Share

Bukan pacar brengsek

"Gue mau kita liburan bulan depan," kata Ardzan.

"Tapi Zan, kerjaan aku numpuk," balas Dinda.

Ardzan menggebrak meja, "Gue gamau tau!"

Dengan deru nafas yang berhembus dengan kasar Ardzan menatap Dinda dengan membulatkan matanya, Ardzan tidak boleh dibantah!

"Tapi, Zan-" ucapan Dinda Terpotong.

Ardzan menarik degan paksa rambut Dinda, dengan sangat keras, ia tak peduli Dinda meringis kesakitan, yang terpenting tidak ada yang berani terhadapanya.

"Zan--sakit..." rintih Dinda kesakitan.

Ardzan semakin kencang menarik rambut Dinda, "Gue gak peduli!"

Ardzan selalu saja seenaknya, seolah-olah Dinda tidak punya perasaan, tidak punya rasa sakit, Ardzan selalu mementingkan dirinya sendiri, ia tidak peduli bagaimana hati dan pikiran Dinda.

Ardzan melepas tarikannya dari rambut Dinda, kali ini ia beralih ke rahang Dinda, ia mencengkram dengan kasar dan sangar kencang rahang milik Dinda.

Ardzan membulatkan matanya, menatap Dinda dengan tatapan yang sangat menakutkan, "Gue pacar lo, gue juga bos lo, jadi lo harus ikutin apa mau gue! Kalau engga lo tau sendiri akibatnya apa!" 

Ardzan melepas dengan kasar cengkramannya, lalu tersenyum dengan sinis, Dinda sudah menjadi miliknya dan Dinda tidak pernah sedikitpun melawan perintahnya, Ardzan tertawa dalam hati.

****

Setelah karyawan Toro Group menghabiskan empat jam pertama kerjanya, akhirnya mereka semua bisa beristirahat sekitar satu jam , begitu juga dengan Dinda dan temannya, Alisya.

"Kenapa rambut lo acak-acakan gitu?" Tanya Alisya bingung melihat Dinda yang rambutnya terlihat seperti tidak disisir.

Dinda yang tidak sadar akan rambutnya yang masih berantakan, ia langsung merapihkan rambutnya dengan kedua tangannya.

"Gapapa, gue ketiduran tadi." Dinda terpaksa berbohong, ia hanya tidak ingin Alisya khawatir terhadapnya.

"Lo bohongin gue ya?" Alisya tidak percaya dengan alasan Dinda, karena Alisya tau Dinda bukan tipekal orang yang mudah untuk berbohong.

Dinda menghembuskan nafasnya dengan pelan, "Benaran, gue cape banget banyak kerjaan semalem jadi begadang. Terus ngantuk deh sekarang."

"Bukan ulah Ardzan?" Tanya Alisnya pelan.

Alisa tau apa yang terjadi dengan Dinda dan Ardzan, Alisa tau tentang Ardzan yang kasar, Ardzan yang gampang mukul Dinda jika Dinda membuat kesalahan sekecil apapun.

Dinda menunduk, "Ardzan mau liburan bulan depan, tapi lo tahu sendiri gimana numpuknya kerjaan gue."

"Udah gue duga! Ardzan ngapain lo ngejambak lo?" 

Dinda mengangguk, "Tapi, gue yang salah, gue gak nurut sama dia."

"Din! Bisa gak sih lo gak usah segitunya sama Ardzan?! Dia itu kasar sama lo, dia gak peduli kalau lo itu kenapa-napa, kenapa sih lo masih mau bertahan sama dia? Karena dia anak pemilik Toro Group?"

Dinda menggelengkan kepalanya, "Gue sama sekali gak tertarik dia itu siapa, gue gak peduli dia anak pemilik Toro Group atau bukan, gue sayang sama Ardzan."

Alisya membulatkan matanya, ia terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Dinda, ia tidak percaya alasan utama Dinda itu hanya karena sayang dengan laki-laki brengsek itu.

Alisya tertawa sinis, "Gila lo, cuma karena lo sayang lo rela tubuh lo kesakitan? Lo rela dikata-katain dan direndahin kayak gitu oleh si Ardzan brengsek itu?"

"Ardzan gak brengsek, dia juga sayang sama gue," bela Dinda.

"Sayang sama lo? Gue gak habis fikir, pikiran lo dimana DINDA?!" Kesal Alisya.

Sebenarnya ada alasan lain kenapa Dinda masih tetap bertahan sampai sejauh ini dengan Ardzan, tetapi sungguh bukan karena harta atau Ardzan anak pemilik serta pewaris tunggal Toro Group.

