Share

My Wife Is My Maid
My Wife Is My Maid
Author: Ditata

PAGI YANG INDAH

Suatu malam yang indah untuk keluarga Dirgantara.

  "Hai Ibu," sapa Dirga.

  "Kamu kemana saja? Tega sekali meninggalkan Ibumu ini," balas Helena Ibu dari Dirga.

  "Bu, aku sudah dewasa," jawab Dirga dengan santai.

  "Mana bapak tua?" tanya Dirga dengan menyisir ruangan itu.

 Helena tertawa mendengar pertanyaan putra semata wayangnya itu.

  "Bapak tua itu adalah ayahmu Nak," jawab Helena yang menutupi mulutnya.

  Tiba-tiba ada seseorang yang menyapa Dirga, dia Prayuda ayah dari Dirga.

  "Hei, bujang lapuk. Apa kabarmu? Sampai lupa pulang. Sesibuk apa pekerjaan kamu hingga lupa pada orangtuamu yang sudah menginginkan cucu," sindir Prayuda.

  "Ayah," lirih Dirga.

  Mereka berdua berpelukan, saling menepuk pundak.

  "Apa kabarmu Ayah?"

  "Baik Nak,"  jawab Prayuda memandang Dirga.

  "Apa ini di rambutmu?" tanya Prayuda.

  "Apa?" tanya Helena.

  "Apa?" tanya Dirga yang di ikuti setelah Helena.

  

   "Iya lihat ada uban di kepalamu, ayo. Segeralah menikah, aku ingin sekali menimbang cucu," jawab Prayuda.

  "Hahahaha"

  Helena tertawa kembali.

   "Kalian sama saja," ucap Dirga ketus.

   Dia kemudian meninggalkan Helena dan Prayuda. Langkah cepat kini menuju kamar pribadinya. Di sanalah Dirga bisa merasakan tenang, terlebih jendela kamar yang menghadap ke taman.

   "Maafkan aku," lirih Dirga.

   Memandangi taman yang sejuk di pandang mata. Taman itu di buat khusus untuk dirinya.

   "Sayang," sapa seorang wanita.

  Dirga kemudian memutar badannya lalu melihat ke sumber suara.

  "Hai Bu, sejak kapan ibu masuk?" tanya Helena.

  "Baru Nak," jawab Helena.

  Mendekati Dirga yang sedang terduduk dia mengusap lembut pundak anaknya.

    "Kenapa akhir-akhir ini kamu jarang pulang? Apa semenjak pindah ke rumah dekat perusahaan kamu lupa pada kami," ucap Helena yang mengerucutkan bibirnya.

   "Bu, aku itu sudah dewasa. Aku ingin mandiri dan menyelesaikan tugas-tugasku secara pribadi," jelas Dirga yang memegangi lengan Ibunya.

     Helena tidak bisa berbuat apa-apa dengan kemauan putranya itu.

   "Baiklah Nak, kalau itu keinginanmu," jawab Helena.

    Setelah berbincang-bincang, Helena kemudian pergi meninggalkan Dirga di kamarnya.

   Trrrt trrrrt trrrrt

    Terdengar suara ponsel milik Dirga  berdering. Tangannya meraih ke ponsel itu  di atas nakas.

    "Halo," jawab Dirga.

    [ .... ]

     "Iya  sayang, aku segera pulang."

    [ Tuuut ]

   Panggilan pun di tutup, Dirga kemudian bergegas untuk kembali.

    Di luar kamar Helena dan Prayuda sedang membaca koran dan melihat ke arah Dirga.

    "Kamu mau kemana lagi?" tanya Helena.

    "Aku ada keperluan mendesak Bu, nanti kapan-kapan aku kemari lagi," jawab Dirga.

  

    Helena hanya diam memandangi Dirga pergi begitu juga dengan Prayuda dia diam tidak mengeluarkan suara, hanya memeluk  Helena untuk menenangkan hatinya.

   "Bu, alangkah baiknya kita petik buah di belakang. Kemarin ada buah mangga yang sudah matang," ucap Prayuda.

    Mata Helena bergerak cepat saat melihatnya pergi namun dia menutupinya dengan menyetujui permintaan Prayoga.

    "Iya Yah, ayo. Aku ingat saat Dirga masih kecil, dia selalu memanjat pohon itu. Dan sekarang pohon itu masih berbuah," celoteh Helena yang mengingat kenangan masa kecil Prayuda.

 ***

    Di tempat lain ...

    Dirga yang baru sampai di rumah dia langsung masuk dan memarkirkan mobilnya.

    "Ckiit"

    "Tuan Dirga datang, Nyonya ada di dalam, menunggu Tuan untuk makan malam," ucap Mutia asisten rumah tangga Dirga.

    Hanya anggukan yang di berikan Dirga pada asisten paruh baya itu.

    Dirga kemudian menghampiri Michelle, dia adalah istri Dirga mereka menikah namun tidak tercatat dalam negara.

