Happy reading ;)
---------------
Iris manik cokelat itu tetap tertuju pada hasil video rekaman yang ia dapat dari alat canggih milik Emily. Ya, mereka telah mengakhiri pertemuan dengan para investor dan menjelaskan bahwa Citi Group akan berusaha kembali seperti sebelumnya. Namun pikiran pria itu justru berpendar pada kejadian siang tadi, melihat Emily yang tak nyaman akan kehadiran Christian membuat segudang pertanyaan bertumpuk dalam benaknya. Bahkan dengan lantang Christian meminta izin padanya untuk mengajak wanita itu makan malam bersama.
Sedangkan Emily, ia sedikit kagum pada pria disampingnya ini, pembawaan Mike yang ramah, santai dan juga tegas membuat seluruh investor yakin akan peningkatan saham di perusahaan yang Mike pegang, bahkan Mr Grey kembali mendanai suatu kegiatan Citi Group dalam sosial kemasyarakatan (citizenship) yang menjangkau berbagai lapisan komunitas yang membutuhkan. Itu adalah kegiatan salah satu diantara tiga puluh lima kegiatan yang pria itu jalankan. Sekarang Emily percaya jika Mike menduduki jabatan tertinggi di perusahaan adalah hasil dari jerih payahnya sendiri.
"Apa kau akan makan malam bersama Christian?" Pertanyaan Mike mengaburkan pemikiran wanita itu, sedangkan Mike menatap Emily penasaran.
"Jika kau mengizinkan, aku bekerja padamu Sir," Manik legam itu seakan berharap bahwa ia tak ingin diizinkan pergi dalam hal ini. Namun rasa penasaran Mike begitu membuncah seakan ia ingin mengulik wanita yang telah mencampakkannya selama ini.
"Aku mengizinkanmu."
"Baik, Sir."
Mike menghela napas dalam, berusaha mengembalikan konsentrasi pada apa yang ia lihat. Ia merutuki dirinya yang begitu labil, bahkan sudah sangat jelas ia mengizinkan saat Christian lebih dulu memintanya.
"Menurutmu, siapa yang kau curigai?" Mike menggeser laptop nya menghadap Emily.
"Sebaiknya kau membayar dettective untuk urusan yang satu ini." Emily tetap pada posisinya dan hanya melirik sesekali.
"Setidaknya kau jauh lebih paham bukan?"
"Itu bukan hakku, aku hanya melindungi dari orang yang akan berbuat jahat padamu, Sir." Wanita itu bersikeras tak ingin ikut campur untuk urusan bisnis Mike. Ia juga tak ada kewenangan untuk menyelidiki pasalnya tak mudah, ia tak mampu jika hanya bergerak sendiri dalam penyelidikan mengingat Mike adalah CEO terbesar di New York.
***
"Kau yakin hanya memakai sweater dan celana jeans?" Kini pandangan Mike memindai pakaian yang Emily kenakan untuk bertemu Christian, Sweater maroon, celana jeans dan sepatu cats maroon. Mike semakin yakin bahwa wanita ini memang tak berniat ingin bertemu. Pria itu menelusup kan jemarinya ke dalam kantong celana dan bersandar pada dinding kamar wanita bersurai golden blonde itu. Emily tersenyum masam sebelum melanjutkan langkahnya yang berderap tak suka.
"Wait! Kita pergi bersama," Langkah Emily terhenti, pria itu menggaruk tengkuk yang tak gatal dan berjalan mendahuluinya.
"Kalian akan pergi kemana?" Suara khas pria paruh baya itu terdengar menyelidik saat mereka melewati ruang utama. Surat kabar yang ia genggam begitu lusuh saat lembaran demi lembaran yang dibuka olehnya.
"Dadd, kapan kau kembali?" Mike berhambur memeluk sang ayah penuh rindu.
"Hentikan kelakuan bocahmu!"
"Sudah tak jaman membaca surat kabar seperti ini Dadd," Mike melepaskan pelukan dan berdiri merapikan baju yang sedikit kusut akibat pelukan pada sang ayah.
Egbert menurunkan kacamata hingga pangkal hidung, ia melihat pakaian sang anak yang tampak santai. Kemeja Levi Strauss Co white membalut tubuh atletis pria itu, celana Stretch Skinny Fit berwarna kulit terlihat pas untuk pria dengan tinggi 186cm seperti Mike. Sepatu cats putih mempertegas betapa santainya ia dengan tampilan casual.