Dinda hanya belum bisa menjelaskan semua ini kepada Alisya.

"Udah Lis, gue gapapa. Jangan bahas ini lagi ya, mau gimanapun Ardzan pacar gue, apapun yang Ardzan lakuin ke gue, gue yakin karena Ardzan sayang sama gue," ujar Dinda.

Alisya menggelengkan kepalanya, kenapa Dinda menjadi seperti ini sekarang, bahkan Alisya masih ingat ketika dulu waktu mereka masih duduk di bangku SMA sampai kuliah Dinda tidak pernah melirik Ardzan, walaupun Dinda tau kalau Ardzan terus mendekatinya. 

Hingga, Alisya tidak tahu kenapa Alasannya ketika Mereka lulus kuliah tiba-tiba Dinda dan Ardzan menjalin hubungan.

"Tapi, kalau lo di apa-apain lagi sama Ardzan lo langsung kabarin gue, inget lo gak boleh diem aja, lo sesekali harus lawan dia." Pinta Alisya.

Dinda tersenyum kecil, ia mengangguk, "Lo emang sahabat gue, makasih Lis."

Alisya ikut terseyum, "Gue gak akan pernah ngebiarin sahabat gue disakitin oleh siapapun, termasuk pacarnya sendiri."

"Kalau hubungan lo sama Dalvin gimana?" Tanya Dinda.

Wajah Alisya kemerahan, sepertinya ia menahan malu, "Dalvin ngelamar aku, tahun depan kita nikah."

"Serius? Gue ikut seneng." Dinda tersenyum dengan lebar, ia senang mendengar kabar ini.

Alisya mengangguk dengan senyum yang sangat lebar, "Bulan depan gue mau tunangan dulu sama Dalvin, lo datengkan?"

Dinda diam.

Bulan depan Ardzan memintanya untuk liburan, apakah Ardzan mau mencenselnya? 

"Oh iya, lo dipaksa liburan ya sama Ardzan?" Tanya Alisya lagi, dengan raut wajah yang terlihat sedih, bagaimana tidak sedih melihat sahabatnya tidak bisa hadir diacara paling bahagianya.

"Lo tenang aja, gue pasti dateng. Gue janji, gua juga pasti akan ngebujuk Ardzan," kata Dinda.

"Tapi, kalau endingnya Ardzan malah nyakitin lo lagi, mendingan gak usah Din, gue lebih baik lo gak dateng, dari papa liat tubuh lo kesakitan karena dipukulin Ardzan."

Dinda tersenyum, "Gue gapapa, lo sahabat gue, masa iya gue gak dateng."

"Makasih Din," Alisya ikut tersenyum.

Mereka menghabiskan jam istirahat dengan memakan makanan di kantin sambil melanjutkan pembicaraan tentang pertunangan Alisya dan Dalvin.

Dinda ikut senang Alisya dan Dalvin akan segera tunangan, Dinda masih inget ketika untuk pertama kalinya Alisya cerita tentang Dalvin, sampai mereka menjalin hubungan dan sampai saat ini. 

Alisya dan Dalvin menjalin hubungan sudah cukup lama, hampir lebih dari tiga tahun ketika meraka sama-sama masih kuliah. Dalvin sangat menghargai Alisya, memperlakukan Alisya layaknya bidadari, tidak pernah kasar, bahkan sekalipun Dalvin tidak pernah membentak Alisya. Tidak seperti Ardzan yang kasar, suka marah-marah, dan sudah seperti hobby hampir setiap hari membentak Dinda.

Dinda terdiam.

Tidak seharusnya Dinda, membandingkan Dalvin dengan Ardzan. Mau bagaimanapun Ardzan adalah kekasihnya, Dinda harus menerima Ardzan dan segala kekurangannya, walaupun jujur Dinda tidak pernah munafik kalau sekujur tubuh Dinda sering merasa sakit akibat pukulan-pukulan dari Ardzan.

"Lo kenapa Din?" Tanya Alisya, ketika melihat Dinda tiba-tiba diam.

"Gapapa Lis," jawab Dinda.

Mulai saat ini Dinda tidak boleh membebankan pikirannya kepada Alisya, karena Alisya pasti sedang sibuk dengan persiapan acara pertunangannya dengan Dalvin. 

Dinda hanya tidak ingin, Alisya menjadi tidak fokus terhadap acara pertunangannya, karena permasalahan Dinda dan Ardzan.

Bersambung...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status