Bab 37. Tak Ada Tempat Buat Andre Di Hati Amelia
“Eeem, jadi Pak Andre kok bisa kenal dengan Bang leo?” Amelia kembali ke topik semula.
“Jadi, kebetulan Bang Leo itu adalah mandor kepercayaan saya di proyek. Kasihan dia, sekarang ini harus menumpang tinggal di rumah Ibu. Rencananya kalau proyek ini sudah jalan, dia akan ngontrak rumah. Itupun kalau Mbak Dina, istrinya setuju.”
“Mas Leo baik. Satu-satunya keluarga mantan suami saya yang baik hanya dia aja.”
“Iya, Bang Leo memang baik.”
Suasana hening kembali. Mobil Amelia yang dikemudikan oleh Andre kini memasuki kawasan kota Pancur Batu, sebentar lagi akan tiba di Medan Tuntungan, di mana rumah Amelia yang ditempati oleh keluarga benalu itu berada.
“Eem, jadi Bu Amel gimana perasaan
Bab 38. Akte Pra Nikah Menjerat Amelia Andre berjalan melewati Dinda, seolah perempuan itu tak pernah ada di dalam hidupnya. Padahal Dinda sangat tahu, kalau hingga detik ini Andre tak juga menemukan pengganti dirinya. Andre teramat mencintainya, Dinda yakin itu. Lalu, kenapa Andre mengacuhkannya? Apakah karena ada Andy, suami pilihan Dinda? “Hey, Pak Nur? Kebetulan sekali, ya? Benar kata orang, dunia ini sempat Pak Nur, buktinya kita. Setelah Bapak bersembunyi dari saya selama bertahun tahun, diketemukan di sini, hehehehe …. Apa kabar, Pak Nur?” Andre mendekati lelaki paruh baya itu, lalu mengulurkan tangan hendak menyalam. Tetapi, tangan kekar pria itu hanya mengambang di udara. Nurdin tak mau menyambut salamnya. Laki-laki itu lalu mendongak, menatap tajam wajah Andre.
Bab 39. Amelia Tak Mempan Digertak “Ya, aku berjanji. Aku akan bersikap adil buat kalian berdua juga anak-anak. Sekarang kita pulang ke rumah papa kamu, ya, Sayang! Yati akan tinggal di sini saja bersama mama dan yang lainnya. Yuk, kita pulang!” Darfan kembali mengulurkan tangan hendak menggamit lengan Amelia. Lagi-lagi Amelia mundur beberapa langkah. “Om!” lirihnya memanggil Nurdin dengan nada dingin. “Ya, Mel. Ada apa, Sayang?” Nurdin menajamkan telinga bersiap mendengar kalimat sang mangsa yang sudah telak berhasil mereka taklukkan. “Saya mau nanya, apakah Papa dalam keadaan sadar saat menandatangani surat perjanjian pra pernikahan itu?” tanya Amelia masih dengan nada begitu datar.
Bab 40. Pembalasan Buat Nurdin dan Yati “Kenapa, kurang banyak harta papaku yang ingin kau kuras?” ketus Amelia. “Aku gak peduli harta sekarang. Aku hanya tak mau berpisah darimu, itu saja, Sayang!” Seketika rencana pembalasan baru melintas di benaknya. Tak ada salahnya kalau Nurdin diberi pelajaran pertama. Laki-laki culas yang telah tega menusuk Papanya dari belakang. Menggunting dalam lipatan. Bara api yang ingin dia lemparkan pada Anwar, papa kandung Amelia sahabatnya sendiri, kini akan Amelia kembalikan kepada sang empunya. Senjata makan tuan, itu lebih tepatnya. Lihat saja! “Benar kau lebih memilih aku sekarang daripada harta papaku?” tegas gadis itu. “Ya?”
