แชร์

Part 4. Bertemu Nea

ผู้เขียน: Putri Barata
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2021-12-05 01:01:36

Dia adalah seorang gadis yang ceria meski psikisnya tetap saja sedang terluka.

***

Tinggal beberapa hari aku akan menjadi seorang istri dari direktur tampan. Hal yang tak pernah aku bayangkan sama sekali. Bahkan tak pernah kumimpikan sekalipun. Mungkin itulah dikatakan jodoh. Kata orang sejauh manapun dia jika berjodoh akhirnya akan tetap bertemu.

Ada juga yang pacaran bertahun-tahun hanya menjaga jodoh orang di mana harus rela melepaskan dengan menerima yang sudah pasti. Tak heran juga, rata-rata seperti itu saling meninggalkan karena satu pilihan orang tua. Itu lebih baik, umurnya sudah mencukupi. Sedangkan aku? 18 tahun? Apa tidak terlalu muda? Meski ku akui di luar sana banyak yang sudah menikah diumur itu.

Aku sendiri bingung bagaimana mengurus suami nantinya. Dari apa yang dia sukai atau tidak sukai. Dan nantinya mulai menyusuaikan diri akan kehadirannya. Semoga saja dia bisa menerima aku apa adanya diriku ini, bisa menyayangi aku seperti orang tua sendiri.

"RHENA!!!" panggil seorang dengan lantangnya. Wortel tadi hampir tercabut aku urung dan memilih berdiri melihat siapa pemilik suara tadi.

Bibir membentuk senyuman bagaikan perahu saat aku melihat siapa perempuan tadi. Nea. Teman semasa kecil sekaligus sahabatku. Namun, semenjak aku tinggal di kota aku jarang bertemu dengannya kecuali berkomunikasi lewat W******p.

Nea tergopo-gopoh berlari ke arah rumah. Ada kantongan hitam dia pegang di tangan kiri. Poni tipisnya beratakan karena harus berlari. Perempuan itu tidak pernah berubah sama sekali, riang dan pecicilan seperti ini. Aku bersyukur bisa mengenal Nea dan menjadi teman dari kecil. Dia sering membuatku tertawa hanya melihat tingkah dan mendengar sejuta cerita yang dia punya.

"Kangennn bangetttt." Pelukan hangat Nea mendarat di mana dia sudah berdiri tepat hadapanku. Aku juga membalas pelukan hangat darinya. "Pasti bicaranya udah anak kota pake gue-lo, bener nggak?" tebak perempuan manis ini. Yah ... aku akui Nea itu manis dengan kulit kuning langsat dia punya.

Aku hanya tersenyum sebagai jawaban. Kenyataan kalau ada perbedaan bicara saat di kampung dan kota. Bukannya aku tidak ingin pakai aku-kamu melainkan teman ku di sana pada jijik mendengar. Katanya seperti orang pacaran saja. Meskipun awal-awal sangat kaku memakai gue-lo ke orang. Namun, setelah beberapa hari dibiasain sama mereka aku juga ikut terbiasa.

Kecuali jika berbicara dengan orang lebih tua, cara bercakap akan lebih sopan seperti berbicara dengan ibu bapak dikampung. "Gimana kabarnya kamu?" tanyaku saat pelukan kami terlepas.

"Alhamdulillah baik, kamu sendiri?"

"Alhamdulillah sehat, tapi aku kurang baik," ucapku. Aku tidak bisa membohongi perasaan lagi. Kenyataan sekarang aku kurang baik semenjak berita perjodohan itu sampai ke telingaku.

"Kenapa?"

"Kamu udah tahu kalau aku berhenti sekolah dan dijodohkan orang tuaku, Nea?"

"Hah? Seriusan? Aku nggak tahu sama sekali!" Terlihat jelas kebingungan Nea di raut wajahnya. Entah kenapa dia tidak tahu informasi ini ketika hampir satu desa tahu jika aku akan segera menikah.

