EPS 6. FIRST TOUCH.
Begitulah kesepakatan mereka terjadi. Chalondra, gadis kecil yang baru pertama kali merasakan getaran aneh terhadap lawan jenis itu membuat sebuah keputusan yang cukup berani, yaitu menjadi Sugar Baby seorang om-om beristri seperti Dominic. Jika ditanya kenapa dia mau? Chalondra akan menjawab untuk saat ini dia memang nyaman saat bersama pria dewasa itu. Tidak menutup kemungkinan jika suatu hari nanti dia bosan, mengingat sifatnya yang masih labil, dia akan melepaskan diri dari Dominic. Jadi dia tidak terlalu ambil pusing.
"Jadi, bagaimana perjanjiannya? Aku harus ngapain, Om?"
"Tugas pertama kamu sebagai sugar baby saya, temani saya tidur sebentar. Saya capek, Cha. Kamu tau nggak setiap hari saya datang ke sini dari jam tujuh sampai jam sebelas malam cuma untuk nungguin kamu ..." Dominic masih menggendong Cha di atas pahanya. Tapi itu tidak membuatnya kesusahan untuk menggeser posisi mereka ke tengah-tengah kasur. Dominic merebahkan tubuhnya dan Kini Chalondra berada di atasnya.
"Om kenapa nggak telepon aku? Aku juga mikirin Om tiap hari sampai nangis terus."
"Mulai sekarang jangan panggil Om. Panggil Dad saja, saya lebih suka. Lebih intim ...."
Chalondra bergerak untuk duduk di atas perut Dominic. Dia begitu nyaman sekarang. Tiba-tiba saja dia bisa melupakan hari-hari galaunya yang kemarin, karena orang yang dia rindukan sudah ada di depan mata. Terpampang nyata. Tampan dan mempesona.
"Oke ... Dad ..." sudut bibirnya melengkung ke masing-masing arah. Ada gelanyar asing yang membuncah di dadanya saat dia memanggil Dominic demikian.
"Jadi kenapa Dad seperti orang bodoh, nungguin aku tiap hari di sini, padahal Dad sudah punya nomor hape aku?"
"Sudah saya bilang, saya nggak mau fokus kamu terpecah. Biarlah kamu belajar dulu, saya nggak mau ganggu."
"Dad ngawasin aku ya?"
Dominic mengangguk.
"Daddy tau banyak tentang aku?"
Lagi-lagi pria itu mengangguk. Dia memang sudah meneliti segala hal tentang Chalondra. Singa kecil yang sekarang resmi menjadi simpanannya. Simpanan? Terdengar begitu buruk. Tapi itu hanya untuk sementara. Sebelum dia membuat keputusan akan pernikahannya dengan Reina.
Dominic juga tau Chalondra selalu dijaga bodyguard khusus. Tapi sepertinya mereka bekerja tanpa sepengetahuan Cha. Mungkin anak itu tidak setuju terlalu dikekang. Sama seperti malam ini, sebenarnya Dominic tau bodyguard Chalondra ada di dalam club miliknya. Itulah sebabnya dia tidak menghampiri gadis itu walau sejak awal dia sudah mengetahui kedatangannya. Dominic sengaja muncul di tempat yang sepi dan cepat-cepat membawa gadis itu ke dalam kamar.
"Rahasia. Yang penting sekarang saya senang kamu di sini."
"Aku juga, Dad. Rasanya kayak lega banget di sini ..." Chalondra memegang dadanya, "Kemarin-kemarin sesak banget tiap ingat Daddy. Kangen banget."
Dominic menarik bahu Chalondra hingga terjatuh lagi di atas dadanya. Memeluk gadisnya dan memberi kehangatan lewat rengkuhannya.
"Tapi kamu bisa bertanggung jawab sama ujian kamu walau pun lagi dalam kondisi seperti itu. Saya bangga sama kamu, Chalondra. Mudah-mudahan nanti kamu lulus di universitas yang kamu mau."
"Makasih, Dad. Aku nggak kenal Daddy sama sekali tapi aku nyaman dan aku tau Dad adalah pria baik-baik."
"Tau dari mana kamu kalau saya pria baik-baik?"
"Malam itu ... Dad bisa menahan diri untuk nggak buka handuk aku walau kita berduaan di kamar sampai berjam-jam ...."
"Kamu nggak tau aja, Cha. Setelah mengantar kamu, saya menyesal sudah tidak melakukannya."
"DAD!!"
