Share

BAB 2 - Awal mula

Dua jam lamanya, rapat itu berlangsung. Kebanyakan dari mereka aktif berdiskusi. Setelah dirasa cukup, Nata segera mengakhiri rapatnya dan meminta kepada para karyawan untuk segera mengerjakan bagiannya masing – masing.

Nata membereskan berkas yang ia bawa, sambil mencuri dengar apa yang dibicarakan oleh para karyawati.

Kyaa, Pak CEO memang sangat tampan. Apa kalian melihatnya? Wajah dan badan yang beliau miliki begitu sempurna. Aku sampai susah untuk mengalihkan pandangan.”

“Ah, benar kata Bu Andini, Pak CEO sangat tampan. Kurasa sekarang aku akan mengidolakannya. Sayang sekali, Pak CEO hanya sebentar saja di sini.”

“Tapi, Pak Sekretaris juga tampan. Jika Pak CEO memiliki aura yang berbahaya, maka Pak Sekretaris memiliki aura lembut dan menenangkan. Mereka berdua kombinasi yang cocok.” timpal yang lain.

Mendengar kata ‘tampan’ yang ditujukan kepada dirinya membuat Nata senang.

Nata berpura – pura batuk untuk memberitahu bahwa yang mereka dibicarakan masih ada di sini. Mereka segera menyadarinya dan tersenyum malu. Kemudian, membungkuk pamit keluar dari ruangan.

“Yah, jika si bos sialan itu tidak di sini. Mungkin, saat ini akulah yang paling tampan.” gerutunya kesal sambil berlalu menuju ruangan Satya.

Ia lanjut menggerutu ketika sampai di ruangan Satya dan melihat atasannya sedang bersantai di kursi sambil memejamkan mata.

“Hah, bos yang mereka kagumi sekarang sedang bermalas – malasan. Jika mereka tahu, pasti tidak akan mengaguminya.”

Nata mendatangi meja bosnya dan meletakkan tumpukan berkas di atas meja beliau. Mendengar Nata datang, Satya membuka matanya lalu tertawa.

“Mengapa kamu kesal begitu? Apakah karena aku lebih tampan dari kamu? Kamu bahkan menyebutku bos sialan.” lanjutnya dengan tertawa terbahak – bahak.

Yang diejek mendengus kesal, ia memang sudah mengetahui kemampuan bosnya. Meskipun sudah merasakannya berulang kali, rasanya tetap mengerikan.

“Saya tahu, anda bukan manusia. Jadi berhenti menguping apa yang saya omongkan. Itu menjijikkan.”

Satya kembali tertawa dengan ucapan sarkas Nata barusan, hanya Nata seorang yang berani berbicara seperti itu di hadapannya.

“Kenapa? Aku menikmatinya kok.” goda Satya.

Lagi – lagi Nata menampilkan raut muka jijik, sebagai balasannya ia menambah tumpukkan berkas di atas meja Satya.

Satya mengerutkan dahinya,”Sepertinya pekerjaanku semakin banyak saja. Bisakah aku mengambil libur untuk hari ini?”

“Tidak, Pak. Tolong selesaikan pekerjaan anda. Memangnya gara – gara siapa, perusahaan kita mengakuisisi Perfetti Apparel ketika saya menolaknya karena kondisi perusaaan yang sedang genting – gentingnya.” kata Nata dengan tegas.

“Tetapi ini tidak bisa diselesaikan hari ini," ucapnya sambil membaca tumpukan berkas,"hei, bukankah ini pekerjaanmu?” tukas Satya dengan kesal.

“Memang benar. Tugas saya sudah menumpuk dua kali lipat dari Bapak.”

“Tugasku sudah banyak Nat, kenapa aku harus mengerjakan –“

“Kalau Bapak tidak ingin mengerjakannya, tolong carikan sekretaris yang baru. Untuk membantu tugas saya.” potong Nata.

