat tubuhnya, pria itu merasakan kembali rasa sakit luar biasa itu, Julian mencoba untuk tidak menunjukan kepada Leira."Tidurlah, perjalanan ini cukup panjang," Ucap Julian, pria itu sedikit memundurkan kursi duduk Leira, agar sang istri bisa beristirahat dengan baik.Leira tidak sengaja menolak ke arah Julian saat hendak memasang sabuk pengaman, tubuhnya refleks langsung menarik wajah sang suami dan terkejut melihat darah yang keluar dari hidung Julian."Julian, kamu mimisan." Ucap Leira, dia menarik pakaiannya untuk membersihkan darah yang mengalir dari hidung Julian."Permisi, bisakah berikan aku tisu?" Tanyanya, Leira tidak boleh panik di situasi seperti ini, dia berbicara pada pramugari yang kebetulan melintas."Leira, aku baik-baik saja," Ucap Julian, dirinya mencoba untuk memahami apa yang terjadi pada dirinya, aneh karena dirinya tidak terjadi apapun sebelumnya, Juluan hanya bisa diam saja ketika Leira masih menutup hidungnya, dengan pakaiannya.Pramugari yang di minta tolong oleh Leira langsung memberikan apa yang di butuhkan Leira, dan dengan sigap Leira memberikan darah yang tidak lagi menetes dari hidung Julian."Tuan, anda baik-baik saja? Jika ada ingin di periksa, kami memiliki tenaga medis disini," Ucap Sang Pramugari tentu saja mereka tidak mau mengambil resiko jika membawa seseorang yang sedang sakit."Aku baik-baik saja, terima kasih atas bantuannya," Ucap Julian, dia jadi merepotkan banyak orang, pria itu menatap Leira masih sibuk memberikan hidungnya."Apa yang kamu pikirkan hingga terjadi mimisan? Apa kamu sakit? Bagian mana yang terasa sakit?" Tanya Leira, pasalnya Julian berhenti minum obat setelah pulang dari rumah sakit, walau sudah beberapa kali Leira menyuruhnya pria itu sunguh keras kepala."Aku baik-baik saja Leira, ini hanya karena aku sedikit stress, jangan pikirkan apapun dan istirahatlah," Ucap Julian, dia mengambil tisu yang ada di tangan dan membersihkan sendiri."Setelah pulang, kita harus ke rumah sakit, ingat tidak boleh ada penolakan!" Ucap Leira, dia memutuskan untuk kembali duduk tenang di kursinya."Yaz setelah sampai kita akan ke rumah sakit, aku janji,""Janji?" Tanya Leira, mengulurkan jemari kelingking ke arah Julian, membuat janji dengan menyatukan jari adalah hal yang sering Leira lakukan, walau seperti anak kecil."Ya, aku janji istri kecilku," Ucap Julian, dia juga ikut mengulurkan tangannya, mengikat jemari kelingking dengan punya Leira."Aku mencintaimu!" Setelah mengatakan itu Leira langsung menyembunyikan dirinya di balik selimut dan mengabaikan ketika Julian memeluk dirinya."Apa yang kamu katakan? Seperti pendengaranku bermasalah, Liera katakan sekali lagi!" Ucap Julian, dia mencoba membujuk Leira untuk mengatakan lagi.Leira melepaskan selimut yang menutupi tubuhnya, menatap Julian yang ada di belakangnya, dengan tatapan tajam Leira memperingati jika seharusnya pria itu masih harus duduk."Aku mencintaimu Julian!" Ucap Leira, jika tidak dalam pesawat mungkin dirinya sudah berteriak kencang, "Dan itu, mimisanmu! Tetaplah simbat dengan tisu!"Satu tahun kemudian.Suatu pagi di rumah sederhana yang menjadi sebuah pertemuan dan menjadi akhir kebahagian.suara tangisan seorang bayi mewakili indahnya pagi hari, dengan iringan kicauan burung, cahaya matahari juga tidak ingin kalah untuk menyambut mereka, menjadi sebuah awalan di pagi hari dengan kisah baru untuk kisah selanjutnya.keluarga kecil yang kini menjadi suatu kebahagiaan tidak ternilai, itulah kisah ini.dari perjanjian menjadi sebuah ikatan benang antara Julian dan Liera yang membawa mereka pada indahnya falling love, padahal awal hanya sebuah persetujuan paksaan tapi kini berubah menjadi ketulusan untuk rela bersama.Liera membuka matanya setelah rasanya tangisan bayinya semakin menggema di dalam ruangan, dan hal yang dirinya lihat adalah pemandangan dimana Julian tertidur di sofa sambil memeluk putra mereka yang menangis, dia tersenyum. biasanya Julian membangunkan dirinya saat tengah malam putranya menangis,
