Share

NAMA PEREMPUAN YANG KAU SEBUT DALAM DOA
NAMA PEREMPUAN YANG KAU SEBUT DALAM DOA
Author: Nisa Noor

Chapter 1

Author: Nisa Noor
last update Last Updated: 2023-05-27 06:27:52

"Jaga dia dimanapun berada Ya Allah, titip dan temani Zahra selalu."

Antara sadar dan tidak aku terhenyak seketika mendengar doa yang dipanjatkan suamiku di atas sejadah, kulirik jam di atas nakas menunjukan pukul tiga dini hari. Hal yang biasa dilakukan suamiku yaitu shalat tengah malam. Tapi kali ini ada yang membuatku terkejut hingga mata ini mendadak awas. 

Khawatir salah mendengar, aku mencoba tetap tenang bersembunyi di balik selimut memastikan suamiku akan menyebut kembali nama perempuan lain, bukan namaku atau nama ibunya sekalipun. Zahra? Nama siapa yang disebutnya?

Lama menunggu tapi Mas Raihan tak menyebut nama itu lagi. Kuhempas jauh pikiran negatif yang mendadak hadir, mungkin aku salah mendengar. Perlahan aku bangkit tentu saja membuat Mas Raihan menoleh. 

"Sudah bangun?" tanyanya dengan senyum yang selalu membuatku selalu jatuh cinta. 

"Sudah Mas, kenapa gak bangunkan aku. Kita bisa sholat sama-sama."

Mas Raihan tersenyum, lalu bangkit dan berjalan menuju ke arahku. Terduduk di sampingku, lalu ia menatap wajah ibu begitu lekat. Ada sesuatu yang berbeda dari tatapannya.

"Ada apa sih, Mas. Kok menatap aku kayak gitu?"

"Nggak apa-apa, kamu cantik kalau bangun tidur."

"Ish, mulai gombal. Udah ah, gak bakalan bener kalau Mas Raihan udah kayak gitu, aku ke air dulu."

"Habis ke air?" tanyanya penuh arti. 

Aku tak menjawab pertanyaan Mas Raihan yang disertai tatapan genit, berjalan menuju kamar mandi. Menatap diri di cermin, mendadak pikiranku kembali kacau. Lima tahun menikah dengan Mas Raihan, meski belum dikaruniai buah hati tapi Mas Raihan tak pernah sedikitpun membuatku kecewa, bahagiaku di atas kebahagiaannya. Tapi kenapa ada nama perempuan lain yang disebutnya dalam doa malam ini, sekian malam selalu kulewati dengannya tak pernah ku dengar nama itu disebut. 

Hani, Lani dan Kiana adalah tiga perempuan yang sempat mewarnai hari-hari Mas Raihan saat muda dulu, ya ketiga nama itu Mas Raihan ceritakan. Tidak sempat berpacaran dengan mereka hanya saja sempat dekat dan sempat terbesit untuk menikahi salah satu di antara mereka. Sedangkan Zahra? Ah, nama itu belum pernah Mas Raihan ceritakan atau sengaja Mas Raihan tak menceritakan hal itu. 

Ketukan pintu membuyarkan lamunan, bayangan akan peristiwa singkat tapi mampu membangkitkan insting terpekaku menjadi seorang istri, aku mengusap wajah. 

"Kamu baik-baik saja, kan sayang?"

"Iya, Mas. Biasa mules jadi senyap," ucapku berbohong saat Mas Raihan bertanya dari luar. 

Segera kuselesaikan aktivitas di dalam kamar mandi agar Mas Raihan tak mencurigaiku. Bibir ini mengguratkan senyum di antara hati yang penuh tanya, ingin rasanya kutanyakan langsung pada lelaki yang sudah memberikan aku banyak kebahagiaan meski pernikahan kami terjadi karena sebuah perjodohan. 

Ya, aku dijodohkan dengan Mas Raihan. Orang tua Mas Raihan adalah sahabat dekat orang tuaku, mereka dulu satu gengs di sekolah. Lama tak bertemu lalu media sosial kembali mempertemukan mereka dan menyadari mereka sudah memiliki anak gadis dan bujangan. Hingga perjodohan itu terjadi, tapi sikap Mas Raihan tak ada yang janggal atau menolak justru dia sangat hangat hingga membuatku tak menolak perjodohan ini. 