"Hahahaha ... saya bercanda. Kamu masih kecil. Saya nggak mau rusak kamu."
Chalondra naik hingga wajahnya sejajar dengan wajah Dominic. Dia mendekat dan memperhatikan wajah tampan itu dengan kagum. Tangan Dominic refleks menahan pinggulnya.
"Dad tampan sekali ...."
"Dari satu sampai sepuluh poinnya berapa?"
"10. Kenapa istri Dad malah selingkuh? Bukannya berusaha bikin Daddy jatuh cinta ke dia?"
"I don't know. Saya juga nggak berharap dia cinta sama saya. Saya sudah punya kamu."
"Hmmm kan maksudnya sebelum ada aku Dad ...."
"Entah lah. Dan ini harus masuk dalam kesepakatan kita. Jangan membahas orang lain selama kita bersama. Biar hanya ada tentang saya dan kamu."
Chalondra tersenyum tipis, kemudian mengangguk. "Baiklah. Tentang Chalondra dan Dominic?"
Hati Dominic bergetar mendengar Chalondra menyebutkan namanya seperti yang barusan. Terdengar begitu mesra dan lebih enak di telinga kan daripada Dominic dan Reina?
"Saya suka itu, Cha."
Tatapan mereka kembali bertemu di satu garis lurus. Cukup lama dan begitu dekat. Chalondra baru menyadari bola mata Dom begitu indah, seperti sebuah batu blue safir yang dia ketahui harganya bernilai jutaan.
"Dad ..."
"Mm?"
"Mata Dad cantik."
"Kamu gombal. Kecil-kecil sudah jago gombal." Dominic menepuk punggung Chalondra pelan.
"Serius. Nanti anak Dad juga pasti mewarisi mata indah papanya."
Sekujur tubuh Dominic memanas saat Chalondra menyinggung perihal anak. Rasanya dia bersemangat untuk membahas hal tersebut dengan gadis kecil itu. Sangat jauh berbeda saat Reina yang mengucapkannya. Sama sekali tidak ada gairah untuk merespon wanita itu. Chalondra memang penuh pesona.
"Apalagi kalau ditambah gen dari mata kamu, Chalondra. Pasti semakin cantik dan tampan."
"Maksudnya, Dad? Bukannya anak itu dari gen papa mamanya? Harusnya dari Dad dan istri---"
"Chalondra!"
"Upss. E ... eh iya ..." Chalondra baru ingat soal tidak membahas orang lain. Dia cepat-cepat menutup mulut.
"Saya dan kamu saja. Mengerti?"
"Iyaaaaa, Daddd. Segitu aja marah." Chalondra mencubit hidung Dominic dan membuat pria tua itu tersenyum lebar. Mana bisa dia marah pada singa kecil itu. Ingat kan, dulu gadis itu yang selalu marah?
"Cha ..."
"Iya Dad?"
"Kamu mau ketemu saya seminggu berapa kali? Untuk sementara, saya nggak mau orang tua kamu tau kalau kamu lagi dekat dengan laki-laki beristri."
Ah, Chalondra tiba-tiba tersadar akan satu hal penting itu. Benar sekali, kalau papa Chris dan mama Amber-nya tau, bisa-bisa dia dikurung dan nggak diijinkan keluar. Bisa-bisa dia akan dibuat pakai bodyguard. Oh nooo!
"Dad maunya gimana? Aku ngikut aja, Dad ..." Cahlondra menjawab dengan sedikit pelan. Namanya anak labil, mengingat tidak mungkin selalu bertemu dengan Dom membuat mood-nya seketika turun.
"Saya sih maunya tiap hari, Chalondra. Sama seperti suami yang tiap hari memerlukan istrinya di sampingnya."
Wajah Chalondra berubah merah secepat kilat. Istri katanya? Haaaahhhhh, mendadak kurang oksigen si singa kecil itu.
"Tapi kalau mau ketemu setiap hari, itu artinya harus malam dan kamu pasti nggak bisa. Nggak baik kamu keluar malam terus. Saya juga terkadang ada lembur. Jadi, kita sepakati saja, baiknya bertemu setiap hari apa, jam berapa dan di mana ...."
....
"Lagian ... kalau ketemu tiap hari sama kamu, saya nggak yakin bisa jaga diri untuk nggak macam-macam."
