แชร์

Bukan pacar brengsek

ผู้เขียน: holipehh
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2021-04-28 10:40:32

"Gue mau kita liburan bulan depan," kata Ardzan.

"Tapi Zan, kerjaan aku numpuk," balas Dinda.

Ardzan menggebrak meja, "Gue gamau tau!"

Dengan deru nafas yang berhembus dengan kasar Ardzan menatap Dinda dengan membulatkan matanya, Ardzan tidak boleh dibantah!

"Tapi, Zan-" ucapan Dinda Terpotong.

Ardzan menarik degan paksa rambut Dinda, dengan sangat keras, ia tak peduli Dinda meringis kesakitan, yang terpenting tidak ada yang berani terhadapanya.

"Zan--sakit..." rintih Dinda kesakitan.

Ardzan semakin kencang menarik rambut Dinda, "Gue gak peduli!"

Ardzan selalu saja seenaknya, seolah-olah Dinda tidak punya perasaan, tidak punya rasa sakit, Ardzan selalu mementingkan dirinya sendiri, ia tidak peduli bagaimana hati dan pikiran Dinda.

Ardzan melepas tarikannya dari rambut Dinda, kali ini ia beralih ke rahang Dinda, ia mencengkram dengan kasar dan sangar kencang rahang milik Dinda.

Ardzan membulatkan matanya, menatap Dinda dengan tatapan yang sangat menakutkan, "Gue pacar lo, gue juga bos lo, jadi lo harus ikutin apa mau gue! Kalau engga lo tau sendiri akibatnya apa!" 

Ardzan melepas dengan kasar cengkramannya, lalu tersenyum dengan sinis, Dinda sudah menjadi miliknya dan Dinda tidak pernah sedikitpun melawan perintahnya, Ardzan tertawa dalam hati.

****

Setelah karyawan Toro Group menghabiskan empat jam pertama kerjanya, akhirnya mereka semua bisa beristirahat sekitar satu jam , begitu juga dengan Dinda dan temannya, Alisya.

"Kenapa rambut lo acak-acakan gitu?" Tanya Alisya bingung melihat Dinda yang rambutnya terlihat seperti tidak disisir.

Dinda yang tidak sadar akan rambutnya yang masih berantakan, ia langsung merapihkan rambutnya dengan kedua tangannya.

"Gapapa, gue ketiduran tadi." Dinda terpaksa berbohong, ia hanya tidak ingin Alisya khawatir terhadapnya.

"Lo bohongin gue ya?" Alisya tidak percaya dengan alasan Dinda, karena Alisya tau Dinda bukan tipekal orang yang mudah untuk berbohong.

Dinda menghembuskan nafasnya dengan pelan, "Benaran, gue cape banget banyak kerjaan semalem jadi begadang. Terus ngantuk deh sekarang."

"Bukan ulah Ardzan?" Tanya Alisnya pelan.

Alisa tau apa yang terjadi dengan Dinda dan Ardzan, Alisa tau tentang Ardzan yang kasar, Ardzan yang gampang mukul Dinda jika Dinda membuat kesalahan sekecil apapun.

Dinda menunduk, "Ardzan mau liburan bulan depan, tapi lo tahu sendiri gimana numpuknya kerjaan gue."

"Udah gue duga! Ardzan ngapain lo ngejambak lo?" 

Dinda mengangguk, "Tapi, gue yang salah, gue gak nurut sama dia."

"Din! Bisa gak sih lo gak usah segitunya sama Ardzan?! Dia itu kasar sama lo, dia gak peduli kalau lo itu kenapa-napa, kenapa sih lo masih mau bertahan sama dia? Karena dia anak pemilik Toro Group?"

Dinda menggelengkan kepalanya, "Gue sama sekali gak tertarik dia itu siapa, gue gak peduli dia anak pemilik Toro Group atau bukan, gue sayang sama Ardzan."

Alisya membulatkan matanya, ia terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Dinda, ia tidak percaya alasan utama Dinda itu hanya karena sayang dengan laki-laki brengsek itu.

Alisya tertawa sinis, "Gila lo, cuma karena lo sayang lo rela tubuh lo kesakitan? Lo rela dikata-katain dan direndahin kayak gitu oleh si Ardzan brengsek itu?"

