Tara sudah menghubungi Juna dari pagi tadi. Tapi nihil. Nggak ada balasan. Jangankan dibalas, dibaca saja tidak. Gadis itu mendengus banyak-banyak kali. Jam 4 sore, Jeno sudah di depan.
Jeno sih, selalu malas soal acara-acara kayak begini. Namun, Tara yang meminta, ya sudahlah ya. Lagian, sebenarnya Tara juga tak mau pergi dengan Jeno. Dia 'kan maunya sama Juna.
Ya sudahlah ya.
"Gue masih marah sebenernya." Tara turun dengan gaun hijau bolu kukus-nya yang terlihat formal dan elegan. "Tapi gue belum punya temen, anjir! Temen gue di kampus lo doang."
Jeno tertawa kecil menanggapi. Pemuda itu mengambil tehnya, menyesap sampai tandas, lalu berdiri. "Ya udah, makanya hari ini kesempatan cari temen. Berangkat ya, Om." Jeno beralih pada Taharja yang lagi nonton tv sambil ngemil kacang goreng.
Taharja mengangguk. "Jangan pulang kemalaman. 'Kan nant
Sebelum kejadian, 31 Desember 2018 .... Lagu full bahasa Mandarin mengudara di seluruh sudut rumah minimalis hitam putih itu. Seorang pemuda jangkung bernyanyi mengikuti irama di bawah guyuran shower yang mengeluarkan air panas. Iya panas. Juna sebenarnya lebih suka mandi menggunakan air panas daripada air hangat. Sungguh aneh, tapi itulah kenyataannya. "Syishiehsheee~." Jujur. Juna sebenarnya sama sekali tidak mengerti apa yang sedang ia nyanyikan, acak-acakan ia memilih kata yang ia lontarkan dari mulut. Yang penting nadanya sama! Ia mematut diri di kaca. Dengan rambut klimis dan telanjang dada, Juna tak habis pikir. Dia terlihat ... ganteng abis! Setelah siap dengan celana jeans putih dan kaos putih yang tak lupa dilengkapi dengan kemeja flanel biru merah untuk menambah kesan keren, Juna juga tak urung menyemprotkan parfum berbau cinnamon kesayangannya.
Juna tak tahu kemana Dava membawa dirinya pergi, jalanan terlihat buram dan kepalanya diterjang sakit yang teramat sangat."Jangan ke rumah sakit, Dav," rintih laki-laki itu. Wajah bersihnya telah dihiasi oleh beberapa luka lebam yang masih segar, serta darah yang menetes cukup deras dari dahinya lantas mengotori baju dan celana Juna yang sial sekali kenapa harus berwarna putih—turut membuat keadaan semakin dramatis bagi Dava.Perkelahian tadi cukup sengit, seharusnya Juna dan Dava cukup kuat untuk melawan lima banci yang mengaku-ngaku sebagai senior teladan kalau saja tidak salah satu dari mereka mempunyai pikiran yang sungguh kekanakan,salah satunya menjatuhkan Juna dari tangga.Tidak cukup tinggi untuk membuatnya mati, tapi cukup untuk menghilangkan setengah dari kesadaran yang ia mil
Jeno Aldrian Fadhilah adalah tiga kata yang mengungkapkan banyak hal. Hangat, perhatian, baik, jahil, dan terkadang menyebalkan. Setidaknya begitulah Jeno menurut Tara. Dari teras rumahnya, Tara sudah bisa menebak—siapa gerangan manusia yang mengendarai vespa kuning tua dari kejauhan sana. Tentu saja ... oknum yang meresahkan hati para perempuan, Jeno. Pemuda itu datang membawa banyak barang, belum lagi sesuatu di atas jok motor kuning itu membuat Fina bertanya-tanya. "Nih. Maafin gue lah, tahun baru juga." Jeno menyodorkan buket berwarna merah muda kepada Tara. Gadis itu melihat Jeno dengan tatapan tidak percaya. "Buket ... BONCABE?!" "Lo kan suka makan pedes," jawab Jeno sambil nyengir lebar. Fina terkekeh pelan mendengar penuturan Jeno. Anak itu selalu punya cara untuk menjahili Tara. "Ya gak gitu juga pe'ak!" T