"Sayang, Mas berangkat lebih pagi hari ini."

Aku sedikit mengerutkan dahi, ucapan Mas Raihan sesaat setelah aku sembahyang membuat pikiranku kembali tak benar. 

"Kenapa?" tanyanya lagi. 

"Nggak apa-apa, Mas. Kok tumben, ini kan hari Jumat biasanya agak siang." 

"Ya, kebetulan ada kerjaan yang harus segera selesai daripada besok Mas harus masuk, nanti istri Mas yang cantik manyun gara-gara weekend masuk kerja," ucapnya seraya mencubit pipi ini.

Wanita mana yang tak terbuai dengan kalimat itu, aku pun menahan malu mendengarnya tapi pipi ini mungkin sudah memancarkan warna pink kemerah-merahan yang menggambarkan suasana hati. Ah, bagaimana bisa aku berpikir Mas Raihan memiliki wanita idaman lain sementara sikapnya selama ini tak ada yang berubah sedikitpun. 

"Sini," ajaknya menarik tanganku agar ikut duduk di tepi ranjang. 

"Aku lepas mukena dulu, Mas."

"Gak perlu, aura kecantikan kamu lebih terpancar saat memakai mukena."

Lagi, hati ini bak dibawa terbang ke langit ke tujuh, terbuai dan sungguh melenakan. Lelaki itu menatapku penuh cinta, fiks tadi aku hanya cemburu. Bisa saja tadi aku salah mendengar, membuang semua itu dan menikmati waktu ini bersama lelaki yang namanya selalu tersemat di dalam hati ini. 

"Hati-hati di rumah ya, kalau mau keluar jangan lupa kabari aku," pesannya sesaat sebelum berangkat bekerja. 

"Siap komandan, hati-hati juga untuk kamu Mas. Jaga hatiku tetap di hati kamu," ucapku. 

Ada senyum di wajahnya yang kubaca dengan sesuatu yang aneh. Ah, lagi-lagi insting ini berkata lain tapi aku harus coba menepisnya. Lambaian tangan dan ucapan salam menuntaskan perpisahan pagi ini, aku kembali masuk ke dalam rumah baru tiba di ruang tamu langkah ini terhenti saat mendengar sebuah sepeda motor terparkir di luar pagar. 

"Hanifa," gumamku. 

"Assalamualaikum, Mbak." 

"Waalaikumsalam, Mas Raihan baru saja berangkat. Ada apa?" tanyaku. 

"Aku bukan mau ke Mas Raihan kok, Mbak. Aku mau ke Mbak," ucapnya. 

"Oh, ayo masuk."

Aku pun mengajak Hanifa, adik Mas Raihan satu-satunya. Tampilan sudah rapi dan sangat berbeda dari biasanya, Hanifa masih kuliah di semester lima. Dia memang sering main ke rumah, tapi kali ini beda kenapa sepagi ini sudah datang. 

"Mbak, aku boleh pinjam dress warna pink. Kebetulan aku gak punya, hari ini ada acara spesial soalnya dresscode nya pink."

Pink

Tetiba aku teringat Mas Raihan pun barusan pakai baju Pink? Apa ini sebuah kebetulan atau?

"Acara apa dek?" tanyaku. 

"Launching butik kakak kelas waktu di SMA, mbak. Dia baru balik dari luar negeri terus buka butik gitu. Aku pengen banget ketemu dia," jelasnya dengan gembira. 

"Oh, sebentar Mbak ambilkan."

Tanpa menunggu lama aku pun mengambil baju yang akan kupinjamkan kebetulan ada beberapa baju dengan warna yang diinginkan Hanifa, tubuh kami memang tak jauh berbeda, Hanifa memang sering meminjam baju, kerudung, sepatu, tas dan itu semua tak aku permasalahkan. Aku yang hanya anak tunggal, merasa bersyukur diberikan kesempatan merasakan punya adik apalagi Hanifa adalah anak yang baik. 

"Terima kasih ya, Mbak."