"Aku akan bertemu temanku, untuk urusan bisnis." jawabnya berbohong. Egbert tersenyum maklum, ia memahami putranya yang terkadang tak ingin dicampuri untuk beberapa hal.
Lykan Hypersport hitam melaju kencang membelah jalanan New York malam ini. Emily begitu santai mengemudikan salah satu koleksi mobil Mike yang memakan jutaan dollar. Pria itu semakin sempurna saat jemari kokohnya meraih kacamata Luxurlator Style 23 Canary yang berbahan dasar emas 18 karat dan 132 berlian. Emily tahu kelebihan kacamata itu selain tampilan yang memukau juga dapat menyesuaikan cahaya.
Eleven Madison Park, New York.
"Sepertinya dia berniat mengajakmu kencan," pandangan lurus Mike begitu tajam membelah jalanan yang ia lewati. Manik cokelat itu mengedar luas mencari seseorang yang dituju.
"Arah jam sembilan, Sir."
Mike segera melangkah dengan dagu terangkat. Langkahnya seketika terhenti membuat Emily menabrak punggung keras itu.
"i'm sorry." Mike berbalik menatap Emily tak percaya. Mengapa ia begitu bersemangat untuk bertemu pria itu? Seharusnya Emily yang antusias dengan acara yang disebut kencan ini. Sial!
"Wait, mengapa aku terlihat akan berkencan dengan Christian?"
Emily tertawa pelan memperlihatkan gigi rapinya. Tawa itu begitu merdu menelusup pendengaran Mike, berharap jika waktu berhenti beberapa saat. Cantik. Kata itu yang tersemat dalam dirinya yang mulai berdebar halus dengan rambatan indah hingga relung terdalam.
Emily cukup keras menahan tawanya agar tak meledak, mengapa si brengsek ini begitu bodoh? Bahkan terlampau lucu dengan wajah bingung oleh respon tubuhnya sendiri.
Deheman keras menyadarkan Emily dan membungkam bibirnya yang telah lancang menertawakan Mike.
"I'm sorry, Sir"
Mike meraih tangan Emily yang dingin dan kaku, jemari itu seakan menggambarkan bagaimana sifat wanita itu bahkan sangat terasa bagaimana kehidupan Emily di masa lalu. Mike memaksa jemari itu untuk meregang memberi celah agar terisi oleh jemari miliknya.
Emily terpaku, rambatan hangat itu terasa berdesir lembut namun melumpuhkan. Mendorong dinding keras secara alami tanpa obsesi. Jemari itu meraihnya dari kekerasan yang selama ini ia jalani. Entah perasaan apa, ia tak ingin kembali terjebak dalam rasa yang menggulita tiada akhir.
Christain terkejut saat Emily datang bersama Mike, manik hazel itu menghunus pada jemari mereka yang saling mengikat, seolah tak ada lagi ruang baginya.
"Aku tak tahu jika kau pun datang," Christian menjabat tangan Mike menghilangkan keterkejutannya. Namun, Emily menangkap itu semua dengan baik.
"Aku terlalu bosan, jadi lebih baik aku bergabung bukan?"
"Aku mengerti jika pekerjaan mu begitu berat, silahkan duduk." Christian membuat suasana sebiasa mungkin, alih alih dirinya bisa kapan saja mengusir pria yang bekerjasama dengan ayahnya. Mike menggeser kursi untuk Emily duduk, wanita itu tampak canggung menerima perlakuan gentle dari pria brengsek seperti Mike.
"aku telah memesan makanan kesukaanmu Em," Emily menatap tajam manik hazel itu sebelum menatap pilu makanan yang tersaji diantara mereka, sea urchin custard dengan baby squid, bay scallop dan buah apel, serta pir rebus dengan madu dan acorn. Jemari itu terkepal erat dibawah sana. Hidangan itu berhasil membuat hatinya tersayat.
"Kau bahkan tak mengenalku dengan baik Christian. Lalu apa yang kau inginkan." Kalimat serupa ancaman yang keluar dari bibir wanita mungil itu terdengar seperti raungan iblis. Mike menatap amarah yang terpendam pada pupil legam Emily. Keputusan memberi izin perihal pertemuan ini, salah.
"Katakan apa yang kau inginkan, sebelum aku membunuhmu dengan tanganku sendiri!"
