Share

Episode 7: Pernikahan yang dirahasiakan

Bab 7. Pernikahan yang disembunyikan.

Aku pulang ke kontrakan dengan tubuh yang gontai. Kurebahkan tubuhku ke kasur lantai yang teronggok di kamarku. Kamar yang tidak terlalu besar, hanya berukuran dua kali dua meter.  Tidak terlalu sempit untuk ukuran lajang sepertiku.

Segera kuganti bajuku yang kotor dengan kaos oblong dan celana pendek.  Baju itu yang dibelikan Sarah dari butik mahal di Jakarta. Sementara kaos yang aku pakai hanya kaos murahan tapi nyaman bagiku.

Hah.. Aku mendesah dengan berat.  Apa yang telah kulakukan? Apakah semua ini drama?Menikahi bosku sendiri secara diam-diam. 

( Mas Pram, Nita minta uang) sebuah pesan masuk ke ponselku. 

Kulirik sebentar benda warna biru pipih yang tergeletak di sampingku. Kuambil dan membalas pesan Nita, adikku.

(Mas belum gajian. Nanti seminggu lagi) tulisku.

Aku tidak mempunyai uang untuk kukirimkan ke kampung. Pasti Nita sangat membutuhkannya. Haruskah aku meminta kepada Sarah. Malu..

(Mas, ibu juga sedang sakit) kembali pesan dari Nita masuk. 

Duuuh. Kepalaku tambah pusing. Masalah satu belum kelar, ditambah masalah lain. Aku malah keenakan bulan madu dengan bosku. 

Payah kamu Pram..

( Sabar ya Nita. Nanti mas kirim uang) tulisku kemudian. 

Ingin kubanting ponselku ke lantai. Tapi..Aku belum punya uang untuk membelinya. 

Deet…deet.. 

Tiba-tiba ponselku berbunyi. Seraut wajah manis tersenyum dengan lesung pipit di kedua pipinya. Wajah itu terpampang di depan ponselku. 

Oh My Sugar…

Aku berteriak dan segera menjawabnya.

"Sayang…" kata wanitaku dengan tersenyum.

Dia mengajakku untuk vidio call. Posisinya yang memakai baju tipis di atas ranjang membuatku panas dingin. Pusing yang kurasakan tiba-tiba lenyap sudah.

"Sudah makan belum?" tanyanya manja.

Kupandangi wajah dan tubuhnya yang terpampang di ponselku. Gairahku kembali menggelegak. Dia benar-benar telah menyiksaku dengan kerinduan akan hangat tubuhnya.

"Sayang…aku kangen nih. Ingin melumat bibirmu," rajukku.

Kutaruh ponselku di samping kasur lantai agar aku bisa memandangnya dengan jelas. Suami istri kok berpisah. 

"Sayang.. aku sudah carikan kontrakan di dekat sini. Besuk kamu bisa pindah. Di sana ada dapur komplet. Selama kamu tidak masuk kerja bisa berimajinasi tentang menu baru. Siapa tahu resepmu yang kupilih untuk acara nanti," ujarnya sembari mengurai rambutnya yang basah.

Aku tidak menjawabnya. Aku terbuai dengan pesona wanita dewasa yang berada di ponselku. Ketika rambut panjangnya yang basah, harum tubuhnya, gerakan liarnya. 

"Sayang…sayang…" teriaknya memanggilku.

Mulutnya sudah di dekatkan di ponselnya. Coba kalau di dekatku sudah aku peluk dan cium.

" Eeeh..iya sayang.." jawabku tergagap. ⁸

" Dengar enggak sih?" tanyanya.

"Iya. Aku sedang terpesona denganmu," jawabku lugu.

" Aku sudah transfer uang ke rekeningmu, Yang. Kamu bisa kirim ke kampung untuk biaya sekolah Nita dan biaya berobat ibu," katanya lagi. 

" Tidur ya Yang. Aku ada sedikit kerjaan. Maaf tidak bisa menemani."

" Gak mau dimatiin ponselnya," rajukku. 

Dia tertawa cekikikan. Dia malah menggodaku dengan menyingkap celananya. Aduuuh. Aku tidak tahan..

Klik..telponnya dimatikan. Aku membanting bantal kumuhku ke lantai.

(Sayang.. maaf ya. Aku benar-benar banyak kerjaan. Nanti kalau kamu sudah berada di kontrakan yang baru, aku sering-sering datang deeh) pesan dari Sarah. Dia menyertakan beberapa emoji love.

( Gak usah deh, Yang. Bagaimana kalau teman-temanku tahu?) tulisku menjawab pesannya.

Dimana harga diriku? Aku menjual diri demi harta. Pram..pernikahan macam apa ini. Aku bukan manusia jahat yang hanya bisa memanfaatkan uangnya Sarah. Dia yang memaksaku untuk menikahinya. 

Aku juga ingin kehidupan normal. Aku tahu Sarah adalah seorang wanita yang hebat, kuat dan sabar. Mungkin seratus gadis yang kujumpai tidak akan sebanding dengannya. 

Dia adalah seorang pemimpin. Banyak keluarga yang sangat tergantung dengannya. Makanya aku tidak bisa menolaknya. Aku tidak sanggup melihat bosku itu terkapar sakit. 

Sekarang, wanita itu bisa tersenyum manis. Bagai bunga-bunga yang kemaren layu kusirami dengan madu cintaku.  Aku tahu apa maksut Sarah untuk menyembunyikan pernikahan ini. Yaah…Agar aku bisa mandiri dan sejajar dengannya. 

Oh..Sarah..My Sugar.. Tidak ada wanita yang semulia seperti dirimu..