Aku hanya mengangguk dan tersenyum, Hanifa pamit mengganti bajunya. Sementara aku kembali memikirkan kejanggalan pagi ini, teringat tadi pagi Mas Raihan menanyakan kemeja pink hadiah ulang tahunnya dariku dua tahun yang lalu, kemeja yang hanya dipakai saat aku memakai baju yang sama kebetulan baju itu memang aku pesan berpasangan. Aku tak menaruh curiga apapun tapi saat Hanifa datang dan dia pun menggunakan baju yang sama mendadak pikiran ini kembali berkecamuk. Ada apa dengan hati ini?

Dering ponsel menarikku dari lamunan, itu dering ponsel Hanifa. Aneh, biasanya aku paling tak peduli tapi kali ini merasa penasaran dengan penelpon yang sejak tadi melakukan panggilan terus. Perlahan aku dekati tas Hanifa, lalu mencari ponselnya dan saat menemukannya. 

Mata ini membulat sempurna menatap nama kontak yang melakukan panggilan pada Hanifa "Kak Zahra"? 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Zidan Kasan
brengsek banget ni laki, rajin ibadah tapi hatinya lebih kotor dari Septitank
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
jgn gampang berbunga2 mendengar rayuan gombal, biarpun dari suami mu sendiri.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • NAMA PEREMPUAN YANG KAU SEBUT DALAM DOA   Chapter 115 (The End)

    Hujan baru saja berhenti ketika mobil Raihan menepi di depan sebuah vila sederhana di pinggir hutan pinus. Aroma tanah basah bercampur dengan udara dingin pegunungan menyergap mereka begitu turun dari mobil. Clarissa merapatkan mantel, memeluk perutnya yang kini membesar tujuh bulan. Raihan buru-buru menutup jarak, memayunginya meski hujan tinggal rintik kecil.“Pelan-pelan sayang, tangganya licin,” ucap Raihan sambil menggenggam tangannya.Clarissa tersenyum lembut. “Aku hamil, bukan rapuh, Han.”Raihan mengerling. “Buatku dua-duanya sama pentingnya.”Vila itu sederhana. Kayu cokelat tua, jendela besar, dan aroma pinus yang menenangkan. Setelah semua badai yang mereka lalui—pengintaian misterius, masa lalu yang terungkap, ancaman yang nyaris merenggut Clarissa—tempat ini terasa seperti jeda yang Tuhan kirim khusus untuk mereka.Raihan membuka pintu. Hangat. Tenang. Sunyi.Untuk pertama kalinya s

  • NAMA PEREMPUAN YANG KAU SEBUT DALAM DOA   Chapter 114

    Hujan baru saja berhenti ketika mobil Raihan memasuki halaman rumah. Langit sore masih menggantung kelabu, aroma tanah basah memenuhi udara. Clarissa turun dengan perlahan, satu tangannya memegangi perut yang mulai membesar. Raihan langsung sigap memayungi, memastikan istrinya tidak menapaki ubin yang licin.“Pelan, Sayang,” ucapnya lembut.Clarissa mengangguk, meski wajahnya masih memendam kekhawatiran sejak insiden di kantor. Motor hitam itu… bayangan pengendaranya… tatapan diam yang terasa terlalu sengaja. Semua itu masih bergema seperti gema samar di belakang kepala.Begitu pintu rumah tertutup, Raihan langsung menurunkan semua tirai. Clarissa hanya memperhatikan gerak suaminya—lebih gelisah daripada tadi. Lebih protektif daripada biasanya.“Kamu mau cerita?” tanya Clarissa akhirnya, duduk di sofa sambil melepaskan high heels.Raihan menghentikan gerakannya. Bahunya menegang.“Bukan sekar

  • NAMA PEREMPUAN YANG KAU SEBUT DALAM DOA   Chapter 113

    Raihan tak pernah mengira dirinya akan kembali merasakan sesuatu yang dulu hanya muncul saat ia masih jadi petugas lapangan: insting bahaya.Dan sore itu, ketika motor hitam itu mengamati mereka tanpa suara, insting itu kembali menempel di tengkuknya—dingin, tajam, dan mengancam.Di perjalanan pulang, Clarissa memperhatikan ekspresi suaminya yang tidak seperti biasanya. Raihan tidak banyak bicara, hanya sesekali melirik kaca spion seolah mencari sesuatu di balik mobil-mobil yang berlalu.“Han…” Clarissa memecah keheningan dengan suara pelan.Raihan hanya menjawab, “Nanti di rumah kita bicara.”Zahra langsung menyambut mereka dengan pelukan kecil di kaki Clarissa.“Mama—Papa pulang! Lihat gambar Zahraaa!”Clarissa tersenyum, mengelus rambut putrinya. Tapi Raihan hanya menatap sekilas, kemudian memeriksa pintu, jendela, dan balkon seperti sedang memastikan sesuatu.Clarissa mempe

