117Pesawat dari Hong Kong mendarat dengan mulus di bandara Taiwan awal malam itu. Lucas yang memimpin kelompok kecil, meminta anggotanya untuk menunggu hingga semua penumpang lainnya turun. Setelah orang terakhir keluar dari pesawat, Lucas mengajak kelompoknya jalan ke pintu. Pria bermata sipit memegangi lengan kanan Ying dan menuntun bibinya dengan hati-hati.Sekian menit terlewati, kelompok tersebut telah berada di tempat pengambilan bagasi. Lucas meminta kedua ajudannya untuk memindahkan semua barang ke troli. Sementara dia dan kedua pengawal lainnya menjaga ketiga perempuan dan dua bocah laki-laki. Putra tertua Gui Xie ikut membantu Lucas memindai sekitar. Dia menyipitkan mata saat melihat sekelompok laki-laki yang sejak tadi mengamati mereka dari dekat pintu menuju toilet. "Paman, coba perhatikan sekelompok orang di sana," tutur Honghui sembari mengarahkan dagunya ke kanan. Lucas tidak langsung menoleh, melainkan berpura-pura merapikan kancing kemeja sang keponakan yang bada
118Loko yang masih berada di balkon, meminta Andri untuk merusak kunci pintu. Namun, usaha Andri gagal karena ada seseorang yang menembaki mereka dari jendela sisi kanan. Fajar balas menembaki orang yang tidak terlihat, sedangkan Loko dan Andri bekerjasama mendobrak pintu. Fabian mengangkat pot bunga di sudut kanan balkon, kemudian dia melemparkan benda itu sekuat tenaga hingga kaca pintu pecah. Loko melompat masuk tanpa memedulikan lengan dan kakinya tergores sisa kaca. Andri mundur sedikit, kemudian dia melompat dengan posisi tubuh miring agar tidak terkena pinggir kaca. Fabian dan ketujuh rekannya turut memasuki ruangan. Dia menerobos orang-orang di sekitar ruang tengah untuk mendatangi kamar ujung. Ketua regu pengawal Dante tersebut membuka pintu kamar sambil menunduk. Kemudian Fabian lari untuk menerjang sang penembak yang seketika gelagapan. Fabian menghentikan serangan kala menyadari bila lawannya adalah perempuan. Pria berambut cepak mundur dan hanya menangkis, saat perem
119Matahari sudah menyorot ketika Chyou terbangun. Dia seketika mengaduh karena seluruh badannya sakit. Selama beberapa menit Chyou menggerak-gerakkan jemarinya sambil mengatur napas. Setelah rasa sakitnya mereda, pria berhidung mancung mengerjap-ngerjapkan mata, lalu memindai sekitar. Terlihat seorang lelaki yang tengah berbaring di sofa bed. Chyou hendak memanggil, tetapi suaranya tidak keluar. Pria berkaus putih berusaha menggerakkan bibirnya hingga berhasil berdeham. Shen spontan membuka mata, kemudian dia bangkit. Putra kedua Richard Cheung berdiri dan jalan menyambangi Kakak sepupunya yang berada di kasur besar. "Koko, mau minum?" tanya Shen yang dibalas Chyou dengan kedipan mata. Pria yang lebih muda mengambil botol minuman dari lantai..Dia membuka tutupnya, lalu mendekatkan botol agar Chyou bisa meminumnya. Sekian menit terlewati, suara Chyou telah berhasil dikeluarkan. Dia memegangi tangan Shen yang spontan memandanginya saksama. "Kita ada di mana?" tanya Chyou. "Ruma
120Malam harinya, tiga unit mobil MPV hitam berhenti di depan rumah milik Paman Rebecca. Beberapa penjaga segera mendatangi mobil untuk membantu menurunkan barang-barang yang dibawa kelompok terakhir, yang akan bergabung dengan pasukan besar. Boris Dǒng keluar dari mobil pertama bersama Fernando. Keenam ajudan sang mantan mafia bergegas keluar sambil membawa beberapa koper berukuran sedang. Simon, Albern dan Noel turun dari mobil kedua bersama Haryono, Rangga dan kedua pengawal muda. Para penumpang mobil ketiga keluar dengan santai. Mereka melenggang memasuki ruang tamu dengan diikuti kedua kelompok lainnya. Dante menggertakkan gigi saat melihat kelima adiknya tiba di ruangan tersebut. Dia mengumpat pelan, sebelum memelototi pria tertinggi di keluarga Adhitama, yang telah tiba di hadapannya. "Kenapa kamu datang ke sini?" tanya Dante sambil menatap sepupunya dengan tajam."Koko beraksi sendirian, aku kesal!" geram Samudra. "Betul, harusnya kita juga ikut kemarin dulu," timpal Har