Chalondra merinding mendengar kalimat terakhir Dominic. Sebenarnya Cha sedikit tau perihal sugar baby dan sugar daddy ini. Tidak akan jauh dari partner di tempat tidur. Namun dia melihat Dominic masih terkontrol sampai sekarang. Di samping itu Chalondra juga belum berpikir, kalau Dom menyerangnya sekarang apakah dia akan merelakan miliknya yang paling berharga pada laki-laki itu? Chalondra belum tau.
"Iya Dad, gimana Dad aja. Sesuaiin sama jadwal Dad aja. Aku kan masih anak kecil. Nggak tau masalah begituan."
Berganti Dominic mencubit hidung Chalondra dengan lembut. Tangannya menepis rambut halus di wajah cantik gadis kecil itu. "Memangnya kamu belum pernah pacaran, Cha?"
Chalondra menggeleng. "Teman satu sekolah banyak yang naksir sih, tapi aku ngerasain perasaan kayak gini baru sama Dad aja. Dan aku baru tau rasanya sakit kalau nggak ketemu." Chalondra jujur, apa adanya. Tidak ada gunanya bermain intrik dengan pria dewasa yang tentunya sudah jauh lebih pintar dalam menilai bagaimana dia sekarang.
"Banyak yang naksir?"
"Hm-m ..."
Dominic tentu saja percaya. Gadis kecilnya itu sempurna. Dari rupa dan postur tubuh, juga dari karakternya. Chalondra adalah gadis yang apa adanya, blak-blakan. Tidak jaim. Benar-benar idaman semua lelaki.
"Saya banyak pesaing dong kalau begitu ..."
"Iya. Tapi aku sukanya sama Dad."
Wajah Dominic kembali bersemu merah. Tangannya refleks mengambil bantal untuk menutupi wajahnya. Dia malu mendengar Chalondra jelas-jelas mengutarakan rasa sukanya. Dadanya berdebar seperti anak remaja.
"Dad, kenapa? Malu ya?"
"Kamu dengar detak jantung saya, Cha?"
Chalondra refleks menempelkan telinganya di atas dada Dominic. Alangkah terkejutnya dia mendengar pukulan-pukulan kencang sedang terjadi di dalam sana.
"Daddy kenapa deg-degan kayak gini?"
Dominic membuka bantalnya dan menatap wajah lugu Chalondra. Bolehkah dia bersyukur karena dia yang dipertemukan dengan gadis polos ini? Karena dia tidak bisa menjamin orang lain akan mampu menahan diri seperti dirinya. Chalondra terlalu polos, sangat bahaya jika jatuh ke tangan pria hidung belang.
"Saya berdebar mendengar kamu bilang suka ke saya, Chalondra."
"O ... oh ... kirain kenapa, Dad." Cha tersenyum sambil kembali naik untuk sejajar dengan wajah tampan Dominic.
"Muka Dad juga merah. Kayak nggak pernah jatuh cinta aja sebelumnya."
Dominic mungkin akan menjadikan wajah Chalondra sebagai pemandangan terfavoritnya mulai dari sekarang. Dia sudah pernah melihat bare face gadis itu, tanpa polesan apa pun. Cantik natural. Apalagi sekarang, dia sedikit berdandan. Tidak menor, karena sepertinya dia pun tahu cara berdandan yang pantas untuk anak SMA.
"Saya pernah jatuh cinta, Cha. Tapi itu sudah lama. Sebelum saya sampai tiga puluh tahun. Dulu saya sering ganti-ganti pacar. Semakin bertambahnya usia, fokus saya sudah berubah. Lebih ke karir. Lagian pacaran tanpa komitmen hanya buang-buang waktu."
Chalondra tiba-tiba saja mencium bibir Dominic yang sedang berbicara. Pria itu otomatis terdiam, namun dia menyambut ciuman hangat dari gadis kecilnya.
"Chalondra, kamu sangat berbahaya ..." Dominic tidak tau kenapa dia gelagapan diserang secara tiba-tiba oleh anak kecil seperti Chalondra. Dadanya berdegup semakin kencang. Gadis itu terlalu berani sekarang.
"Kenapa, Dad? Apa aku terlalu menggoda iman, Daddy?"
Dominic sudah merasakan celana jinsnya mengetat. Bibirnya disedot dengan sangat kuat oleh Chalondra dan pikirannya travelling membayangkan jika hal yang sama juga dilakukan Cha di bagian bawahnya. Mungkin dia akan kejang-kejang dan megalami ejakul*si dini.
"Kamu jadi ganas gini. Saya takut malam ini kamu nggak akan selamat ...."
