Foto pernikahannya di atas nakas jatuh dan pecah setelah tak sengaja tersenggol olehnya, membuat Zeana Arnalitha terkejut. Namun, bukan hanya terkejut saja melainkan ada rasa khawatir yang teramat sangat akan suaminya. Zea, mempercayai jatuhnya foto pernikahan mereka merupakan pertanda buruk. Ia berpikir suaminya dalam bahaya atau terjadi sesuatu.
'Ruan, apakah telah terjadi sesuatu padamu' gumam Zeana menebak akan suaminya dengan rasa kekhawatiran yang berlebih.Zea meraih ponselnya untuk segera menghubungi suaminya. Namun, hal itu hanyalah sia-sia, tak ada sahutan dari sana. Setelah mencoba beberapa kali yang membuatnya semakin khawatir, akhirnya Zea memutuskan untuk mendatangi saja kantor Ruan.Tak lagi berbenah diri, hanya melapisi jumpsuit lengan pendeknya dengan cardigan hitam, Zea melesat keluar rumah. Disambarnya tas selempang kecil yang tergeletak di sofa.Perjalanan lancar dengan menaiki angkutan umum membawa Zea sampai ke kantor suaminya dengan cepat. Berjalan dengan tergesa-gesa dan masih dengan rasa khawatir, Zea menghampiri salah satu karyawan suaminya."Selamat pagi, Bu!" ucap karyawan itu menyapa lebih dulu dari bilik kerjanya yang terletak paling pinggir dari beberapa bilik karyawan lain."Apa suamiku ada di ruangannya atau telah terjadi sesuatu padanya?" tanya Zea tanpa basa-basi, tentu masih dengan wajah panik."Tidak, Bu. Tidak terjadi sesuatu apa pun di sini," sahut karyawan laki-laki itu dengan wajah bingung."Ya, aku berpikir telah terjadi sesuatu pada suamiku! Baiklah, aku akan segera menemuinya saja." Zea merasa telah salah bertanya.Tak ada percakapan lagi, Zea melanjutkan langkahnya menuju ruang kerja Ruan. Meski kepanikan dan rasa khawatirnya menurun dengan dirasanya keadaan di gedung kantor suaminya itu baik-baik saja, tetapi tetap saja Zea ingin memastikan keadaan suami tercintanya."Ayolah, Pak, sedikit saja! Mmmph!"Suara mendayu seorang wanita terdengar dari balik pintu dimana Zea berdiri kini. Detak jantung Zea mulai berdenyut cepat, ia sudah bisa menebak dan berpikir macam-macam akan suara wanita itu. Perlahan tangannya terulur untuk membuka handle pintu.Gagang pintu mulai bergerak, Zea telah menekannya dan pintu mulai terbuka sedikitnya. Tubuh Zea mulai memasuki ruangan yang dengan cerobohnya pintu itu tak terkunci. Alhasil Zea melihat dengan mata kepalanya sendiri apa yang sedang terjadi di dalam ruangan itu.Sebuah adegan yang tak seharusnya dilakukan sang sekretaris terhadap pimpinannya. Sementara Ruan, sang CEO yang juga adalah suaminya itu tak melawan, tapi juga tidak menimpali untuk menyentuh wanita sekretarisnya itu. Ia diam saja, membiarkan wajahnya disentuh. Namun, ia terlihat dalam keadaan tak kuasa."Ru-ruan!" ucap Zea dengan bibir yang bergetar dan rasa terkejutnya.Sontak saja Ruan pun kaget akan kedatangan Zea, istrinya. Ia langsung saja mendorong tubuh wanita berpenampilan layaknya sekretaris itu yang sedang beraktivitas tak wajar. Wanita dengan rambut di-blow yang memang sekretaris Ruan, tengah berdiri dengan bagian tubuh depannya sangat dekat."Zea!" kagetnya bangkit dari duduknya.Zea