Bab 41. Dina Memilih Jadi Janda Telunjuk Nurdin kembali terangkat, menunjuk lurus hidung Amelia. “Ka … mu!” serunya dengan sorot mata kian melotot tajam. “Maaf, Om. Bukankah pernikahan saya dengan Mas Darfan adalah idenya Om Nurdin, jadi, saya harus ngucapin terima kasih, dong. Karena udah diberi suami, meskipun sebagai akibatnya, putri Om yang kehilangan suami. Sekali lagi maaf, ya, Om!” “Kkkkauuuu!” telunjuk Nurdin yang masih mengambang di udara kembali mengarajh kepada Amelia. “Tenang, Om! Jangan emosi kek gitu, dong!” Amelia tersenyum mengejek. “Sudah, Pa! Kita pergi saja!” Yati berusaha menarik tangan papanya menuju pintu utama. Keduanya kini berjalan tertat
Bab 42. Pelajaran Buat Suami Benalu ======== “Kuncinya, Mas!” kata Amelia menadahkan tangan begitu Darfan memasukkan mobil ke dalam garasi. Mereka baru saja tiba di rumah papa Amelia. “Mas aja yang pegang, Sayang! Gak apa-apa, kan? Aku suami kamu, lho! Mobil kamu kan mobil aku juga?” ucap Darfan berusaha merayu Amelia. “Maf, itu mobil aku, bukan mobil kita,” tegas Amelia menyambar kunci dari tangan Darfan lalu melangkah masuk ke dalma kamarnya. Darfan mengikuti dengan wajah kecewa. “Mel, aku minta Bik Jum memasukkan baju-baju ini ke lemari, ya?” izin Darfan sesaat setelah mereka tiba di kamar. “Bik!” serunya tanpa menunggu jawaban dari Amelia. “Maaf, Mas! Sebaiknya pakaian kamu jangan di sini tempatnya!” sergah Amelia mengag
Bab 43. Amelia Mempermainkan Harga Diri Darfan“Jadi, Bibik bersedia, kan, menemani Papa di desa Bibik selama menjalani pengobatan?” tanya amel melanjutkan pembicaraan.“Bersedia, Non. Rumah orang tua Bibik, cukup besar, kok. Tapi, maaf, cuma rumah papan, gak ada AC dan fasilitas lainnya. Tapi, Bapak pasti betah, kok. Udara di daerah pegunungan sangat sejuk. Bibik akan memasak masakan kampung setiap hari, agar selera makan Bapak terjamin. Suasana desa yang tenang, Bibik yakin akan membuat Bapak semakin cepat sembuh!” kata Bik Jum bersemangat.Amelia menanggapinya dengan senyum. “Tapi, suster Ayu juga harus ikut, lho! Bahaya kalau Papa hanya berduaan saja dengan Bibik! Kecuali udah halal entar,” goda Amelia membuat Bik Jum tersentak malu dan salah tingka
Bab 44. Mertua Benalu Minta Duit “Ya, kok bareng kamu? Aku gak bisa leluasa, dong jalanin bisnis aku!” “Aku, kan, gak terikat, Mas! Aku bisa ngantar kamu dulu baru kontrol peternakan.” “Ya, gak bisa, gitu, Mel. Atau di balik aja, aku natar kamu dulu ke peternakan, baru aku ngurus kerjaan aku, gimana?” “Gak bisa, Mas! Aku harus keliling! Cabang peternakan Papa itu ada lima belas, kan? Aku harus kontrol semua!” “Lima belas? Banyak banget? Bukannya cuma tiga dengan yang baru akan dibuka di Tanjum Anom itu?” Darfan melotot takjub. “Kalau sama itu enam belas, Mas!” “Wow! Aku baru tahu, Sayang! Kalau gitu, ok, aku bersedia jadi
Bab 45. Pertengkaran Dina Dan Dinda [Maaf, Ma! Aku chat aja, ada amel di sampingku. Begini, Ma! Aku belum berhasil mendapatkan apa-apa, ini! Sabar, ya! Aku akan usahakan lagi nanti merayu dia!] Send. Darfan mengirim chat itu. Amelia sempat membacanya meski tak semua kata. Tetapi, dia bisa menangkap isinya. [Satu malam kamu udah tidur sama dia, tapi kamu gak dapat duitnya!!!] balasan chat ibunya disertai emoticon marah. [Maaf, Ma! Nanti aku usahakan lagi, ya! kalau udah dapat, segera kutransfer.] [Usaha, dong, Dar! Kamu mau kita semua mati kelaparan, ha?] [I-iya, Ma! Iya!] Lampu hijau menyala. Amelia melajukan mobil kembali. Terta