   "Hai sayang," ucap Michelle memeluk Dirga.

   "Kamu sudah makan?" tanya Dirga.

  Michelle yang memandang ke arah Dirga, lalu menyenggol hidung mancungnya.

   "Belum sayang, ayo kita makan. Aku juga lapar,"  jawab Dirga.

   Kini mereka makan berdua di rumah milik keluarga Dirga. Senyum kebahagiaan terasa di keduanya. Karena mereka saling mencintai.

   "Andai Ibu dan Ayah tahu, kalau aku menikah," lirih Dirga dalam hati.

   "Sayang kamu kenapa?" tanya Michelle yang sedari tadi memperhatikan Dirga.

Tidak ada jawaban darinya Dirga, lalu Michelle meletakkan sendoknya dan mengusap punggung tangan Dirga.

   "Sayang," sapa Michelle pelan.

   "Ah iya sayang, aku tidak apa-apa," jawab Dirga gugup.

   "Aku sudah selesai makan, aku ke kamar lebih dulu," sambung Dirga.

   Setelah Dirga pergi di ikuti oleh Michelle, tetapi tiba-tiba datanglah Mutia.

   "Maaf  Nyonya, bisa saya bicara sebentar ini penting untuk saya," ucap Mutia yang menundukkan kepalanya dan meremas kedua tangannya.

   "Apa yang mau kamu tanyakan?"

   "Begini Nyonya, suami saya ...." ucap Mutia gugup.

   "Kenapa?" tanya Mutia penasaran.

   "Suami saya, tadi siang kecelakaan. Dia terjatuh dari atas pohon kelapa," tutur Mutia.

   "Ya Tuhan," lirih Michelle yang merasa iba.

   "Iya Nyonya, maka dari itu saya mau izin untuk pulang dan berhenti," pinta Mutia yang takut tidak di izinkan.

   Michelle kemudian pergi meninggalkan Mutia, dia berjalan menuju kamarnya.

   "Bagaimana ini, aku takut kena masalah," lirih Mutia yang kini sudah di penuhi keringat di sekeliling keningnya.

   Keluarlah Michelle dari kamarnya dan dia membawa sebuah amplop merah.

   "Kamu mau pulang silahkan. Ini ada sedikit untuk berobat suami Bibi, semoga bermanfaat ya, tapi saya perlu pengganti Bibi," pinta Michelle.

   "Ya Tuhan, terimakasih Nyonya," ucap Mutia penuh syukur.

    Lalu tanpa ragu Mutia berbicara, "Tenang saja, nanti ada orang yang akan menggantikan saya."

   "Syukurlah, aku tunggu ya." ujar Michelle.

   Mutia lalu menggenggam tangan Michelle, tak terasa air mata turun begitu saja.

   "Terimakasih Nyonya Michelle, semoga Rizki ibu bisa tergantikan dan semoga Nyonya segera mendapatkan momongan," ucap Mutia.

   Michelle hanya tersenyum melihat Mutia. Terdengar seseorang berjalan lalu dia menyapa mereka. Keduanya lalu melihat ke sumber suara.

   "Ada apa ini, kok Bi Muti menangis? tanya Ibra yang penasaran.

   Mutia mengusap kedua matanya dan hidungnya yang berair.

   "Maaf Tuan, saya berhenti kerja. Suami saya terjadi musibah," jawab Mutia.

   "Ya Tuhan, segeralah pulang," titah Dirga.

   "Iya Tuan, terimakasih untuk Tuan dan Nyonya," ucap Mutia yang menyalami mereka silih berganti.

    "Hati-hati ya Bi, salam untuk keluarga Bibi," ucap Dirga.

   Selepas kepergian Mutia, Michelle dan Dirga masuk kamar. Dan tertidur dalam gelapnya malam dengan indahnya bintang yang menghiasi mereka.

***

   Pagi pun menyapa, matahari terbit dengan indahnya menyinari pagi ini. Hingga Dirga terbangun oleh aroma masakan yang menusuk hidungnya.

   "Bau apa ini? Seperti bau gosong," ujar Dirga.

   Masih dengan muka bantalnya Dirga beranjak dari tidurnya, dia melangkahkan kaki dan mencari sandalnya.

   "Aduh, apa yang dia lakukan pagi ini?"

   Memakai kimono untuk menutupi badan kekarnya, dia melangkah menuruni anak tangga sambil menutupi hidungnya. Terdengar dari arah dapur suara peralatan masak. 

   "Sayang, kamu sudah bangun?" tanya Michelle yang melihat ke arah Dirga.

  "Apa yang kamu masak?" tanya Dirga.

   Tangan besarnya kini mengusap kedua pipi Michelle yang sudah belepotan dengan tepung. Namun yang di tampakkan Dirga hanya senyuman.

   

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
menarik nih ceritanya.. pengen follow akun sosmed nya tp ga ketemu :( boleh kasih tau gaa?
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status