"Memangnya Dad mau apain aku sampai aku nggak selamat segala?" Chalondra masih betah menggoda Dom, baik dari ciumannya, begitu pula dengan kalimat-kalimat manipulatifnya. Dia ingin Dominic. Entahlah ... dia persis perempuan malam sekarang.
Satu hentakan membuat Chalondra berpindah posisi menjadi di bawah. Wajah Dominic sudah kembali merah seperti kepiting rebus. Seluruh urat-urat di wajahnya menonjol keluar. Dia dalam keadaan kritis sekarang.
"Chalondra ..." Dia menggeram sambil menciumi seluruh permukaan wajah cantik gadis itu.
"Iya Dadddd?"
"Saya sudah berhenti tidur dengan perempuan, setidaknya delapan tahun terakhir. Banyak perempuan yang menawarkan dirinya ke saya, termasuk istri saya sendiri. Tapi hanya kamu yang bikin saya kepanasan kayak gini. Chalondraaaa... saya bisa makan kamu kalau kayak gini."
Chalondra melihat wajah frustasi Dominic. Mungkin pria itu tidak ingin menyentuh Chalondra yang masih teramat muda. Tapi ... justru Chalondra yang ingin.
Gadis itu menjamah wajah Dom. Panas memang. Efek ciuman saja sudah sampai begini. Bagaimana lagi kalau mereka skin to skin di bagian yang lain?
"Dad, memangnya sakit ya kalau baru pertama kali?"
"Oh tidak tidak. Saya tidak mau, Chalondra." Dia tidak mau merusak gadis lugu ini. Dia masih punya masa depan yang panjang.
"Kan aku sugar baby-nya Daddy. Bukankah tugasku adalah untuk melayani Dad?"
"Tidak harus. Kalau pun iya, tidak sekarang. Kamu masih muda. Jangan sampai masa depan kamu suram karena hamil muda."
"Kan ada pengaman, Dad."
"Chalondra! Kamu ini!"
*****
(Yokk nangis berjamaah duluu hahahaaa.)HAHHH! FINALLYYY TAMAT JUGAAAAAAAAAA. AKU MEWEK NIHH NULISNYA HIKSSSSSSSS :( :(Nggak kerasa M.P.S.D ini sudah menemani kita selama 7 bulan yaaa (Mei-November 2021). Ahhhh, time fliessss.Masih ingat awal-awal aku ngerencanain novel ini, nggak ada persiapan yang matang sama sekali. Cuma mau cek ombak Goodnovel sambil nulis di aplikasi hijau (K.B.M). Karakter Dom dan Cha ini bahkan aku bikin ngalir aja, nggak ngarep banyak. Cover juga hasil crop foto random dari G**gle.TAPI SAMPAI SE-BOOMING INI, hikssss. Aku gak nyangka M.P.S.D sudah membawaku ke tahap ini. Bisa kasih penghasilan, buat namaku sedikit dikenal juga. Bisa bertemu dengan banyak pembaca yang sekarang udah aku anggap kayak saudara :( :(..GAIISSSS MAKASIH YAAAAAAA.WITHOUT YOU I'M NOTHINGGGG. ASLIII.Itu IG-ku yang Ootbaho baru berisi setelah ada Dom-Cha. F
"Buruan, B! Pesawat kita sudah mau berangkat!!""Don't push me, J! Siapa suruh kau tidak membangunkan aku!" Setelah menikah, Brandon jadi terbiasa memanggil istrinya dengan sebutan 'J' saja, sama seperti Janice yang memanggilnya dengan 'B'."Siapa suruh kau begadang? Sudah tau kita harus flight pagi!""Shiitt!" Brandon memaki dirinya sendiri yang bisa-bisanya menganggap sepele jam terbang mereka. Berharap tangan dan kakinya bisa bergerak dua kali lebih cepat sekarang. Janice pasti akan menggorok lehernya jika mereka ketinggalan pesawat. Dia tidak ingin diceramahi dua SKS jika tiket mereka hangus dan jika mereka harus beli tiket on the spot yang tentunya jauh lebih mahal.Sepanjang perjalanan Janice hanya diam karena pikirannya tidak tenang. Pergerakan mobil yang sudah sangat maksimal di dini hari tetap terasa begitu lambat baginya. Kenapa di saat genting seperti ini supir pribadi Brandon terkesan tidak lihai dalam membawa mobil?"J, kita tidak akan
