Salsa pulang dengan wajah yang murung dan mood yang kacau. Tidak ada semangat dalam dirinya. Tidak jauh dari klinik ada taman kecil yang dibuat sederhana dan ia duduk disalah satu kursinya seraya menatap kearah jalanan yang begitu lenggang. Hanya beberapa mobil saja yang lewat, mungkin karena waktu yang sudah menunjukan pukul setengah sebelas. Dimana semua orang sudah masuk kedalam aktivitas kerjanya.
Salsa membuka hpnya dan menghubungi seseorang. Ia merindukan kabar baik dari orang itu.
"Hallo." Ucap Salsa saat panggilannya di angkat.
"kakak, apa kabar kak? Kakak betah kerja disana?" Ucap adik angkatnya itu, yah Salsa sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi. Maka saat bercerai dengan Bagas, ia tidak pergi ke tanah air. Buat apa? Dia hidup miskin untuk pulang ke tanah air saja membutuhkan uang banyak. Lebih baik ia diam di negara orang. Tidak jadi masalah, karena ia sudah mempunyai izin untuk tinggal di negara ini. Pernikahannya dengan Bagas waktu itu membuat aksesnya masuk ke negara ini sangatlah mudah.
Salsa tersenyum, Airmatanya menetes. "Kakak betah sayang, kakak baik. Bagaimana dengan kamu dan anak kakak?" Tanya Salsa.
"Rendy baik ko kak, dia menjadi anak yang penurut." Jawab Renata, adik angkat Salsa. Lima tahun yang lalu, ia mengangkat Renata menjadi saudaranya. Karena melihat anak itu sendirian di sebuah rumah yatim piatu. Umurnya sudah tujuh belas tahun.
"Syukurlah, jaga baik-baik ya Renata. Hanya kamu yang bisa kakak andalkan. Kalau ada sesuatu hubungi kakak langsung. Jangan sungkan." Ucap Salsa.
"pasti kak, kak sudah dulu ya. Aku sedang memasak." Ucap Renata.
"Iya udah sana." Ucap Salsa lalu mematikan teleponnya. Ia menghembuskan nafasnya, baguslah kalau mereka berdua baik-baik saja. Setidaknya ia bisa lega, mendengar kabar itu.
"Rupanya kamu disini? Belanja Heh!" Teriak seseorang disamping Salsa.
Salsa berdiri dan menghadap orang itu. "Maaf tuan, saya baru saja pulanh dari klinik." Ucap Salsa yang melihat raut wajah Bagas.
"Ngapain kamu kesana? Lo bisa sakit juga?" Tanya Bagas.
Salsa mengangguk. "Semua ini kerana tuan, kemarin.."
Plak! Bagas menampar Salsa. "Lo bilang salah saya? Hah! Memang pembantu tidak tau di untung. Bisanya hanya menyalahkan orang lain. Kalau memang sakit, ya sakit saja. Ga usah bawa-bawa Orang lain." Ucap Bagas tidak terima.
"Maafkan saya tuan." Ucap Salsa.
"Sudahlah, menyesal saya turun dari mobil dan menghampiri orang yang tidak tau terima kasih sepertimu. Masih untung saya memberikan kamu pekerjaan, kalau tidak. Mungkin kamu sudah sengsara dijalan." Ucap Bagas.
"Maafkan saya tuan." Ucap Salsa.
Bagas berjalan kearah mobil, namun Salsa menghentikkan langkahnya. "Tuan, boleh kah. Saya menumpang?" Tanya Salsa sedikit takut.
Bagas tersenyum setan. "Boleh sangat boleh honey." Jawab Bagas.
"Terima kasih tuan." Ucap Salsa.
Bagas berjalan ke belakang mobil dan membuka bagasi mobil yang cukup luas. Karena mobil ini hanya ada kursi depan dan tengah. Yang belakangnya tidak ada.
"Masuk." Perintah Bagas.
Sasa mengkerutkan dahinya tidak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Bagas. "Maksud tuan apa?" Tanya Salsa.
Bagas menghampiri Salsa dan berhenti tepat didepan Salsa. "Kamu mau ikut dengan saya bukan?" Salsa menganguk, "Kalau begitu sekarang kamu masuk dan duduk di bagasi. Disana cukup luas dan nyaman. Kamu pantas mendapatkannya, untung saja saya memakai mobil ini kalau tidak, mungkin saya akan membiarkanmu duduk diatas mobil saja." Ucap Bagas.
Salsa menggelengkan kepalanya. "Maaf tuan, terima kasih. Saya tidak akan jadi ikut dengan tuan. Lebih baik saya pergi naik taxi atau apa pun." Ucap Salsa.
Bagas menarik tangan Salsa dan memaksanya masuk kedalam bagasi. "Tadi kamu yang meminta sekarang masuk kedalam bagasi sebelum kesabaranku habis!" Teriak Bagas.
"Aku tidak mau!" Bantah Salsa.