“Tapi-“

“Tidak ada tapi – tapian, Pak. Bapak sendiri yang menyukai pekerjaan selesai tepat waktu. Jika dilakukan tanpa bantuan sekretaris lain, maka akan selesai setelah waktu tenggatnya. Atau kita berdua akan lembur kembali seperti hari – hari sebelumnya.”

Satya menghela nafas pasrah, karena Nata bersikukuh untuk mendapatkan sekretaris baru. Meskipun begitu, ia setuju dengan ucapan Nata. Kekurangan pegawai membuat perusahaan kelimpungan.

Banyak dari mereka mengerjakan tugas bukan sesuai dengan job desknya. Bahkan Satya dan Nata terkadang berbagi tugas agar cepat selesai.

Hanya saja, ia selalu menolak ketika Nata meminta untuk mencarikan sekretaris baru. Menurutnya sekretaris baru tidak dibutuhkan, karena Nata selalu menyelesaikan tugas yang diberikan dengan baik.

Alasan lainnya adalah ia tidak ingin ada manusia lain yang berada di sekitarnya. Sejauh ini hanya beberapa orang yang bisa dekat denganya, salah satunya adalah Nata. Menjadi sekretaris berarti akan mengikuti kemana pun ia pergi.

Terlebih lagi, Nata menginginkan sekretaris perempuan. Katanya, ia sudah lelah melihat lelaki terus menerus. Nata ingin melihat angin segar, sehingga bisa semangat untuk bekerja.

Berbeda dengan Nata, Satya paling tidak bisa bersama dengan perempuan. Menurutnya bekerja dengan perempuan itu sulit, mereka akan lebih fokus memandang wajahnya daripada mengerjakan tugas.

Hahh.. aku mengerti. Aku mengizinkanmu untuk membuka lowongan pekerjaan untuk mencari sekretaris baru. Hanya saja, biarkan aku ikut menyeleksi saat wawancara nanti,” ucapnya menyerah,”dan juga, tambahkan syaratnya, yang bisa melamar hanya laki – laki.”

“Bukannya lebih baik perempuan? Bapak tidak inginkan, ada gosip tersebar yang menuduh bapak adalah seorang gay?”

Satya memasang wajah kesal, ucapan sarkas dari Nata menusuk harga dirinya sebagai laki – laki sejati.

“Aku mengerti, lakukan sesukamu.”   

"Baik, Pak."

Lowongan pekerjaan segera dibuka, Nata memasangnya di tempat yang strategis agar bisa menjangkau lebih banyak orang. Sehingga kemungkinan ia mendapatkan sesuai kriteria akan semakin tinggi.

Sesuai dengan perkiraan Nata, cukup banyak lamaran yang masuk. Rata – rata yang melamar adalah fresh-graduate dari kampus. Tidak banyak yang sudah memiliki pengalaman bekerja sebelumnya.

Yah, dia mewajarkannya karena belum lama ini perusahaannya bangkit kembali. Orang – orang akan mengira bayaran yang diterima untuk bekerja di sini tidak sebanyak yang diberikan oleh Grup perusahaan pada umumnya.

Setelah melakukan sortir berkas, Nata segera mengadakan seleksi tahap pertama. Seleksi tahap pertama yang dilakukan dengan cara tes tertulis. Cukup banyak orang yang mengikuti seleksi tes tertulis.

Pada hari dilaksanakan tes tertulis, muncul seorang perempuan yang cukup mencolok di antara peserta lain. Meski hanya memakai pakaian standar hitam - putih, tidak memudarkan pesona yang ia miliki.

Muncul tatapan iri dari para peserta, keirian mereka bertambah ketika perempuan tersebut keluar dengan cepat dari ruang ujian. Padahal, tes yang diujikan tergolong sulit.

Sedangkan perempuan cantik itu memasang wajah  harap - harap cemas, apakah dirinya bisa lolos seleksi tes pertama.

Raut khawatir menghiasi wajahnya, karena hanya dia satu - satunya orang yang keluar dari ruangan lebih cepat dari waktu yang ditentukan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status