***
-To Be Continued-
Hari ini up dua bab lohh ;D doakan aku agar jemari ini semakin kuat meraih mimpi ;)
Karya Luna Lupin yang lain ---> My Brilliant Doctor (On Going)
Happy reading ;) -------------------"Aku minta maaf padamu atas kejadian di masa lalu," Christian berusaha meraih jemari itu, namun Emily terlalu muak akan kata maaf yang keluar dari bibir pria yang pernah ia cintai sebelumnya. Mike hanya mendengus pelan, ia terpaksa berpindah meja saat suasana tegang tadi hampir tak terkendali. Mike meminta menyelesaikan permasalahan dengan baik walaupun manik legam itu menatapnya tak suka. "Maafmu tak akan merubah apapun, keparat!" "Yeaah i know, setidaknya aku telah meminta maaf padamu," Christian mengangkat bahu acuh kemudian menyesap Vodka perlahan. Emily tersenyum masam, terlalu banyak kata maaf dari mulut para bedebah yang berharap urusannya selesai. Manusia biadab, yang berlaku seperti binatang dengan sikap dan perkataannya kemudian meminta maaf dengan mudah itu sama saja keparat gila yang menginginkan mati dengan tak manusiawi. Baik, ia akan mengabulkan permohonannya. "Apa itu sebuah permo
Happy reading ;) ------------ Mike tersenyum saat gelas berisikan red wine memanjakan rongga mulutnya hingga bagian terdalam, rasa manis bibir Emily tertinggal merekat sempurna pada tiap inci kulit tebal yang piawai dalam memberi sensasi. Bagaimana bisa rasanya semanis itu? Ia seperti bocah ingusan yang pertama kali berciuman. Debaran rongga dada sulit di kendalikan sedari tadi, ia terkekeh pelan menertawakan kebodohannya. Sebaliknya, manik legam Emily menajam sempurna. Ia menghubungi Jeff untuk menyelidiki pelaku yang berusaha membunuh Mike di perjalanan tadi. Jemari itu terkepal erat menahan amarah, gigi yang menggelatuk berusaha menahan diri dari segala cacian. Ia menggeser layar ponsel saat panggilan masuk dari Jeff memenuhi indra penglihatannya. "Turunlah." Satu kata dari Jeff mampu membuat Emily menyambar jaket kulit yang ia letakkan diatas bed dan setengah berlari menuruni anak tangga. Tanpa ia ketahui Mike yang saat itu berada di
Happy reading ;)--------------Emily berlari dan melayangkan kakinya tepat diwajah pria itu hingga tersungkur."Shit!" Geramnya, ia berbalik dan hendak memberikan balasan, namun Emily melesat di antara kedua kaki dan menendang punggungnya dengan tangkas. Seringai mengolok tampak jelas diwajah mungil Emily.Pria itu kembali melayangkan pukulan keras untuk Emily, wanita itu menghindar lalu menghantamnya dengan pukulan bertubi-tubi dibagian wajah dan menendang lutut dari belakang hingga bertekuk, tak segan-segan Emily menghantam bahu pria itu oleh sikut, ia tertelungkup meringis menahan sakit. Emily meraih rambut pria itu menghempasnya pada dinding berkali kali bersama dengan percikan darah yang keluar dari pelipisnya."Katakan siapa yang menyuruhmu untuk membunuh Mike?" Desis Emily terdengar mengerikan, ia menarik rambut pria itu hingga menengadah."Ch-Christian," jawabnya terbata.Emily meraih pisau eickhorn dari balik saku celana, da
Happy reading ;)***Suasana di ruang konferensi pers tampak riuh, Mike memilih membawa semua reporter menuju ruang pers untuk diliput. Ia tak ingin berdesak saat di wawancarai. Emily dan Laurent membantu keperluan pria itu hingga seluruh staff dan reporter memasuki ruangan tersebut. Mike menjelaskan secara rinci perihal kejadian yang terjadi padanya. Ia juga membawa nama Emily sebagai bodyguard dalam penyelamatan. Ia tidak tahu siapa dalang dari kejadian tersebut dan berharap pelaku segera tertangkap. Pihak kepolisian juga turut hadir namun meminta keterangan lebih lanjut dikantor polisi.Sesuai perintah, Emily menunggu dimobil saat Mike masuk kedalam kantor polisi untuk membuat keterangan. Wanita itu menggulir layar ponsel dan menyeringai tajam membaca satu pesan dari Jeff. Kepala cantiknya telah menyusun rencana indah untuk malam nanti. Emily memasukkan ponsel ketika Mike meminta nya keluar."Aku yang mengemudi." Tanpa kata, wanita itu keluar dan duduk