Bagas mengangkat Salsa dan membantingnya kedalam bagasi. "Diam disana dan jangan mencoba berteriak atau meminta bantuan apa pun. Aku tidak mau berurusan dengan polisi, dan jangan rusakan apa pun. Harganya lebih mahal dari pekerjaanmu selama satu tahun." Peringatan Bagas, lalu menutup bagasi itu dan ia pergi ke tempat duduk kemudi. Ia menjalankannya ke kantor.
Salsa berbaring di bagasi, disini pengap. Udaranya sangat sedikit dan hawanya panas. Kakinya di tekuk karena ukuran bagasi yang tidak panjang. Ia memukul-mukul Bagasi dengan tangannya yang terkepal. Ia marah pada Bagas.
Ternyata pukulannya terdengar sampai ke telinga Bagas. "DIAM!" Teriak Bagas. Salsa menghentikkan pukulannya tidak ingin membuat Bagas semakin marah lagi dan berbuat yang tidak-tidak pada dirinya.
"Kapan penderitaan ini akan berakhir salam hidupku." Gumam Salsa. Takdir hidupnya sangatlah buruk. Tidak ada kesenangan untuk dirinya, barang sebentar saja.
Bagas membuka bagasi ketika sudah sampai di bassment kantor. Ia mengajak mantan istrinya itu untuk masuk keruangannya."Selamat datang pak." Ucap Sazkia melihat Bagas datang melewati mejanya.Bagas hanya tersenyum dan berjalan lurus masuk kedalam ruangannya. Salsa tersenyum kaku saat berhadapan dengan Sazkia.Bagas duduk di kursi kebesarannya dan Salsa hanya diam mematung. Pria itu mengabaikan dirinya. Salsa berinisiatif duduk disalah satu sofa."Siapa suruh kamu duduk." Ucap Bagas melihat Salsa duduk di sofa.Salsa berdiri lagi. "Aku lelah tuan." Ucap Salsa."Aku heran, kenapa dulu aku bisa jatuh cinta padamu dan memilih menikah denganmu. Padahal sekarang, kalau diliat-liat. Kamu sama sekali tidak menarik dan tidak cantik. Kamu melakukan ilmu hitam ya?" Tanya Bagas curiga.Salsa menggelengkan kepalanya. "Tidak tuan. Sama sekali tidak, lupakan semua masa lal
Bagas kembali mengerjakan beberapa lembar berkasnya saat mendengar suara pintu kamar mandi terbuka. Ia menahan sekuat tenaga agar tidak menoleh kepada Salsa. Dan tidak menanyakan apa pun yang menyangkut wanita itu."Tuan." Ucap Salsa."Hemm." Sahut Bagas."A.. Aku mau izin pulang kampung Sebentar saja hanya tiga hari. Ada sesuatu yang harus aku urus disana. Apakah tuan mengizinkan?" Tanya Salsa.Bagas menyimpan pulpennya dan menatap Salsa. "Ada urusan apa kamu disana?""Keluarga.""Tidak Boleh!" Tolak Bagas dengan tegas."Tapi tuan.. Aku mohon sekali ini saja. Ini sangat mendesak." Mohon Salsa.Bagas menggelengkan kepalanya. "Tetap jawabannya tidak, kalau kamu tetap memaksa. Maka kamu aku pecat dan kamu harus mengembalikan semua uang yang telah diberikan Sazkia padamu dua kali lipat!" Ancam Bagas.Salsa menggelengkan k
Setelah selesai makan di restoran, Bagas membawa Salsa kembali pulang ke apartemen. Tanpa sepatah kata pun, Bagas tetap diam membisu. Begitu pun dengan Salsa. Entahlah, ia harus berbicara apa. Karyawan yang di pukul oleh Bagas diberikan uang oleh Bagas untuk berobat. Namun, yahh kalian tau kan sifat Bagas yang sombong dan angkuh. Dia memberikan sebuah cek yang sudah di tanda tangan dan diisi oleh Bagas dengan nominal 20 juta. Cek itu dia berikan tepat di wajah karyawan itu.Sesampainya di apartemen, Salsa masuk kedalam bersama Bagas. Namun, Saat masuk kedalam apartemennya, Bagas memojokan Salsa di belakang pintu dan mengurung badannya dengan kedua tangan Bagas berada di samping kanan dan kirinya."Siapa Rendy?" Tanya Bagas, sedaritadi. Nama itu menghantui kepalanya, membuat kepalanya pening dan berneka-neka. Siapa Rendy? Dan apa hubungannya dengan Salsa.&nb