tak sanggup lagi berkata-kata, hanya gelengan kepala dan air mata yang mulai mengalir bebas. Tubuhnya terasa lemas, hatinya hancur, tak ada daya untuk marah, tidak ada kekuatan yang mendorongnya untuk melakukan hal itu. Namun, akhirnya dengan sekuat tenaga Zea berlari meninggalkan ruangan yang baru saja memberinya luka.Ruan mengejar Zea, meski tubuhnya dalam keadaan kehilangan keseimbangan. Zea tak menoleh lagi ke belakang dan terus berlari. Beberapa karyawannya melihat kebingungan yang teramat sangat dan bertanya-tanya apa kiranya yang terjadi pada bos mereka."Zea! Tunggu!" teriak Ruan kencang mengejar Zea. Sang sekretaris memasang wajah cemberut kesal tak bisa menahan perginya sang bos dari dikuasainya tadi.Bernafas dengan terengah-engah, akhirnya Ruan berhasil mengejar Zea. Ia bahkan kini menangkap dan menggenggam tangan istrinya. Namun, Zea tak ingin melihat wajah Ruan juga ia terus saja berusaha melepas pegangan tangan Ruan."Zea, kau salah paham. Itu tidak seperti apa yang kau lihat." Ruan berusaha menjelaskan dengan harapan Zea akan percaya."Lalu apa, Ruan? Kau bilang tidak seperti apa yang aku lihat? Itu sudah jelas, Ruan. Kau sudah mengkhianati pernikahan kita, kau sudah mengkhianati cinta kita!" marah Zea, meledak tak terkendali lagi."Zea, kau tahu 'kan, aku hanya mencintaimu? Bukankah kau percaya itu?" Ruan meyakinkan Zea."Kau tahu, Ruan. Di rumah kita, aku berpikir telah terjadi sesuatu padamu yang membuatku sangat khawatir, tapi ternyata ini yang terjadi! Aku telah salah!" Zea tak menjawab pertanyaan Ruan, ia tidak tahu apakah masih percaya atau tidak."Aku rasa dia sudah memberiku suatu obat dalam minumanku atau apa itu, aku tidak tahu." Ruan membela diri, meyakinkan Zea."Kau kembali saja pada wanitamu itu!" Zea menghempas tangan Ruan dengan kencang, hingga genggaman tangan Ruan benar-benar terlepas.Tak menghiraukan Ruan lagi, Zea terus saja menjauh sambil menghapus air matanya yang mulai mengalir deras. Namun, air mata itu mengalir lagi dan lagi. Mengiringi langkahnya yang semakin menjauh.Ruan terdiam terpaku sambil terus menatap kepergian Zea. Ia gundah, ia tak rela sebenarnya. Ia masih berharap marah Zea hanya saat ini saja. Mengejar pun dirasanya percuma jika dalam keadaan marah seperti itu.'Zea, istriku. Kuharap kita akan membahas lagi di rumah nanti' gumamnya lirih.Beruntungnya di jam kerja saat ini, tak banyak orang yang berlalu-lalang. Zea bisa dengan puasnya mengeluarkan seluruh tangisnya, bahkan isaknya mulai terdengar menandakan hatinya begitu sakit dan hancur.Tangis Zea semakin terdengar memilukan, ia memegang dadanya yang terasa sesak. Air matanya tumpah ruah, terbayang bagaimana perasaan Zea saat ini. Ia sangat mencintai Ruan dan pernikahannya yang sudah menginjak di angka tiga tahun.Tubuhnya semakin melemas, Zea menjatuhkan lututnya di jalan berlapis aspal yang mulai terasa hangat karena matahari pagi. Zea benar-benar tidak menyangka, suaminya berselingkuh. Padahal tadi pagi saat akan berangkat bekerja, Ruan masih bersikap manis seperti biasanya.Pernikahan penuh cinta dan romantis, meyakinkannya