Sepulangnya anak-anak dari sana, Juna benar-benar pindah kamar. Meninggalkan Afara di sana sendirian.Seperti sebelumnya."Aarrgghh!! Lo ngapain sih, hah?" Juna frustasi, ada adegan bodoh yang dilakukan oleh aktor dalam drama Cina.Tanpa tahu dari tadi seseorang memperhatikan dirinya. Tiffany bersendekap dada melihat kelakuan cucu satu-satunya itu, bukannya tidur malah nonton drakor."Juna.""Nah! Gitu dong, dari tadi kek." Juna tak menyahut, malah semakin seru menonton drama di TV LED di depan sana."Juna!" Tiffany menambah volume. Merasa diabaikan, ia mengambil remote dan mematikan TV tersebut."Eyaaaaaaangg!" Juna merengek karena TV harus mati di saat-saat penting sebuah drama, sebentar lagi klimaks episode tiga! Pemuda itu frustasi."Juna nggak tidur karena sekarang aja tahun baru! Juna mau keluar sekarang aja. Masa anak muda tahun-tah
Hujan sore itu seakan mengolok-olok Juna dalam jurang kesedihannya.Juna merasa kesal, kenapa otaknya cukup mumpun untuk memahami situasi yang saat ini tengah terjadi. Tidak seperti teman sebayanya yang tidak tahu, apa itu mati.Juna paham dengan betul apa itu meninggal dunia.Banyak orang menangis, termasuk Tiffany dengan pakaian berkabungnya yang masih saja terlihat mewah dan berkelas.Kendati demikian, Juna tak menangis. Dia masihlah bocah berusia lima tahun yang baru saja memulai masa-masa sekolahnya. Namun entah mengapa, semesta membuatnya mengerti dengan jelas semuanya.Semesta seolah sengaja membuat Juna tak bisa melupakan kejadian ini selama sisa hidup yang tidak bisa dibilang sisa ... sebab Juna hanyalah anak yang
Satu Januari 2019 adalah sebuah awal yang selalu diusahakan untuk tak berakhir, awal dari sesuatu yang tak diharap-harap selesainya.Dalam pertukaran pemikiran yang panjang lewat bibir mereka waktu itu, Tara pernah berjanji kepada dirinya sendiri untuk tidak menyerah apapun yang terjadi.Entah padanya,atau, pada Juna.Tara akan terus berjalan maju apapun yang terjadi. Sebab dia tahu; merubah seseorang bukanlah hal yang mudah.Karena gadis itu paham; Juna dan dia adalah dua hal yang sama-sama memerlukan suatu kesembuhan ...dan sembuh dari semua itu tiadalah semudah membalikkan telapak tangan.Butuh masa-masa penyesuaian diri akan hal ya
Waktu itu terasa aneh dan canggung, sebuah ikatan aneh yang mereka jalani tanpa perasaan.Tapi semua itu telah berlalu dengan bekas yang nyata.Sekarang, Renjuna dan Satara adalah mereka yang telah tumbuh. Menjadi lebih sedikit dewasa, sedikit demi sedikit berubah melalui hukum alam yang mutlak bernama; waktu.Keputusan untuk saling mengubah diri, untuk berjalan dalam satu jalur, saling bersandar pada bahu yang sama-sama lelah telah membawa mereka sampai pada saat ini.Saat benih-benih cinta mulai tumbuh, kepribadian pun ikut tumbuh. Tatkala fajar menyingsing atau tenggelam di ufuk barat, perlahan-lahan hati pun berubah.Tapi mereka masih belum tahu; bagian mana dari diri mereka yang mulai berubah.Yan
Para tetangga bilang, Jeno itu seharusnya jadi dokter atau setidaknya menjadi petugas negara. Sebab badan gagah dan wajah tampannya yang selalu menyilaukan serta memporak-porandakan hati para ibu-ibu sekaligus gadis-gadis di daerahnya—sangat tidak cocok dengan pekerjaan Jeno yang sekarang.Coba tebak.Jadi apa seorang Jeno setelah menyelesaikan kuliah S1 dengan Jurusan biologi? Ilmuwan muda? Guru SMA besar? Ataukah membuka tempat les? Namun tidak.Jeno membuka toko distro di sebuah gedung mall. Lumayan lah, hasil menabungnya selama beberapa tahun bisa digunakan sebaik mungkin.Setidaknya dia dan nenek bisa hidup. Itu saja.Jeno tidak pernah muluk-muluk dalam segala hal. Dia terlampau sering ikhlas, terlalu akrab denga