"Aku nggak bohong. Aku lupa ngabarin kamu."

Nea mencubit lengan begitu keras sampai aku mengadu kesakitan. "Kok dicubit, sih?"

"Kamu nyebelin banget nggak ngabarin sama sekali!" kesal Nea lalu bersedekap dada.

"Aku lupa, abisnya di rumah aku selalu sibuk Nea. Setidaknya sekarang kamu sudah tahu."

Kuletakkan ember berisi beberapa wortel dalamnya. Mengajak Nea duduk di teras agar kami bisa mengobrol lebih nyaman. "Duduk sini dulu," pinta aku menyuruh Nea duduk.

"Ini buat kamu!" ujar dia memberiku kantong plastik hitam tadi.

"Ini apa?" Kedua alis terangkat seraya bertanya.

"Kue bolu aku bikin baru ke sini."

Aku membuka kantongan tadi, ternyata benar isinya kue bolu manis yang dibuatin Nea. Sudah lama sekali tidak memakannya. Sahabatku Nea tahu sekali jika aku menyukai bolu manis ini. Aku kemudian masuk dapur membawa piring dan juga dua gelas air putih ke luar. Sudah tidak sempat membuatkan Nea teh hangat gara-gara bolu yang ingin aku santap sekarang juga.

Nea yang tadi kesal wajahnya berubah kembali tersenyum ketika melihat ekpresiku menyantap bolu buatannya. Dua kata yang bisa aku sampaikan sekarang, 'sangat enak'. Tekstur bolu sangat manis dan tidak terlalu manis. Sangat pas untuk lidahku ini yang tidak suka dengan makanan terlalu manis.

"Kapan kamu akan menikah?"

"Satu minggu lagi." Nea terbatuk mendengar ucapanku barusan. Apa ada yang salah?

"Bentar lagi jadi istri dong. Bilang-bilang ya kalau aku punya ponakan."

Huk ... huk ... huk

Sekarang giliran aku terbatuk. Apa yang tadi Nea katakan? Ponakan? Jangankan memikirkan soal anak, menikah saja diumur segini tak pernah terlintas. "Apaan, sih. Aku nggak mau punya anak dulu. Orang aku masih sangat muda."

"Eh, kita 'kan nggak tahu nantinya gimana. Bagaimana kalo calon suami kamu minta buat anak? Hayoloh, katanya orang perintah suami minta jatah nggak boleh ditolak, entar dosa."

Seketika mataku terbelalak. Jujur aku belum siap memiliki anak diusia ini. Dan bagaimana jika suamiku nanti memintanya? Apa yang akan aku lakukan? "Itu benar, Nea?"

"Iyasih, kata orang gitu. Kan aku belum nikah mana tahu juga," ucap Nea. Alis kanan terangkat begitu saja.

Aku terdiam sambil menatap Nea. Perkiraan umur dia sekarang sudah 20 tahun. Kami memang beda 2 tahun, meski begitu kami selalu dianggap seumuran. Entah itu sikap Nea yang kekanakan atau aku yang dewasa menanggapinya.

Umur Nea sudah sangat cukup untuk menikah secara hukum tapi dia tidak menikah. Tantenya yang ngerawat dia tak pernah memaksa Nea meski tahun lalu ada yang ingin melamar Nea. Meskipun begitu tante Nea sangat mendukung apapun keputusan keponakannya.

Karena orang tua Nea sudah tidak ada ketika dia masih kecil jadilah Nea tinggal dengan tante yang sangat menyayanginya. Karena faktor ekonomi juga Nea tidak melanjutkan sekolahnya setelah lulus SMP dan lebih memilih membantu tante membuat kue pesanan orang.