Setelah satu jam perjalanan akhirnya Bagas sampai di rumah sakit, dimana anaknya berada. Ia masuk kedalam rumah sakit, tanpa basa basi menanyakan kepada suster. Bagas masuk saja keruangan flower Ros 1.Sesampainya Bagas di depan ruang inap Rendy. Tiba-tiba saja ada wanota yang keluar, otomatis Bagas berpura-pura tidak melihat. Wanita itu menjauh dari ruangan Rendy, saatnya Bagas masuk.Didalam ruangan ada enam orang, untung saja Bagas sudah mengetahui rupa atau wajah sang anak. Lagian ada papan nama yang tergantung jelas diatas ranjang rumah sakit. Dan ternyata Rendy kebagian yang paling ujung dekat kamar mandi.Bagas membuka tirai itu setelah tadi mengitip sedikit. Lalu tersenyum menatap Rendy yang sedang menatapnya."Haii." Sapa Bagas."Om siapa?" Tanya Rendy heran.Bagas maju dan duduk di pinggir ranjang Rendy. "Kenalkan nama om adalah Bagas. Senang bertemu kamu, kamu Rendy kan?" Rendy mengangguk, "Cepat semb
'Cinta, terkadang dia datang untuk bertahan atau datang untuk menyakiti'Keesokan harinya, sesuai yang sudah direncanakan Salsa dan Renata. Mereka datang di pagi hari pukul tujuh, dimana karyawannya pun belum pada datang. Mereka menunggu di ruang tunggu dengan air putih yang disediakan oleh satpam.Sampai jam sembilan, seorang resepsionis menghampiri Salsa dan Renata yang senantiasa menunggu."Selamat pagi nyonya, seperti pak Bagas. Tidak akan datang ke kantor hari ini." Beritahunya.Salsa berdiri, "Apakah anda bisa menghubunginya lagi? Katakan kalau saya ingin bertemu dengannya. Ini sangat penting." Ucap Salsa."Maaf sekali nyonya, tidak bisa. Karena tidak se
"Delina!"Delina menatap seseorang yang berani memanggilnya dengan sebutan nama. Dan ternyata orang itu adalah suaminya."Sayang. Ngapain kamu disini? Bukannya kamu sedang ada urusan ke luar negri?" Tanya Delina."Turunkan pisau itu!" Perintah Akas, Delina menurunkan pisaunya dan menyimpannya kembali. "Daddy kembali dan mencarimu. Orang-orangku mengatakan, kamu sedang berada disini dengan putra kita. Apa yang kamu lakukan sehingga ingin bunuh diri?! Kau ingin meninggalkan aku?" Tanya Akas.Delina menggelengkan kepalanya. "Daddy salah paham. Mom disini, karena anakmu ini ingin kembali dengan Salsa dan dia sudah memiliki anak. Bernama Rendy." Ucap Delina.Akas mengangkat alisnya. "Sudahlah Delina! Aku cape, lupakan dendammu terhadap ibunya Salsa. Dia tidak salah, kamu hanya salah paham sayang. Biarkan yang berlalu menjadi kenangan dan pelajaran buat kita. Bukannya ibunya Salsa juga sudah meninggal? Kamu tidak perlu menyi
Salsa membuka matanya, ia menatap sekeliling kamarnya, tidak ada siapa pun. Dan ia masih ada di apartemen mantan suaminya. Ia melihat tangannya yang dipasang inpus. Kenapa sampai harus di inpus?Ceklek.. Mantan suaminya itu masuk kedalam kamar dengan gelas yang dipegangnya. Bagas tersenyum lebar mendapati mantan istrinya sudah siuman. "Akhirnya kamu bangun juga sayang, aku menunggumu." Ucap Bagas."Kenapa aku di inpus?" Tanya Salsa.Bagas mengambil kursi dan duduk di sebelah ranjang Salsa. "Kata dokter kau dehidrasi, kurang makan dan kurang istirahat. Maka dari itu aku menyuruh dokter meng inpus kamu sayang, biar kamu cepat sembuh. Kasian anak kita kalau kamu terlalu lama sakit." Jawab Bagas.Salsa jadi teringat. "Dimana Rendy? Pertemukan aku dengannya. Pliss Bagas, dia satu-satunya yang bisa membangkitkan semangatku. Aku bersedia mengembalikan uang yang pernah kau keluarkan untukku." Ucap Sals
Bagas terbangun dari tidurnya, ia melihat jam di dinding. Jam itu menunjukan arah tiga. Ternyata ini masih sangat pagi untuk bangun. Salsa masih terlelap disampingnya dengan wajah yang tenang. Obat tidurnya cukup membuat Salsa tidak terbangun sampai pagi hari lagi.Bagas menyusuri setiap inci wajah Salsa dengan telunjuknya. "Aku mencintaimu." Ucap Bagas, ia berdiri dan membersihkan diri sekaligus berendam. Semoga saja pikirannya menjadi segar.Satu jam berendam Bagas keluar dari kamar mandi dan berganti pakaian. Dilihatnya Salsa masih tertidur lelap dan damai. Andaikan wanitanya itu ingin memaafkannya mungkin, tidak akan terjadi seperti ini.Bagas berjalan keluar dari kamar dan masuk kedalam ruang kerjanya. Ia menghubungi Luis."Hallo!" Teriak Luis, tidurnya diganggu oleh dering telepon yang tidak berhenti sedari tadi."Tidak sopan kamu! Sedang apa kau?" Tanya Bagas.