Keesokan harinya, kedua insan yang sedang dimabuk asmara itu menghabiskan waktu seharian di hotel. Mereka bercinta, makan, tidur and repeat. Benar-benar menikmati hidup tanpa beban. Tanpa ada gangguan dari pihak manapun. Baik keluarga maupun pekerjaan.Satu hari ini Janice merasa begitu dimanja oleh Brandon. Laki-laki itu sangat lembut baik dari tutur kata maupun caranya memperlakukan Janice. Sebaliknya, Brandon pun tidak ingin lepas atau jauh-jauh darinya. Persis seperti anak bayi yang ingin selalu berada di samping sang ibu.“I love you.”“I love you too, B. Sudah seratus kali loh ya. Aku bosan mendengarnya.”“What? Berani-beraninya?!” Bukannya tersinggung, Brandon malah menghujani pipi Janice dengan kecupan yang bertubi-tubi. Dia sepertinya sedang merasakan pelipatgandaan cinta setelah mereka resmi menjadi suami dan istri. Bagi Brandon, Janice adalah wanita sempurna yang membuat hidupnya lengkap, utuh dan bahagia. Di
Warning 21+ Yang fanatik agama tolong menyingkir, karena bab ini akan membuat anda pusing dang mual. Daripada lapor-lapor, mending sadar diri untuk out. Saya menulis bukan untuk tabungan saya di surga kelak. Paham ya? Buat yang udah nungguin belah duren manten baru, happy reading!! ***** Hari H pernikahan Brandon dan Janice sudah di depan mata. Gedung tempat diselenggarakannya pesta resepsi sudah dipenuhi oleh teman-teman sejawat Brandon dan rekanan bisnis semua keluarga. Keluarga Ellordi, keluarga Richard, keluarga Alexander. Janice dan Brandon benar-benar menjadi raja dan ratu sehari yang tidak berhenti menyapa semua tamu yang datang. Setelah kedua mempelai selesai berdansa, Janice mengganti sepatu pengantinnya dengan sepatu sneakers dengan sol sedikit tebal saat akan turun menyapa para tamu. Setidaknya tinggi tubuhnya bisa mengimbangi tinggi Brandon. Mereka menyapa teman satu sekolah yang memang diundan
"Brandon! Your hand!" Janice bolak-balik geram karena selama proses berganti di dalam kamar, Brandon seperti tidak sabaran ingin memijit betisnya. Sejak pulang dari konferensi pers tadi, pria itu kelihatannya sudah gatal ingin menyentuh tubuh calon istrinya.Brandon tidak perduli pekikan Janice. Dia menarik wanita itu ke atas kasur. Dress mahalnya sudah luluh ke lantai dan memang Brandon sengaja menunggu momen dimana dia hanya mengenakan sepasang pakaian dalamnya."B!""What?!" Brandon membalas seraya menaiki tubuh Janice dengan cara yang seksi."Wajahku masih penuh make-up! Aku mandi dulu, baru lakukan apa yang kau mau!""Tapi ada yang sudah mendesak ingin berdekatan dengan belahan jiwanya. Melihat kharisma mu di sepanjang acara tadi, jiwaku jadi meronta-ronta, Janice.""Kharisma yang bagaimana yang bisa membuat jiwa seseorang meronta-ronta? Aw! Brandon!" Janice memekik lantaran pria itu tanpa permisi menurunkan segitiga pengaman Janice. Da
Konferensi pers yang tadinya digelar hanya untuk klarifikasi hubungan antara Brandon dan Chelsea, nyatanya berubah menjadi konferensi pers besar-besaran karena Richard memutuskan untuk ikut tampil di depan media. Malahan setting tempat yang tadinya direncanakan di Cakrawala, kini berpindah ke kantor Richard, yaitu Rich Textile. Brandon dan Janice langsung saling beradu pandang lewat dinding kaca saat pesan dari Chris masuk ke ponsel mereka berdua, yang menyuruh keduanya untuk segera meninggalkan kantor dan hadir di konferensi pers. “Opa sepertinya ingin mengumumkan kamu sebagai penerus perusahaan.” Brandon menebak saat mereka sedang dalam perjalanan menuju perusahaan Richard. “Aku … dengan tampilan yang seperti ini?” Janice langsung panik karena sekarang dia hanya memakai celana jins berwarna hitam dan kemeja biru muda. Itu juga lengan pendek. Jelek sekali! “It’s oke. Kita ketemu opa dulu. Siapa tau mereka sudah mempersiapkan yang terbaik untukmu.”