"Ardzan gak brengsek, dia juga sayang sama gue," bela Dinda.

"Sayang sama lo? Gue gak habis fikir, pikiran lo dimana DINDA?!" Kesal Alisya.

Sebenarnya ada alasan lain kenapa Dinda masih tetap bertahan sampai sejauh ini dengan Ardzan, tetapi sungguh bukan karena harta atau Ardzan anak pemilik serta pewaris tunggal Toro Group.

Dinda hanya belum bisa menjelaskan semua ini kepada Alisya.

"Udah Lis, gue gapapa. Jangan bahas ini lagi ya, mau gimanapun Ardzan pacar gue, apapun yang Ardzan lakuin ke gue, gue yakin karena Ardzan sayang sama gue," ujar Dinda.

Alisya menggelengkan kepalanya, kenapa Dinda menjadi seperti ini sekarang, bahkan Alisya masih ingat ketika dulu waktu mereka masih duduk di bangku SMA sampai kuliah Dinda tidak pernah melirik Ardzan, walaupun Dinda tau kalau Ardzan terus mendekatinya. 

Hingga, Alisya tidak tahu kenapa Alasannya ketika Mereka lulus kuliah tiba-tiba Dinda dan Ardzan menjalin hubungan.

"Tapi, kalau lo di apa-apain lagi sama Ardzan lo langsung kabarin gue, inget lo gak boleh diem aja, lo sesekali harus lawan dia." Pinta Alisya.

Dinda tersenyum kecil, ia mengangguk, "Lo emang sahabat gue, makasih Lis."

Alisya ikut terseyum, "Gue gak akan pernah ngebiarin sahabat gue disakitin oleh siapapun, termasuk pacarnya sendiri."

"Kalau hubungan lo sama Dalvin gimana?" Tanya Dinda.

Wajah Alisya kemerahan, sepertinya ia menahan malu, "Dalvin ngelamar aku, tahun depan kita nikah."

"Serius? Gue ikut seneng." Dinda tersenyum dengan lebar, ia senang mendengar kabar ini.

Alisya mengangguk dengan senyum yang sangat lebar, "Bulan depan gue mau tunangan dulu sama Dalvin, lo datengkan?"

Dinda diam.

Bulan depan Ardzan memintanya untuk liburan, apakah Ardzan mau mencenselnya? 

"Oh iya, lo dipaksa liburan ya sama Ardzan?" Tanya Alisya lagi, dengan raut wajah yang terlihat sedih, bagaimana tidak sedih melihat sahabatnya tidak bisa hadir diacara paling bahagianya.

"Lo tenang aja, gue pasti dateng. Gue janji, gua juga pasti akan ngebujuk Ardzan," kata Dinda.

"Tapi, kalau endingnya Ardzan malah nyakitin lo lagi, mendingan gak usah Din, gue lebih baik lo gak dateng, dari papa liat tubuh lo kesakitan karena dipukulin Ardzan."

Dinda tersenyum, "Gue gapapa, lo sahabat gue, masa iya gue gak dateng."

"Makasih Din," Alisya ikut tersenyum.

Mereka menghabiskan jam istirahat dengan memakan makanan di kantin sambil melanjutkan pembicaraan tentang pertunangan Alisya dan Dalvin.

Dinda ikut senang Alisya dan Dalvin akan segera tunangan, Dinda masih inget ketika untuk pertama kalinya Alisya cerita tentang Dalvin, sampai mereka menjalin hubungan dan sampai saat ini. 

Alisya dan Dalvin menjalin hubungan sudah cukup lama, hampir lebih dari tiga tahun ketika meraka sama-sama masih kuliah. Dalvin sangat menghargai Alisya, memperlakukan Alisya layaknya bidadari, tidak pernah kasar, bahkan sekalipun Dalvin tidak pernah membentak Alisya. Tidak seperti Ardzan yang kasar, suka marah-marah, dan sudah seperti hobby hampir setiap hari membentak Dinda.

Dinda terdiam.

Tidak seharusnya Dinda, membandingkan Dalvin dengan Ardzan. Mau bagaimanapun Ardzan adalah kekasihnya, Dinda harus menerima Ardzan dan segala kekurangannya, walaupun jujur Dinda tidak pernah munafik kalau sekujur tubuh Dinda sering merasa sakit akibat pukulan-pukulan dari Ardzan.