Nea pernah bercerita bahwa tantenya tidak menyetujui pernikahan ataupun perjodohan dini. Oleh karena itu saat orang datang melamar Nea dia tahu apa jawaban keponakannya itu. Agar bisa lebih menghargai mereka, tante Nea tidak mengusirnya. Jujur saja aku salut pada tante Nea. Meski tinggal didesa pikiran dia sedikit terbuka perihal menikah.

"Jangan ngelamun, Rhena!" tegur Nea membuat lamunanku buyar seketika.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • NESTAPA DIBALIK PERJODOHAN   Part 28. Good Morning, Dear

    Jangan salahkan jika seorang takut pada situasinya."Good morning, Dear," sapa Deni kala Rhena menggeliat manja. Meskipun rambut acak-acakan wajahnya tetap terlihat cantik natural tanpa polesan make up. Sudah banyak yang mengakui Rhena cantik dan jika dilihat dia tak seperti anak sekolah sewaktu belum menikah.Perlahan mata Rhena terbuka. Deni tersenyum bahagia lalu cepat mengecup kening istrinya. Tidak sadar jam berapa dia tidur semalam, Rhena lalu menepuk kening kala mengingat belum menunaikan kewajibannya tadi subuh."Aauuughh." Langsung saja Rhena ingin bangun dari tidur dan meringis kesakitan pada bagian intim tubuhnya."Hati-hati, Sayang." Dengan sigap Deni membantu Rhena dan berusaha menutupi tubuh indah milik Rhena dengan selimut mengingat dia sedang tidak memakai apapun. Tersadar akan hal itu Rhena langsung terkejut seakan lupa kejadian semalam.Menggeleng kecil mengingat kejadian. Mata kini tertuju pada Deni di samping tak berbaring lagi. Dia sudah memakai handuk dipinggang

  • NESTAPA DIBALIK PERJODOHAN   Part 27. I Love You, Rhena

    Pengakuan bagaikan hasutan merobohkan diri.Author POVLumatan kecil antara bibir sepasang suami istri tu terhenti. Deni menatap Rhena penuh keyakinan bahwa dirinya benar menyayangi sang istri. Perlahan menarik pergelangan tangan Rhena menuju kamar. Perempuan itu hanya mengekor tanpa banyak bertanya.Sampainya dalam kamar Deni menuntun Rhena duduk ke kasur lalu kembali menutup pintu kamar. Untung saja rumah juga sudah dikunci tadinya. Perempuan itu hanya terdiam membisu, entah apa yang sedang dipikirkan hingga bisa menurut begitu saja.Deni kembali kepada Rhena. "Kenapa diam saja?" tanya laki-laki yang sudah menjadi suami sah dari Rhena hanya dibalas gelengan kecil."Kamu mau tidur?" Lagi-lagi Rhena menggeleng. Seharusnya dia mengantuk dan tidur tapi pertengkaran tadi membuat rasa kantuk hilang seketika."Boleh?" Entah apa yang sudah memasuki Rhena barusan. Dia hanya mengangguk polos. Apa mengiyakan suaminya kembali menciumnya. Kemungkunan bukan itu yang dimaksud Deni melainkan hal la

  • NESTAPA DIBALIK PERJODOHAN   Part 26. Deni Cemburu

    Aku tidak pernah bermaksud untuk mendatangkan rasa cemburu itu.Aku menghela napas lega kala mobil Vaeru melaju meninggalkan pakarangan rumah. Viyata sangat beruntung memiliki kakak seperti Vaeru yang sangat menyayangi sang adik. Bahkan, mereka masih bercanda sebelum pamit tadi.Pagar ku dorong dan menguncinya kembali. Di mall setelah menonton kami bertiga memutuskan membeli baju yang sama.Baru saja ingin mengetuk pintu rumah ternyata Deni lebih dulu membuka pintu Aku tersenyum melihatnya. Dia hanya terdiam lalu meninggalkanku sendiri di ruang tamu."Kamu sudah makan?" tanyaku. Mata melirik jam pada dinding telah menunjukkan pukul sebelas malam. Aku menggigit bibir bawah sedikit kikuk. Apalagi Deni tadi hanya menghiraukan pertanyaanku dan masuk ke dalam kamar.Apa dia lagi marah? batinku bersuara.Setelah semua pintu termasuk pagar aku kunci. Dan mengecek dapur melihat makanan ternyata Deni sudah makan. Aku sempat masak sebelum dia mengantarku tadi. Perlahan aku masuk ke kamar, Deni