akan berjalan seumur hidup. Namun, jika melihat perselingkuhan tadi, jangankan seumur hidup sedetik lagi pun tidak bisa diyakinkan bertahan atau tetap berjalan lanjut. Pernikahan itu mungkin hanya akan sepanjang tiga tahun ini saja.'Ruan, cintamu bahkan terasa begitu nyata. Lalu tadi itu apa, Ruan' lirih Zea lagi begitu pilu.Zea berpikir manisnya cinta dan segala keromantisan yang diciptakan Ruan, bahkan ia merasakan begitu jelas dan nyata apakah hanya sebuah kepalsuan. Pertanyaan yang tak pernah terpikirkan sebelumnya.Menyadari saat ini ia berada di tempat umum yang bisa saja akan banyak orang melihat nantinya, Zea bersegera bangun dari duduk berlutut dan menghapus air matanya. Namun bukan berarti Zea sudah merasa lebih baik. Tidak, bahkan tidak sama sekali. Ia hanya tidak ingin ada orang yang melihatnya.Berjalan dengan gontai, Zea bermaksud menyebrang jalan. Sebab arah pulang memang berada di seberang jalan sana. Ia harus menaiki angkutan umum dari seberang jalan itu.Baru saja beberapa langkah untuk ke tengah jalan, sebuah taksi berhenti mengerem dengan tajam. Taksi berwarna biru itu hampir saja menabrak Zea. Sang sopir taksi itu sangat terkejut dan marah kepada Zea. Menurutnya Zea sangat bodoh dengan menyeberang jalan begitu saja tanpa melihat-lihat dahulu.Kepala sang supir taksi itu kemudian menyembul keluar dari jendela mobil berjenis sedan. Wajah marahnya terlihat seakan ingin menerkam Zea. Sementara Zea hanya terdiam dengan tatapan kosong lurus ke arah depan. "Hey, mengapa kau diam saja? Minggir, aku harus cepat!" teriak sang supir taksi dengan gemas.Tak jua mendapat respon, akhirnya sang supir taksi itu keluar dari taksi-nya. Ia menghampiri Zeana masih dengan kesalnya. Menurutnya, Zea sangat mengganggu pekerjaannya."Kau tuli atau kau memang benar-benar ingin bunuh diri? Jangan libatkan aku jika kau memang ingin bunuh diri!" omelnya lagi kemudian bermaksud menarik paksa Zea.Brukk …Bukankannya mendapat jawaban, sang sopir malah ketiban sialnya, Zeana malah tiba-tiba pingsan dan jatuh tepat ke dada sang sopir. Ia dengan refleks menanggapi tubuh Zea, namun dengan kebingungan."Hey, kau! Apa-apaan ini?" Sang sopir taksi berusaha menjauhkan tubuh tak berdaya Zea."Sial! Dia benar-benar pingsan."Perlahan sekali sopir taksi itu melaj
"Hey, kau. Kemarilah!" ajak Adam begitu ia melihat Zea."Ha! Eh! Aku?" Zea terkejut, tak menyangka Adam sudah melihatnya, sedang ia dalam keadaan berpikir dan tak terfokus.Adam melangkah mendekati Zea, lalu mengajak Zea untuk lebih masuk ke dalam ruang dapur itu. Ia akan mengajak Zea turut makan bersama. Sementara ibunya Adam terlihat cemberut."Kami memang tidak memiliki meja makan, jadi kita makan di lantai saja," ucap Adam sudah membawa Zea ke dalam ruang dapur."Kau bisa membantu ibuku untuk meletakkannya di bawah, aku akan mencuci tanganku dulu," lanjut Adam sambil melangkah ke wastafel."Ya, baiklah," balas Zea.Zea mulai menurunkan satu menu ke lantai. Adam dan ibunya memang terbiasa seperti itu, rumah mereka memang teramat sederhana. Ibunya Adam kemudian melihat tajam pada Zea."Ku harap kau tidak mengatakan bahwa kau yang memasak," bisiknya pelan sekali, tepat ke wajah Zea.Zea tak menyahut, ucapan dengan berbisik itu malah membuatnya bertambah keheranan. Apa yang membuat ib