Happy reading ;)***Sepanjang perjalanan menuju mansion, Mike tak henti hentinya mengumpat kesal. Bagaimana bisa wanita itu menolak untuk kesekian kali ditengah respon tubuh yang sama sama menggetarkan. Mike menghela napas panjang seakan sesaknya melebihi yang ia rasakan sebelumnya."Aku hanya butuh waktu." kali ini Emily menjawab segala kegusaran pria bersurai dark brown disampingnya. Mike melirik sesaat, dan kembali menatap jalanan kota Manhattan yang mulai lengang. Ia tahu wanita itu butuh waktu, hanya saja ia pikir tak perlu waktu jika mereka sama sama menginginkan.Maybach Exelero hitam terparkir sempurna di halaman utama mansion. Keduanya berjalan bersama namun Emily mundur beberapa langkah saat Alice berdiri tak jauh dari hadapan mereka."Mom??" Mike memeluk dan menanamkan kecupan hangat di pelipis sang ibu."Apa yang kalian lakukan hingga pulang selarut ini?" Alice menatap curiga yang dibalas kekehan Mike."Oh God! Bahkan sek
Happy reading ;)------------"Mengapa kau ingin mendatangi club?" Seperti biasa Jeff menjemputnya di kediaman Egbert dan membawa wanita itu pergi kemanapun yang ia mau. Lagi lagi Emily meraih cerutu menyesap dalam. Guratan wajah mungil wanita itu tampak kacau, Jeff tahu ia tengah menahan amarah dan bimbang sekaligus."Tak biasanya kau membatalkan misimu secara tiba-tiba," Jeff kembali menatap jalanan lengang yang mereka lewati. Harusnya mereka menjalankan misi malam ini, namun rencana itu berganti dengan mendatangi club yang sebenarnya tak mereka suka."Biarkan ia bersenang-senang saat ini sebelum bertemu ajalnya besok." Emily menyesap kembali cerutu yang setia diapit kedua jemarinya. Ia bersandar memejamkan mata menikmati udara malam kota New York."Menurutmu, apa wanita tua itu merencanakan sesuatu untukku?" Kelopak itu masih terpejam, namun ia tahu Jeff tengah memperhatikannya."Entahlah, wanita gila itu tak bisa ditebak," Jeff merampas
Happy reading :)------------"Apa ini alasanmu menolakku?" Manik cokelat itu menajam sempurna menuntut jawaban jujur dari wanita dihadapannya."Ya, aku menyukai Jeff," Emily menghela nafas panjang dan berlalu meninggalkan Mike. Ada rasa sesak yang menghantam perlahan. Bagaimana bisa rasanya seperti ini? Emily menggeleng samar, menaiki anak tangga dan menutup pintu kamar perlahan. Ia berjalan menuju bed kemudian merebahkan diri, mencoba terpejam berharap semua akan berlalu. Ia tak ingin menyakiti Mike dan membuat perpecahan didalam keluarganya yang hangat. Terutama ia lebih tahu siapa dirinya.Getaran ponsel mampu membuat mata itu kembali terbuka, ia meraihnya saat panggilan dari Loginova terpampang jelas pada layar lalu menekan tombol hijau."Apa sebenarnya yang kau inginkan?!" Sentak Emily geram, ia kini telah berdiri menghadap jendela kaca menatap gelapnya malam.Sedangkan wanita tua disebrang sana tengah menyesap red wine dan menggoyang
Happy reading ;)***Mike membiarkan wanita itu bergelut dengan rasa yang ia pun tak tahu, ia hanya melirik sesekali saat wanita itu terlalu sering membuang nafas berat seolah meluapkan semua beban yang memberatkan hatinya. Setibanya didepan gedung Citi Group, Emily membukakan pintu untuk sang boss dan membungkuk lalu mengikuti langkah itu menuju ruangan besar bertuliskan Chief Executive Officer Citi Group.Mike terhenti saat maniknya tertuju pada seorang wanita bersurai soft chocolate yang tengah duduk manis menunggu kedatangannya. Terlebih saat ia mengenakan dress maroon dari bahan sutra bercampur beludru membuat ingatan Mike kembali pada penghianatan yang wanita itu lakukan padanya.Mata cokelat Mike menajam tak suka saat wanita itu justru memberi senyum manis mempesona menyambut kedatangannya. Sedangkan Emily hanya diam tak berekspresi."Lama tak berjumpa denganmu Mike," wanita itu memeluk dan memberi kecupan singkat di pipi Mike. Pria itu hendak me