  • NESTAPA DIBALIK PERJODOHAN   Part 25. Pergi Mall

    Sungguh untuk memberi tahu kenyataan pada orang lain aku belum bisa mengungkap sebenarnya.Deni memberi izin malam ini. Bahkan dia mengantarku ke mall tempat kami janjian. Sebenarnya Oza dan Viyata ingin menjemput tapi aku melarangnya takut sewaktu-waktu Deni tidak memberi izin. Setelah aku sampai 30 menit yang lalu, Deni juga mengatakan keluar malam ini bersama temannya mengingat ada urusan pekerjaan."Temenin gue pipis dong. Please!" Viyata membujuk Oza di mana kami sedang berada di dalam salah satu tono kosmetik."Apaan sih, ngerepotin orang mulu." Oza mendengus kesal. "Sini gue temenin cepet," lanjutnya dibalas cengiran."Rhena, lo tolong tunggu di luar ya, kaka gue mau datang. Mau ikut nonton." Langsung saja Viyata memberikan HP nya ke aku. "Kalau dia telepon angkat aja, dia nggak tahu posisi kita. Tunggu di sini aja ya!" Tanpa menunggu aba-aba dari aku, dia langsung menarik tangan Oza ke toilet.Aku menghela napas. Kebetulan ada sofa duduk tak jauh dari toko kosmetik tadi. Menun

  • NESTAPA DIBALIK PERJODOHAN   Part 24. Kunjungan Oza dan Viyata

    Teman yang benar teman tidak meninggalkan dalam keadaan apapun.•••Sore hari Oza dan Viyata datang ke rumah berniat menjengukku. Awalnya kaget melihat aku yang tidak berbaring di kasur layaknya orang sakit malah membersihkan halaman. Padahal aku sudah melarangnya menjenguk mengingat sudah sembuh tinggal pusing sedikit saja. Baru saja Deni keluar beralasan ada urusan, Oza dan Viyata datang."Gue pikir lo udah sekarat," ejek Oza. Kami sedang duduk di teras luar. Karena kursi teras hanya ada dua jadinya aku mengambil satu kursi makan dari dapur untuk diduduki."Astaghfirullah, jangan sampai ih. Gue cuman demam aja."Disisi lain Viyata menikmati makanan yang dia bawa sendiri bersama Oza. Memang banyak makanan, ada buah mangga,

  • NESTAPA DIBALIK PERJODOHAN   Part 23. Benih-Benih Cinta

    Perasaan ini semakin nyata akan benih cinta yang tumbuh.•••Melakukan hubungan intim pada status yang halal sebagai suami dan istri merupakan kebutuhan tiap pasangan untuk memperoleh keturunan nantinya. Namun, hal ini aku belum bisa wujudkan dikarenakan ketakutan mengingat umur masih terbilang muda untuk merasakan hamil.Meskipun demikian, hari semalam berhasil menciptakan benih-benih dalam hatiku. Deni berhasil mengambil firs kiss yang kusimpan baik untuk suami ku nantinya. Aku memang awam untuk perihal itu tapi adanya Deni yang selalu berusaha memberi kenyamanan tiap sentuhan bibir dan menikmati tubuh mungil ini.Hanya saja, jika untuk lebih jauh. Lagi-lagi kukatakan aku belum bisa melakukannya. Deni sangat senang atas afsu terladeni meskipun organ intimnya tidak menyentuh. Cukup bagian tubuh dari ku dirasa

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status