  • NAMA PEREMPUAN YANG KAU SEBUT DALAM DOA   Chapter 112

    Rafael.Saudara kembar.Sosok yang wajahnya hampir sama dengan Raihan—hanya saja dengan sorot mata yang berbeda. Sorot mata yang gelap, tajam, dan penuh kemarahan yang tak lagi bisa ditutupi.Clarrisa menatap pria itu tanpa berkedip, jantungnya memukul-mukul tulang rusuk dengan keras. Ia menelan ludah perlahan, mencoba memahami apa yang ada di depan matanya.Jika bukan karena luka kecil di alis dan garis keras di rahang Rafael, ia mungkin tak bisa membedakannya dari Raihan.Raihan mengangkat sebelah tangan, berdiri sedikit lebih maju melindungi Clarrisa.“Rafael,” katanya dengan suara kaku. “Kau tak seharusnya ada di sini.”Rafael menatapnya, helai rambut hitamnya jatuh sedikit ke dahi.“Oh… aku harus ada di sini, Raihan. Kau yang membuatku kembali. Kau yang memaksa aku muncul lagi. Karena kau… mengambil sesuatu yang bukan milikmu.”Clarrisa meng

  • NAMA PEREMPUAN YANG KAU SEBUT DALAM DOA   Chapter 111

    Angin sore menyapu perlahan halaman depan rumah itu, membawa aroma tanah basah setelah hujan turun sejak siang. Langit mulai memucat keabu-abuan, seakan mengikuti suasana yang sedang berkecamuk di dalam dada Clarrisa. Ia berdiri di dekat jendela ruang tamu, kedua tangannya saling menggenggam erat, seolah ingin menahan gemetar yang sedari tadi tak mau berhenti.Raihan belum pulang.Padahal ia jelas mengatakan akan pulang lebih cepat hari ini. Ada sesuatu—sesuatu yang sejak pagi terasa aneh, ganjil, menggelitik bagian terdalam intuisi Clarrisa.Ia memejamkan mata, mencoba mengatur napas. Namun bayangan percakapan semalam kembali menyergapnya.Kalimat Raihan yang terpotong.Tatapan gelisah.Ponsel yang terus bergetar tapi ia sembunyikan.Dan kata terakhir yang hampir lolos dari bibirnya.“Klar… ada hal yang sebenarnya harus aku j—”Lalu percakapan itu terputus ketika alarm

  • NAMA PEREMPUAN YANG KAU SEBUT DALAM DOA   Chapter 110

    Motor itu masih mengikuti mereka—tanpa menyalip, tanpa mundur, tanpa mempercepat kecepatan. Selalu dalam jarak yang sama. Seolah pengendara itu ingin memastikan satu hal: bahwa mereka tahu ia ada di sana.Raihan mempercepat mobil sedikit, tapi tidak sampai menimbulkan kecurigaan. Clarissa menggenggam seatbelt erat, napasnya tak stabil.“Mas… dia masih di belakang,” bisiknya.“Biarin. Kita tetap pulang dulu,” jawab Raihan tenang, meski rahangnya mengeras jelas.Tapi tenangnya itu palsu. Clarissa mengenalnya terlalu dalam untuk percaya begitu saja. Hanya kehadirannya yang membuat pria itu berusaha setenang mungkin. Untuknya. Untuk bayinya.Lima belas menit kemudian, mereka memasuki area perumahan. Motor itu masih membuntuti. Saat mobil berhenti di depan rumah, motor itu berhenti dua rumah dari mereka. Diam. Tidak mematikan mesin. Hanya menunggu.Clarissa menelan ludah. &ldq

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status