Pada akhirnya Adam membawa Zea kembali ke rumahnya. Setelah mendatangi dokter kandungan yang juga menyatakan Zea hamil, bahkan kehamilan Zea ternyata telah memasuki bulan ke lima. Pantas saja baby bum Zea sudah terlihat, hanya saja ia tidak mengalami apa-apa yang biasa dialami wanita hamil pada umumnya. Hal itulah yang membuat Zea tidak menyadari kehamilannya.Seandainya saja ia menyadari kehamilannya lebih dulu, mungkin tak akan ada kejadian yang menyakiti itu. Zea dan Ruan pasti sudah berbahagia akan kehamilan yang sudah dinanti-nantikan dalam tiga tahun pernikahan mereka. Namun, kini semuanya seakan percuma saja, hanya Zea saja yang mengetahui hal kehamilan itu."Kau jangan berdiam diri saja, enak saja jika kau tidak melakukan apa pun di rumah ini," ucap kasar ibunya Adam."Ibu, apakah boleh jika hari ini aku tidak melakukan apa pun. Perutku sakit sekali," sahut Zea sedikit merintih."Kau jangan berpura-pura dan itu hanya alasanmu untuk tidak mengerjakan pekerjaan rumah!" Ibunya Ad
Sudah berjalan beberapa bulan, Rumah yang disewanya dengan harga lumayan besar itu sudah lengkap dengan peralatan rumah tangga. Jadi, Zea tidak kebingungan lagi masalah itu. Rumah itu pun bersih dan nyaman. Namun, keuangan Zea hasil penjualan cincin pernikahannya semakin menipis. Uang itu hanya cukup untuk beberapa kali lagi membayar rumah kontrakan itu."Zea, aku bawakan makanan untukmu," ucap Adam tiba-tiba datang saat Zea melamun, hingga ia tak mendengar suara mobil taksi Adam."Adam, kau baru saja datang?" tanya Zea terkejut."Ya, kau tidak mengetahui kedatangan mobil taksiku, kah?" Adam menanyai bagaimana Zea tidak mendengar suara mobil.Kedatangan Adam bukan hanya tidak diketahui Zea saja, tapi juga ibu pemilik rumah kontrakan yang selalu sibuk sehingga belum pernah bertemu Adam sekalipun."Tidak, aku … aku," sahut Zea terbata-bata tak ingin menceritakan tentang kekhawatirannya."Uangmu apa sudah habis?" tanya Adam."Tidak, uangku masih ada," sahut Zea.Adam melihat raut kegelisa
"CV mu." Ruan meminta CV atau surat lamaran Zea.Perlahan Zea mengulurkan map berisi data diri dan lainnya yang disebut juga curriculum vitae. Sedikit berdebar ketika map itu sudah berpindah ke tangan Ruan. Zea berharap Ruan tidak teliti saat memeriksa berkas-berkasnya.Duduk sejajar dan berhadapan dengan Ruan, Zea hanya tertunduk cemas. Ruan mulai membuka map milik Zea sambil sesekali melihat pada Zea. Tentunya Ruan tidak mengenali Zea dengan segala atribut penyamarannya saat ini. Tidak ada cantik-cantiknya membuat Zea berpikir Ruan akan menarik lagi ucapan yang tadi katanya sudah menerimanya."Namamu 'Mimi'? 'Mimi Aretha'? tanya Ruan setelah baru hanya membaca bagian nama saja."I-iya, Pak," jawab Zea tergagap lagi.Bukan hanya dirinya saja yang dipalsukan, tetapi juga identitasnya. Bantuan Adam membuat semuanya teratasi dengan baik. Memiliki banyak kenalan orang-orang, tak jarang si sopir taksi itu mendapat bantuan dari berbagai hal dan caranya. Termasuk merubah data diri Zea saat i
