Sinar sang surya pagi hari mengintip di balik korden. Aku menggeliyat dan membuka mataku. Kembali aku tidak menjumpai Sarah di sampingku. Hanya guling yang selalu menemaniku.
Hah.. pernikahan macam apa ini. Hanya kesepian yang melanda. Seperti cerita yang mudah untuk diatur. Aku masih tiduran di kasur busa. Kehidupan yang nyaman telah kurasakan. Sarah telah memberikan fasilitas yang aku butuhkan. Bahkan biaya sekolah Nita, dia yang membayarnya.
Aku mendesah panjang. Mencoba untuk mengeluarkan segala keresahan di dada. Semuanya ini memang tidak pernah terduga. Siapa yang akan menduga aku akan menikahi Sarah Athala Nanda.
Sebentar lagi aku akan menyelesaikan kuliahku di fakultas tempatku menuntut ilmu. Aku akan menjadi seorang Chef seperti yang kuinginkan. Aku akan bekerja
Mungkin ciuman akan membuat hati wanita luluh, pikirku. Apa yang kamu lihat tidak seperti yang sebenarnya.
Setelah menciumnya, aku segera meninggalkan ruangan Sarah. Wanita memang makhluk yang susah dimengerti. Belum tahu duduk persoalannya sudah marah duluan. Sarah hanya berpikir dengan apa yang dilihatnya. Tidak pernah menanyakan apa yang sebenarnya terjadi.Biarlah…Aku tidak memperdulikannya. Hari ini aku bekerja dengan perasaan yang gelisah. Sering kutengok ponselku untuk melihat apakah Sarah mengirimku pesan.Restoran memang sangat ramai tetapi mengapa hatiku begitu sepi.Lebih baik Sarah mengomeliku atau menyuruhku bekerja asal tidak didiamkan. Mataku berkali-kali memandangi pintu ruangan Sarah. Tapi dia tampak tidak keluar. Biasanya dia berdiri di depan pintu sambil memperhatikanku bekerja.Ketika jam istirahat siang, rasa rinduku tidak dapat terbendung.&nbs
Kami bermain game di kamar Aska. Sesekali kulirik ponselku tetapi tidak juga ada pesan. Padahal sudah satu atap, Sarah malah ngambek. Andaikan dia tidak melihat kejadian itu, pasti senyum manisnya sudah merekah indah. Ditambah dengan lesung pipitnya. Aku membayangkan wajah Sarah, sehingga tanganku tidak fokus bermain game. Sementara anak-anak sangat bahagia bermain game. Kadang Arsya dan Atta berantem. Mereka saling dorong karena tidak ingin jagoannya kalah . Satu rumah ada tiga anak laki-laki sangat ramai. Aku beristirahat dengan merebahkan badanku di kasur Aska. Pinggangku rasanya sakit sekali. Apalagi duduk dan main game. Sudah lama aku tidak melakukan itu. "Aska..!" panggil seseorang di pintu kamar. Kulihat siapa yang datang, ternyata Sarah d
Kubuka mataku dengan berat. Tanganku meraba sesuatu di sebelahku.Tetapi hampa, tidak ada seorang pun. Aku menggeliyat meregangkan otot badanku yang kencang. Ada bunyi yang keluar dari sendi yang kugerakkan. Seperti mimpi, semalam baru saja terjadi pergulatan yang sangat hebat. Sarah seperti kuda liar yang lepas kendali. Aku tersenyum. Wanitaku itu memang susah untuk dimengerti. Kadang aku harus menahan napas untuk menghadapnya. Tapi dia sangat manja. Kudapati tubuhku masih tidak berbusana. Hanya berselimut kain tebal, karena ruangan yang menggunakan pendingin. Kamu memang memberikan surga dunia itu, Sayang. Tercium bau tidak sedap dan khas atas kejadian semalam. Perlahan aku bangkit dan membersihkan dengan tisu. Sambil tersenyum membayangkan Sarah dengan wajah dan lesung pipitnya.