"Lo kenapa Din?" Tanya Alisya, ketika melihat Dinda tiba-tiba diam.

"Gapapa Lis," jawab Dinda.

Mulai saat ini Dinda tidak boleh membebankan pikirannya kepada Alisya, karena Alisya pasti sedang sibuk dengan persiapan acara pertunangannya dengan Dalvin. 

Dinda hanya tidak ingin, Alisya menjadi tidak fokus terhadap acara pertunangannya, karena permasalahan Dinda dan Ardzan.

Bersambung...

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • (NOT) PERFECT BOYFRIEND   Angin dan Ombak di Laut

    Dinda dan Dalvin mengelilingi beberapa tempat yang menjual koleksi barang-barang untuk oleh-oleh dari bali, Dalvin paham Dinda pasti mengajaknya hanya ingin meminta saran barang apa saja yang cocok untuk Ardzan.“Vin, kayaknya Ardan suka kemeja pantai deh. Katanya kemaren dia gak bawa sama sekali, mau beli juga belum sempat. Ada sih satu di kasih pihak hotel, tap ikan sudah pernah dia pakai. Kamu tahu sendiri kan Ardzan orangnya bagaimana? Barang sekali pakai buang,” ujar Dinda sambil memegang kemeja pantai berwarna biru muda.“Kayaknya Ardzan lebih suka warna formal deh, hitam atau putih,” usul Dalvin.“Kamu tahu dari mana?” tanya Dinda bingung.“Ngapain kamu ajak aku kesini?” tanya balik Dalvin.“Buat minta saran.”“Nah, itu kamu tahu.” Dalvin terkekeh, “Aku emang gak terlalu dekat sama Ardzan bahkan gak deket, tapi pertama kali aku lihat dia, aku udah nebak kala

  • (NOT) PERFECT BOYFRIEND   First Peluk

    Dinda terlelap dalam tidurnya, tetapi tiba-tiba sebuah tangan melingkar di pinggangnya, Dinda membuka matanya. Ia tersenyum mendapati Ardzan yang tertidur pulas disampingnya. Mungkin, Ardzan seharian cape, jadi membuatnya belum bangun tidur pagi ini.Dinda menatap lekat kedua mata Ardzan, dengan pelan Dinda mengelus wajah Ardzan.“Zan, bahkan perasaan aku masih sama… aku tidak bisa membincimu, sekalipun perlakuan kamu terhadapku menyakiti aku…” ucap Dinda dengan pelan.Dinda melingkarkan tangannya kepada Ardzan, lalu Kembali menutup matanya. Membiarkan perasaanya tenggelam, terlelap dalam tidurnya.Namun, baru saja Dinda menjelajahi alam mimpinya, Ardzan membangunkannya dengan kasar. Ardzan melempar tubuh Dinda ke lantai, hingga membuat Dinda terbangun.“BANGUN JUGA LO YA?!” Bentak Ardzan.“Sakit zan,” Dinda bangun dan menyamakan tingginya dengan Ardzan.Ardzan menatap Dinda dengan tat

  • (NOT) PERFECT BOYFRIEND   Jadi, Nyamuk?

    Ardzan tak pernah melepas rangkulanya terhadap Dinda, bahkan sampai masuk ke dalam restoran. Sedangkan Dalvin yang menatap mereka berdua hanya menelan salivanya. Shit! Ini bukan rencana Dalvin, kenapa Ardzan harus ikut?“Itu Lovely sama Angkasa,” ujar Dinda Ketika melihat Lovely dan Angkasa.Lovely, Ardzan dan Dalvin langsung menghampiri mereka berdua.“Apa kabar bro?” tanya Angkasa kepada Ardzan.“Saya baik,” ucap Ardzan dengan wajah datarnya.“Cuma lo ya yang dari dulu nyaingi wajah datar gue,” ujar Angkasa sambil terkekeh.Pasalnya Angkasa dan Ardzan waktu jaman sekolah disebutnya batu es, bedanya Angkasa lebih liar, ia punya geng yang terkenal seantero penjuru sekolah. Sedangkan Ardzan, diem yang emang benar-benar diam, atau kata anak jaman sekarang itu kurang gaul.Ardzan tersenyum tipis, “Anda lebih menang dari saya Kas.”“Lo juga masih kaku dan baku,&rdquo

  • (NOT) PERFECT BOYFRIEND   Mabuk?