"Sudahlah, kau tidak perlu mengerjakan pekerjaanmu," tandas Ruan yang sebenarnya kesal juga dengan keponakannya yang selalu melalaikan pekerjaannya.Ya, wanita itu adalah Angel–keponakan Ruan. Ia memang kerap kali menyalahi jabatannya sebagai manager. Namun, kadang ia juga bekerja dengan baik. Ah, bisa dikatakan juga gadis itu hanyalah manager abal-abal.Angel menghentikan geraknya, lalu melihat bingung penuh tanya pada Ruan. Sudah ketakutan akan dimarahi sang bos, karena sudah keseringan seperti itu. Namun, kini ia malah diperbolehkan untuk tidak melakukan pekerjaannya."Lalu? Apa kau akan memecatku, Uncle? Uncle, jangan pecat aku atau kau akan menurunkan jabatanku? Maafkan aku, Uncle. Aku berjanji akan mengerjakan pekerjaanku dengan baik, aku … aku tidak akan menunda-nunda lagi. Aku …." cerocos panik Angel tanpa jeda memohon sambil memegang tangan Ruan."Jangan seperti ini, Angel. Kau dan aku harus bersikap profesional. Jangan kau panggil aku dengan sebutan itu dan kita harus menjag
'Dia tidak akan minum kopi pagi hari' batin Zea, tersenyum kecil merasa lucu.Angel memasang wajah cantik dan senyum yang dibuat semanis mungkin, berharap respon yang baik pula dari sang uncle pujaan hati. Hanya sesaat melihat pada Angel kemudian beralih lagi pada laptop-nya. Ruan tak merespon lebih."Aku tidak minum kopi pagi hari," jawabnya singkat. Hal itu membuat Angel cemberut.Zea menyembunyikan tertawanya, sang keponakan nakal itu tak berhasil dengan misi konyolnya. Ia kembali duduk di sofa masih dengan cemberut kesal. Ia membanting kasar cara duduknya, sehingga tubuhnya sedikit mengambul."Kau boleh membuatkan kopi untuknya jam 2 siang nanti, dia pasti akan meminumnya," ucap Zea sedikit meledek.Sontak saja membuat Angel melihat pada Zea. Antara terkejut, percaya dan bertanya apakah yang dikatakan wanita yang baru ia lihat bentuknya itu adalah benar. Angel melihat detail pada Zea, namun juga bertanya-tanya. Bagaimana ia bisa mengatakan hal yang tampak seperti sudah diketahui la
"Ba-bapak bilang apa?" tanya Zea memastikan itu bukan panggilan untuknya."Ooh, tidak. Lupakan," jawab Ruan terhenyak, kemudian kembali fokus menyetir.Kembali hening. Zea memberanikan diri lagi untuk melihat mencuri pandang pada Ruan. Wajah tampan itu sedikit tertutupi rambut-rambut halus di pinggir wajahnya. Meski begitu, tak sedikitpun mengurangi wajah tampannya. Rambut yang melebihi tengkuknya, hanya saja terikat rapi."Apa kau sudah berpengalaman mengenai perkantoran?" tanya Ruan memecah keheningan."Itulah, Pak. Mengapa Anda menerimaku begitu saja. Aku belum pernah bekerja di kantor sebelumnya," ungkap Zea dengan sesungguhnya. Ruan menoleh diam pada Zea."Anda masih bisa mencari orang lain sebelum terlambat, Pak," lanjut Zea. Ruan masih terdiam."Tidak. Tidak perlu! Aku yakin kau bisa," balas Ruan begitu yakinnya pada Zea."Bagaimana Anda bisa seyakin itu, Pak?" tanya Zea.Rasa canggungnya mulai turun berganti ingin tahu lebih banyak tentang Ruan saat ini dan bagaimana setelah