Share

Dalvian Prasetyo

Sudah hampir seminggu Dinda tidak masuk kerja, karena tubuhnya masih memar akibat ulah Ardzan yang memukulinya tanpa jeda. Dinta tidak berobat, ia takut nantinya akan menjadi masalah karena luka nya tidak biasa. Dinda hanya tidak ingin memperpanjang masalah, apalagi nantinya pasti ia lagi yang akan kena imbasnya oleh Ardzan.

Dinda sendirian di rumah, karena papa nya masih dirawat dirumah sakit. Dinda juga tidak menengok papa nya karena keadaan Dinda yang tidak baik.

Saat Dinda mau memejamkan matanya, suara ketukan pintu terdengar, dengan langkah pelan karena menahan sakit disekujur tubuhnya, Dinda membuka pintu rumahnya.

Ternyata Ardzan yang datang, Ardzan tidak sendiri tetapi bersama dengan Vionita, sekretarisnya di kantor.

Dinda tersenyum, walaupun baru kali ini Ardzan menengoknya, mungkin Ardzan sedang banyak kerjaan, sehingga baru menyempatkan menengok dirinya.

Ardzan dan Vionita duduk bersebelahan, sedangkan Dinda duduk berhadapan dengan mereka berdua.

"Kenapa gak masuk?" Tanya Ardzan.

Ardzan masih menanyakan kenapa? Apakah Ardzan tidak merasa akan apa yang pernah dilakukannya kepada Dinda? Dinda hanya bisa tersenyum, mencoba masuk kedalam fikiran Ardzan.

"Aku gak enak badan," jawab Dinda.

"Gak enak badan dijadiin alasan gak masuk?" Tanya Ardzan lagi dengan wajahnya yang sinis.

"Kali ini aku emang gak bisa maksaiin kerja Zan," kata Dinda.

"Yaudah gak usah kerja lagi, diem aja di rumah, perusahaan gak butuh orang yang bisanya males-malesan!" Jelas Ardzan dengan sangat ketus.

"Besok aku mulai kerja," kata Dinda.

Sebetulnya ia terpaksa mengatakan hal itu, karena sebenarnya kondisi badan Dinda masih terasa sakit dan belum membaik sama sekali.

"Gue gak butuh karyawan yang penyakitan! Mendingan lo diem di rumah aja, sampai keadaan lo bener-bener baik." Balas Ardzan.

Dinda tersenyum, ternyata pikirannya benar Ardzan itu baik, buktinya Ardzan menyuruh Dinda untuk istirahat di rumah dulu.

"Gue gamau nantinua gue yang disalahin, padahal udah jelas-jelas itu salah lo!" Lanjit Ardzan.

Senyum Dinda memudar, Ternyata Dinda salah, Ardzan hanya tidak ingin nama baiknya tercemar karena Dinda.

"Iya Zan," ucap Dinda.

Vionita yang sedari tadi ada diantara mereka hanya bisa menyimak pembicaraan mereka berdua, Vionita tahu akan Ardzan yang selalu kasar kepada Dinda, tetapi kalau sama lagi sama Vionita, Ardzan tidak pernah seperti iti, justru sangat menghormati Vionita.

Ardzan memegang tangan Vionita, menarinya pelan hingga mereka berdua berdiri dari duduknya.

"Gue pulang!" Kata Ardzan.

"Hati-hati ya Zan," Dinda mencoba tersenyum, walau Ardzan tidak meliriknya.

Setelah kepergian Ardzan Dan Vionita, Dinda langsung menutup pintu rumahnya, lalu beranjak pergi menuju kamarnya, namun ketika hendak memasuki kamar, ada orang lagi yang mengetuk pintu rumahnya. 

Dinda kembali membukakan pintu rumahnya, terlihat dihadapannya pria tampan berkulit sawo matang yang sedang tersenyum manis menatap Dinda, Pria itu adalah Dalvin.

"Aku denger kamu sakit, sakit apa?" Tanya Dalvin.

"Lagi gak enak bada aja Vin," balas Dinda.

Dinda melihat ke arah kanan dan kirinya, ia takut kalau Ardzan belum pulang, ia takut Ardzan marah lagi, ia takut kalau nantinya Dalvin yang ke amuk oleh Ardzan.

Dalvin memberikan sebuah plastik berisi bubur serta jus dan buah, "Makan ya, jangan sampai telat makan."

Dinda menerimannya dengan tersenyum, "Makasih Vin, maaf banget jadi ngerepotin kamu."

"Engga kok, kamu kan sahabat aku."

"Mau masuk dulu Vin?" Tawar Dinda.

Dalvin menggelengkan kepalanya, "Engga, aku baru mau otw ke bali, dua jam lagi pesawat aku take off, takut gak ke buru."

"Bukannya kamu ke bali harusnya satu minggu yang lalu?" Tanya Dinda merasa heran.

Dalvin terkekeh, "Aku udah pulang kemaren, ngedenger kamu sakit dari Alisya, aku langsung kesini semalem."

Dinda terkejut mendengarnya, segitunya Dalvin terhadapnya, padahal Dalvin dan Dinda hanya bersahabat, tetapi Dalvin sangat peduli seperti ini terhadapnya.

"Maaf Vin..." lirih Dinda, ia merasa tidak enak hati.

"Minta maaf mulu," Dalvin mengacak-ngacak rambut Dinda sekilas.

"Dalvin, jadi berantakan..." Dinda merengek, sambil membenarkan rambutnya yang sedikit berantakan karena ulah tangan jail Dalvin.

Dalvin tertawa, "Biar nambah jelek."

"Dasar nyebelin," Umpat Dinda terkekeh pelan.

"Yaudah, aku berangkat dulu ya. Kamu hati-hati di rumah," kata Dalvin.

"Iya, kamu juga hati-hati Vin," balas Dinda.

Dalvin tersenyum menatap Dinda sekilas, lalu ia beranjak memasuki mobil tua miliknya.

Dalvin memang ada tugas di kota bali, itu sebabnya ia tinggal di bali untuk saat ini. Karena sebelumnya ketika ia lulus dari Universitas di Australia, Dalvin langsung bekerja di hotel bintang lima milik om nya, disitu Dalvin berstatus sebagai manager.

Sebenarnya selain bekerja di perusahaan Om nya, Dalvin juga seorang entrepreneurship, ia punya usaha yang bergerak dibidang food and beverage, Dalvin punya tiga restoran dan dua caffe di jakarta.

Dinda kagum sama Dalvin yang mau bekerja keras, gak pernah malu, gak pernah ngerasa cape, rendah hati dan tetap bekerja di perusahaan orang, walaupun Dalvin sendiri juga punya usaha sendiri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status