    Ardzan masuk ke dalam kamar hotelnya, ia tidak sendiri. Tetapi Bersama dengan Vionita, sekretarisnya di kantor. Dengan masih menggunakan piyamanya Dinda menghampiri Ardzan, Dinda terkejut melihat Ardzan merangkul Vionita dalam keadaan mabuk. Tidak, Vionita sama sekali tidak mabuk, tetapi Ardzanlah yang sepertinya dalam keadaan mabuk berat.“Ardzan kenapa, Vi?” tanya Dinda yang panik melihat kondisi Ardzan.“Dia terlalu banyak minum tadi di Bar,” ujar Vionita.Dinda mengambil tangan Ardzan, tetapi Ardzan malah menepisnya. Bahkan Ardzan mendorong tubuh Dinda hingga Dinda terpental ke lantai. Kekuatan Ardzan sepertinya tidak akan hilang walaupun ia dalam kondisi setengah sadar seperti ini, buktinya ya seperti ini.“Bia aku aja,” kata Vionita.Vionita membawa Ardzan ke kamarnya, sedangkan Dinda mengikutinya dibelakang. Dinda mulai membuka satu persatu pakaian Ardzan, mengganti pakaiannya Ardzan, Dinda mencoba untuk t

  • (NOT) PERFECT BOYFRIEND   Jadi, siapa yang bawel?

    Dinda membuka laptopnya, melihat beberapa koleksi foto kebersamaannya dengan Ardzan waktu awal-awal mereka menjalin hubungan, dulu Ardzan tak pernah sekalipun menyentuhnya, tetapi Dinda juga bingung sampai saat ini, kenapa Ardzan bisa semudah itu berubah? Tapi, baik Ardzan yng dulu ataupun Ardzan yang sekarang, Ardzan tetap kekasihnya. Suara bel terdengar dari arah luar pintu, Dinda langsung membukakan pintu, siapa tau Ardzan Kembali dan meminta maaf atas perlakuannya, ternyata yang datang bukan Ardzan, melainkan Dalvin. “Wajah kamu kenapa memar? kamu abis di tampar sama siapa?” tanya Dalvin bertubi-tibi, membuat Dinda bingung harus menjawab apa. Dinda berfikir sejenak, “Aku tadi jatoh, muka aku kena deh biru.” “Yakin jatoh?” tanya Dalvin, ia seperti kurang percaya akan jawaban Dinda. Dinda mengangguk, “Iya, Dalvin.” “Mangkanya hati-hati, ambilin Kompresan air anget, kalau gak dikompres lebam di wajah kamu gak akan ilang.” Dalvin langs

  • (NOT) PERFECT BOYFRIEND   Dasar Pacar Murahan!

    Dinda duduk di pinggir pantai yang berada tidak jauh dari hotelnya, Dinda menikmati dinginnya pantai, bersamaan dengan hembusan angin pagi yang membuat sekujur tubuhnya merasa kedinginan sedikit. Dalvin yang sedari tadi memperhatikan Dinda dari jauh, ia mendekati Dinda, melepas jaketnya dan menaruhnya di Pundak Dinda, lalu Dalvin duduk disebelah Dinda. “Katanya mau meeting?” tanya Dinda, dengan wajah yang melihat lurus ke depan. “Gak sepagi ini juga Dinda,” jawab Dalvin. Dinda terkekeh, “Siapa tahu gitu, kamu kan orangnya kerajinan.” “Tergantung, kalau kamu ikut aku pasti dateng paling awal.” “Loh, kok aku?” tanya Dinda bingung. Dalvin tertawa, “Kalau aku sama kamu kan kenal udah lama jadi gak boring aja gitu, kalau sama Ardzan kan lihat aja kaku banget dia.” “Ardzan gak kaku, mungkin belum akrab kali,” Dinda tersenyum. “Tapi, bukannya dari SMA dia gak banyak omong ya?” tanya Dalvin memastikan. Dinda men

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status