Kupeluk fotonya dalam ponselku sehingga aku terlelap dalam mimpi yang indah.

**


Deet…deet.. 

Aku terperanjat ketika ponsel yang menempel di dadaku bergetar. Kutengok sebentar ternyata bidadariku menelpon.

Kulirik jam yang melingkar di pergelangan tanganku. 

Hah…Masih jam lima pagi. Aku mengucek mataku masih terasa berat.

Kupencet tombol hijau hingga terpampang wajah bidadariku. Aku terima panggilan ponselnya.

"Pagi sayang.." sapanya lembut. 

"Pagi," jawabku ketus. 

Aku tidak sadar kalau aku sudah punya istri. Aku memang suka bangun telat. Kadang aku mengerjakan solat subuh kesiangan. Sekarang mulai ada yang mengganggu. 

" Kok gitu sih sayang. Yuk bangun. Solat," ajaknya. 

"Masih ngantuk, Yang," jawabku sembari memeluk guling. 

"Pram…" panggilnya sedikit berteriak.

Aku terperanjat dan tertawa.

"Yes, Mom," sahutku sambil nyengir.

" Nanti ada seseorang yang menjemput kamu. Lekas solat dan mandi, Sayang," perintahnya. 

"Hah..sekarang?" tanyaku tak yakin.

Dia hanya mengangguk di sana. 

"Rumah kontrakanmu yang baru. Nanti aku bisa menginap di sana," imbuhnya.

Yes…Aku melonjak kegirangan. 

"Cepat ya, Sayang!"

 

Ponselnya mati. Aku  menyambar handuk di gantungan baju. Segera aku keluar untuk mandi dan setelah itu mengerjakan solat subuh.

Segera kurapikan semua barang-barangku di kontrakan. Kok aku seperti anak kecil ya. Selalu menuruti kemauan Sarah. Biarlah ..

Asal dia bahagia, aku juga ikut bahagia. 

Tok..tok..

 

Seseorang mengetuk pintu kamar kontrakanku.

" Iya sebentar, " jawabku.

Aku membuka pintu kamar kontrakan, ternyata ibu kontrakan yang mengetuk pintu.

"Mas Pram, ada seseorang yang nyariin," kata ibu kontrakan sambil melangkah pergi. 

"Siapa, Bu?" Aku mengikuti langkah ibu kontrakan.

Sampai di ruang tamu, aku melihat seorang laki-laki tua duduk di sofa. Dia memakai baju putih dan celana hitam.  

"Siang, Mas Pram. Bos menyuruh saya untuk menjemput Mas Pram," ujarnya sambil berdiri.

"Mom Sarah?" tanyaku balik. 

Laki-laki itu mengangguk sambil membungkuk.

"Mas Pram mau pindah?" tanya ibu kontrakan. 

Wajah tuanya kelihatan sedih, dia memandangiku dengan raut muka yang membalas. 

"Iya, Bu," jawabku sembari mencium tangannya. 

Aku sangat sayang dengan ibu kontrakan seperti ibuku sendiri begitu juga dengannya. 

" Hati-hati ya, Mas Pram!" pesan ibu kontrakan.

 "Kok  dadakan. Tidak bilang sama ibu sebelumnya," lanjutnya.

" Iya ibu. Ini mendesak. Maafkan aku ya tidak memberitahu ibu sebelumnya."

"Sebentar ya,  Pak!" Aku berlalu dari hadapan laki-laki itu menuju ke kamarku.

Tas ransel dan buku- buku kuliahku sudah aku taruh di dalam tas besar. Pak supir membantuku untuk membawa barang-barangku ke dalam mobilnya. 

Ibu kontrakan menatap sedih kepergianku. Dia masih berdiri di depan rumah melepas kepergianku. 

Sesaat kemudian, mobil itu melaju meninggalkan rumah kontrakanku. Aku masih kaget dengan kejutan yang diberikan  Sarah. Mengapa begitu cepat dia memberikan semua ini kepadaku.

( Sayang..aku masuk kerja. Selamat menikmati dengan rumah kontrakan yang baru. Kembangkan imajinasimu Salam mengalah menu.) pesan dari Sarah masuk ke ponselku.

( Makasih ya, Yang. Tapi kok buru-buru amat) jawabku membalas pesannya. 

(Aku tidak ada waktu. Ini kesempatan besarmu, Yang. Siapa tahu resepmu yang kupilih.) balasnya.

Aah Sarah.. Kamu seperti malaikat yang datang memberikan angin surga. Selain memberikan kehangatan cintamu. Kamu juga mendukung karierku. 

"Mas Pram, ini sudah sampai," kata pak supir membuyarkan lamunanku. 

Kami berhenti disebuah rumah kontrakan yang tidak terlalu besar. Ada taman kecil dan halaman yang tidak terlalu luas. Aku turun dari mobil mengangkat barang-barangku.

Tiba-tiba ponselku berbunyi. Kulihat sebentar siapa yang menelponku. 

Hah. . Aku terkejut. Ternyata Reni yang menelpon. Aku bingung harus bagaimana. Tidak mungkin aku mengangkat panggilannya.  Dia bisa mengetahui persembunyianku. 

( MasPram, Reni kangen.) pesan Reni di ponselku.

Aduh. Ini apalagi? Reni mengirimku pesan singkat.  

Aku tidak menjawabnya. Segera aku bawa masuk barang-barangku.

Bersambung...

Apakah Reni juga menyukai Pramono? 

Bagaimana keseruan Pramono mengolah resep barunya?

Baca di bab selanjutnya ya...

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sri Wahyuni
Kalah cepat sama mam sarah km ren.........
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status