121Sekelompok orang memasuki pekarangan sebuah vihara. Mereka bergegas menghampiri kelima anggota keluarga Bao yang sedang duduk di kursi-kursi, di tengah-tengah halaman depan. Zimo Kuang berhenti 10 meter dari para kerabatnya, tepat di garis pembatas yang telah dibuat tim PBK muda. Asisten kepercayaan Mùyáng Fheng memperhatikan sekeliling sambil menghitung jumlah orang yang menjaga tawanan. "Kupikir Chyou yang akan datang langsung. Tahunya dia hanya mengirim ajudan," ledek Zimo Kuang sambil memandangi Alvaro dan rekan-rekannya yang berada di belakang para tawanan. "Menghadapi babi sepertimu, cukup hanya kami," balas Yusuf yang berdiri di sebelah kanan Alvaro."Bahasamu kasar, Anak muda!" desis Zimo Kuang. "Tidak perlu berlaku sopan santun pada kalian. Karena bagi kami, kalian cuma sekumpulan babi bau dan jorok." "Jaga bicaramu!" Yusuf mengacungkan jari tengah kanan tangannya. "Aku tidak takut padamu." Zimo Kuang hendak maju, tetapi tangannya ditarik sang adik. Tengfei mengge
122Dante, Jianzhen, To Mu dan Yuze memasuki ruangan besar di lantai tiga sambil merunduk untuk menghindari peluru yang ditembakkan beberapa orang lainnya. Zulfi, Yanuar dan Yoga menyusul. Bila kedua rekannya balas menembaki pihak lawan dengan pistol masing-masing, Yanuar melepaskan banyak anak panah yang berhasil melumpuhkan para penjaga. Wirya masih baku hantam dengan Jingguo. Sementara Chyou bertarung melawan Quan. Sedangkan Alvaro berhadapan dengan Kang. Dante dan yang lainnya memilih lawan masing-masing, kemudian berkelahi dengan mengeluarkan tenaga penuh. Seunit mobil MPV hitam berhenti di dekat belasan motor di halaman depan. Salman turun sambil membawa kamera beresolusi tinggi miliknya. Yanzou dan Rangga mendampingi Salman yang hendak memanjati dinding, menggunakan tali yang diulurkan Gwenyth dan Dionna dari balkon lantai dua. Rangga memanah siapa pun yang hendak mendekat. Benton yang menjadi sopir mobil tadi, bergegas turun sembari menembakkan pistolnya ke pihak lawan. C
123Hari berganti hari. Waktu yang diberikan pada kelompok Mùyáng Fheng pun usai. Chyou meminta Flint untuk menghubungi Tengfei, karena hanya dia yang bisa diajak bicara dengan tenang. Tengfei mengajak bertemu nanti malam di tempat yang telah ditentukan. Namun, Flint mengubah lokasinya, karena khawatir ada jebakan menanti di tempat yang diketahuinya sebagai restoran milik kerabat Mùyáng Fheng. Tengfei menyanggupi dan berjanji untuk datang tepat waktu. Setelah menutup sambungan telepon, pria berpipi tirus memandangi kakaknya yang sedang berbincang dengan sang bos. Mùyáng Fheng telah menyetujui ketiga syarat yang diajukan pihak Aiguo. Namun, Zimo masih bersikeras untuk tidak melakukan syarat pertama. Tengfei berdebat dalam hati. Dia bimbang, antara mendukung Zimo, atau memaksa pria tersebut menyerahkan diri. Tengfei berpindah ke dekat jendela. Dia mengetikkan pesan dan mengirimkannya pada Flint. Tidak berselang lama anak tertua Fang Xie membalas pesan dengan mengirimkan nomor tele
124Jalinan waktu terus bergulir. Hari berganti menjadi minggu, hingga bulan terlewati dengan kecepatan maksimal. Situasi di Hong Kong, Shanghai, Guangzhou dan beberapa kota lainnya telah kembali kondusif. Tidak ada lagi perkelahian antara kelompok mafia yang tergabung dalam koalisi. Di Kota Taipei, kondisinya telah jauh lebih aman dan nyaman. Hingga warganya bisa beraktivitas dengan tenang dan santai. Tanpa perlu khawatir akan adanya perkelahian kelompok mafia lokal. Kehidupan rumah tangga Chyou dan Earlene pun kian harmonis. Mereka benar-benar menikmati kebersamaan dan nyaris tidak terpisahkan. Meskipun Chyou beberapa kali harus berangkat ke luar kota ataupun luar negeri, Earlene tetap merasa diperhatikan sekaligus dicintai. Walaupun terpisah jarak.Bila tengah berada di Kota Taipei, setiap pagi Chyou akan menemani istrinya jalan kaki mengelilingi kompleks. Pria bermata sipit kian takjub dengan kepopuleran Earlene yang selalu disapa para tetangga. Baik yang muda maupun tua, akan m