"Benarkah? Kamu janji?" Tanya Liera dengan wajah penuh harapan menatap Julian yang ada di sampingnya, berharap jika pria itu akan segera mengangguk ucapannya.Walau kehadiran seseorang yang ada di dalam perutnya sungguh memberikan rasa bahagia luar biasa, Liera juga ingin dimanjakan oleh Julian, setidaknya kini dirinya sudah hamil, tidak perlu ada kebohongan lagi untuk membuat Ayah Julian menekan dirinya lagi.Setidaknya untuk saat ini itulah kebahagian yang harus segera diberikan pada yang lain.Liera tidak bisa membayangkan bagaimana nanti dirinya saat mulai membesar perutnya, ketika dirinya akan lebih sering menghabiskan waktu untuk menceritakan banyak hal pada anaknya, Liera sempat membaca ibu hamil akan sering meminta sesuatu yang aneh, dia ingin membayangkan bagaimana sulitnya Julian untuk mencari hal yang sangat dirinya inginkan.Dengan diam-diam Liera mengelus perutnya yang masih rata, dari dalam hatinya dia menyampaikan sebuah pesan
Beberapa hari kemudian.Akhir pekan, Sebenarnya Julian dan Liera ingin menghabiskan liburan mereka di pantai, tapi kemarin keduanya mendapatkan undangan dari ayah Julian untuk menghadiri acara yang pria itu buat.Julian awalnya ingin menikah karena pasti acara itu untuk pertemuan para partner kerja ayahnya, tapi Liera mengatakan jika dirinya ingin datang dan mengharapkan Julian untuk menceritakan apa sebelumnya merekadiskusikan, jadi tidak alasan untuknya nolak.Julian membuka matanya, dia masuk setelah Liera tidak ada di sampingnya, ini aneh kenapa dia bangun lebih siang dan kenapa Liera juga tidak membangunkan dirinya?Fokus Julian teralihkan saat mendengar suara yang aneh dari berasal dari bathroom, suara seseorang yang sedang mengeluarkan isi perutnya, Julian langsung mengibaskan selimut di tubuhnya, berjalan mendekat dan tangan terulur membuka pintu.Dan benar, Julian langsung diberikan pandangan dimana Liera yang sedang berhada
Sesampainya di Vila mereka.Ketika Liera menginjakkan kakinya setelah sekian lama tidak kembali ada rasa senang yang tidak bisa di jelaskan, apalagi ketika Julian membuka pintu dan mengajaknya masuk ke dalam bersama.Lampu menyala dan seluruh ruangan terlihat jelas, Liera tersenyum tidak ada yang berubah dan semua masih sama, hanya saja dibuat lebih rapi dari sebelumnya, mungkin Julian menatanya saat Liera berkata ingin kembali.Julian melepaskan yang dirinya kenakan, melangkah untuk menuju dapur, dirinya akan langsung membuat makan malam karena di perjalanan Julian sempat mendengar suara perutnya yang minta di isi, pria itu membuka lemari kulkas dan melihat apa yang akan dirinya buatkan, tapi sebelum memulai masuk.Pria itu mengambik nasi instan dan meletakan ke dalam oven, jika memasak nasi waktunya tidak akan cukup, jadi dia mengunakan nasi instan, karena itulah kebiasaan saat Liera tidak ada di rumah sakit.Liera berijalan mendekat se
Liera dan Kiera berjalan bersama menuju parkiran mobil, setelah berpamitan dengan Asyla dan Jake, keduanya memutuskan untuk pulang.Liera menatap layar ponselnya, ada satu pesan masuk dari Julian.Jika sudah sampai rumah, bisakah aku menghubungimu?>Liera tidak langsung menjawab pesan itu, rasanya sudah cukup bukan seharian bertemu dengannya, Liera hanya sedang mematangkan pikirannya, apakah keputusannya sudah benar atau belum, dan entah kenapa juga kepalanya sedikit pusing, dia juga ingin memakan sesuatu."Jadi kakak menyusul karena takut aku tidak memiliki teman?" Tanya Liera, setelah dirinya memasak sabuk pengaman dan setelah mobil sang kakak sudah meninggalkan area itu."lbu juga menyuruhku, jadi setelah pertemuan itu selesai aku memutuskan untuk kesini, tidak disangka akan ada Julian disana, kau bahkan biasa saja." Ucap Kiera, dia tidak kesal seharusnya Liera memberitahunya, tapi jika tidak kesana mungkin juga K
"Liera, pulanglah, aku sungguh merasa kosong kau tidak ada di villa," ucap Julian, dia merapikan rambut Liera yang sempat berantakan, jika dilihat seperti ini Liera banyak berubah, raut wajahnya, terus bibir dan pipinya sedikit kurus, apakah banyak hal dirinya pikirkan?Tapi semua tertutup dengan kecantikan hari ini, gaun yang sedikit membuat Julian kesal karena hampir mengekspos seluruh punggung istrinya, siapa yang telah merekomendasikan pakaian ini padanya?Liera mengangkat kepalanya untuk menatap Julian, dia ingin sekali pulang tapi setelah apa yang terjadi banyak hal membuat Liera terus mempertimbangkan banyak hal, dia tidak terus dibutakan oleh kebersamaan, dia juga tidak bisa terus menipu dan pura-pura tidak tahu."Kamu tahu, aku datang kesini setelah membatalkan jadwal rapatku, karena aku tidak mau menerima surat cerai yang kau kirim, Liera kenapa kamu melakukan itu? Aku tidak akan melupakanmu." Ucap Julian, itu benar. Dia baru saja akan kemba