Hari ini aku akan berangkat ke Palembang. Karena mendapatkan tugas magang di sebuah restoran asing di Palembang. Ini semua untuk membuktikan kalau aku sudah menjadi seorang chef yang profesional. Aku memberesi koper kecil yang diberikan Sarah. Wanita itu memang sangat perhatian. Segala kebutuhan, dia yang memberikan. Aku jadi tidak enak dengannya. Sungguh setia wanita itu. Tak lupa kukabari ibu dan Nita tentang keberangkatan masnya ke Palembang. Aku memohon restu pada ibu. Dia berpesan untuk selalu hati-hati dan jaga kesehatan. Nita tahun ini juga lulus sekolah SMA. Dia ingin ikut bekerja di Jakarta. Tiket pesawat masih jam 6 sore jadi aku masih punya waktu untuk bebenah. Tidak lupa juga membawa buku-buku resep masakan dan buku kuliah. Sambil bersiul gembira. Yang pasti aku bisa
Aku duduk di kursi pesawat yang paling belakang. Tempat dudukku dekat dengan jendela, sehingga bisa memandang keindahan awan.Aku memang fobia dengan ketinggian. Tapi pas bulan madu ke Bali, fobia itu sudah sedikit mereda. Kutaruh semua barang di atas bangku pesawat. Seorang pramugari cantik membantuku.Apakah Santi satu pesawat denganku? Aku jadi serba salah dan tidak mengerti. Santi adalah wanita gadis yang cantik lugu serta apa adanya. Tetapi dia sekarang menjelma menjadi wanita dewasa yang elegan dengan pakaian yang dari butik mahal.Mungkin suaminya adalah laki-laki pengusaha sukses sehingga dia bisa memberikan apa yang diinginkan Santi Kurebahkan punggungku sejenak di bangku pesawat. Sambil melihat lalu-lalang orang yang lewat.Kubuka tirai jendela pesawat. Namp
Bab 23Pesawat yang aku tumpangi sudah mendarat di Bandara Sultan Mahmud Badarudin II Palembang. Pramugari mulai mengumumkan kepada para penumpang untuk membenahi kursi dan segala barang yang dibawa.Aku bersiap untuk meninggalkan pesawat itu. Kubereskan semua barang-barang dan kutaruh di dalam tas ransel. Tanganku menyenggol pundak kakek yang duduk di sebelahku agar bangun karena kakek tidur dari mulai perjalanan sampai tiba di bandara Palembang.Aku berdiri menunggu antrian untuk keluar. Dengan perasaan was-was kalau nanti melihat Santi. Ketika melewati bangku Santi, aku hanya meliriknya. Wanita itu masih duduk nyantai. Tak sengaja aku berdiri tepat di samping Santi. Wanita itu masih belum bersiap. Laki-laki yang duduk di sebelahnya hanya memeluknya. Ada perasaan yang tidak enak dalam hatiku mengapa di
Bab 24. Otakku berpikir keras. Siapa, ya yang datang? Ah … paling pegawai hotel yang akan memberikan selimut atau handuk bersih. Membuat aku takut saja. Langkahku berat menuju pintu kamar hotel. Perlahan kubuka pintu hotel itu. Senyuman manis dari pegawai hotel yang cantik itu menghilangkan rasa kesal di hati. "Selamat malam, Mas," sapanya sopan. "Malam juga, Mbak," jawabku. Dia masih nyengir saja. Dengan malu-malu pegawai itu melihat wajahku. Apa yang terjadi? Hah … ternyata aku bertelanjang dada dan hanya memakai celana kolor. Jangan-jangan dia nafsu lihat aku. Aku ikut nyengir kemudian agak menutup pintu untuk menyembunyikan kekonyolanku. "Maaf, Mas. Ini ada titipa
Bab 25Kring… kring…. Alarm di ponselku mengagetkan. Kuraih ponselku ternyata sudah pukul 6 pagi. Segera aku bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Hari ini adalah hari pertama aku pergi ke restoran tempat aku magang. Harus pagi-pagi sekali agar bisa sampai di sana tepat waktu.Setelah semuanya beres, segera kurapikan barang-barangku tanpa melihat notifikasi di ponselku. Siapa saja yang telah menghubungi atau mengirim pesan kepadaku. Aku langsung keluar dari kamar hotel.Pukul 07.15 pagi, aku turun ke bawah ke lobby untuk sarapan pagi. Secangkir kopi dan 1 roti croissant mampu mengisi perutku yang lapar. Setelah aku bayar tagihan di hotel itu segera aku panggil taksi untuk membawa aku ke tempat yang aku tuju sebuah kota di dekat Sungai Musi.Ta