Share

Bab 7

Author: Eka_Mom
last update Last Updated: 2025-09-12 22:07:53

Pov Iqbal

Aku bersyukur karena Andini sudah tidak marah lagi kepadaku. Beruntung aku menuruti ide dari Adi. Tapi seketika aku teringat jika aku baru saja menolak permintaan ibu. Sebenarnya aku tak tega, mengingat jika beliau adalah ibu kandungku. Tapi aku tak mau mengecewakan Andini untuk kedua kalinya. Aku gak mau kehilangan istriku.

Apalagi selama ini aku sudah membuat dirinya menderita. Bodohnya diriku yang hanya memberikan nafkah satu juta saja pada dirinya. Aku gak mau mengulangi kesalahan itu lagi.

Tiba - tiba saja ada pesan masuk dari ibu. Aku bergegas membuka ponselku.

Sejak kapan kau mulai melawan ibu yang sudah melahirkanmu ini. Perempuan itu sudah berhasil mencuci otakmu. Kutunggu kau dirumah, ada hal yang ingin ibu bicarakan.

Baik Bu

Aku hanya bisa menghela nafas panjang saat membaca pesan singkat ibu. Aku yakin saat ini ibu sangat marah kepadaku.

Sepulang dari bekerja, aku bergegas mengendarai motorku menuju rumah ibuku.

"Bagus ya, sejak kapan kau menolak permintaan ibu. Tidak ingat pesan bapakmu. Kau mau dicap anak durhakaa," baru saja aku sampai, ibu sudah mulai mengomeliku.

"Maafkan Iqbal Bu. Iqbal tak ingin Andini marah."

"Kau pilih istrimu atau ibumu ini? Sudah berani melawan ibu sekarang ya."

"Jangan suruh Iqbal untuk memilih bu. Aku menyayangi kalian berdua," sungguh aku tak bisa memilih. Karena mereka berdua sama - sama berarti untukku.

"Sudahlah, ibu tak ingin berdebat denganmu. Kamu tahu kan rumah ibu sudah jelek begini. Atap juga sering bocor pas waktu hujan. Apa kau tak kasihan dengan ibumu ini."

Memang rumah peninggalan bapak, sudah sangat tua. Dindingnya pun sudah mulai mengelupas. Atap rumah sering bocor saat hujan. Terkadang kami harus memanggil tukang berulang kali untuk membetulkan atap yang bocor.

"Maaf Bu, aku sedang tidak ada uang untuk saat ini. Baru saja Iqbal membeli rumah dan sisanya masih menyicil. Jadi untuk renovasi rumah ini, rasanya belum bisa aku lakukan untuk saat ini. Tapi Iqbal janji, setelah melunasi rumah yang baru saja kubeli, aku akan merenovasi rumah ini bu."

"Aduh Iqbal, keburu ambruk rumah ini. Kau tak tahu, ibu harus mengepel setiap kali hujan turun. Kau sudah tak sayang ibu ya." Tampak ibu menundukan kepalanya dan terlihat sedih. Kalau sudah begini aku tak tega untuk menolak permintaannya.

"Maaf Bu, tapi Andini ingin punya rumah baru. Dan tabunganku sudah habis untuk membayar uang mukanya."

"Oalah, gitu aja kok repot. Jual lagi rumahmu itu dan uangnya untuk renovasi rumah kita. Bagaimanapun juga suatu saat nanti, rumah ini akan jadi milikmu. Daripada uangmu habis untuk menyicil rumah, mending untuk renovasi rumah ini."

Sejenak aku terdiam memikirkan ucapan ibu. Ada benarnya apa yang ibu katakan. Tapi bagaimana dengan Andini. Tentu dia tak akan langsung menyetujuinya.

"Lalu aku harus bilang apa Bu sama Andini. Bulan depan kontrakan kami sudah habis. Kami berencana untuk pindah kerumah baru itu."

"Pindah saja kesini. Ibu akhir - akhir ini juga kesepian gak ada teman untuk mengobrol. Kamu tahukan Rony itu jarang dirumah. Kerjaannya keluyuran terus. Kalau nanti terjadi apa - apa dengan ibu bagaimana kalau tidak ada orang di rumah ini."

"Hmnn nanti Iqbal bicarakan dulu dengan Andini ya bu."

"Gak perlu. Pasti dia tidak setuju jika harus serumah dengan ibu. Langsung saja kamu jual rumahmu itu. Lagi pula kenapa sih kamu gak bilang sama ibu kalau mau beli rumah. Kalian bisa langsung pindah kesini jika rumah ini sudah selesai di renovasi. Ibu yakin saat melihat rumah ini menjadi lebih bagus, tentu Andini akan setuju jika tinggal di sini."

Sejenak aku terdiam memikirkan ucapan ibu. Apakah aku akan menerima saran ibu saja. Dari pada aku mempunyai tanggungan nantinya.

"Baiklah terserah ibu saja. Nanti aku coba hubungi temanku lagi."

"Nah gitu dong. Itu baru namanya anak berbakti. Oh ya ibu masak makanan kesukaanmu. Ayo kita makan bersama - sama. "

Aku menganggukkan kepalanya dan mengikuti langkah ibu menuju meja makan. Setelah itu aku pamit pulang kembali ke rumah kontrakan kami.

Sepanjang perjalanan aku memikirkan saran ibu. Kalau dipikir-pikir benar juga apa yang ibu katakan. Dengan uang 50 juta itu, aku bisa memperbaiki rumah ibu yang luas itu. Toh nanti akhirnya aku yang akan menempati rumah itu. Jadi aku tak perlu susah payah menyicil rumah yang baru. Uangku bisa kutabung untung keperluan lainnya. Mengapa tak terpikirkan dari awal ya.

Tapi Andini apa setuju jika harus serumah dengan ibu. Sepertinya aku harus mempunyai alasan yang kuat agar dia mau pindah kesana. 

Aku punya cara agar dia bersedia pindah kerumah ibu. Aku tiba - tiba tersenyum karena memikirkan rencanaku ini.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Nafkah Sejuta Suamiku   Bab 8

    Pov AndiniAku melihat Mas Iqbal sering melamun akhir - akhir ini. Entah apa yang sedang dia pikirkan. Akhirnya aku beranikan diri untuk bertanya kepadanya."Mas, kamu kenapa? Kok akhir - akhir ini sering melamun?" "Aku ingin jujur sesuatu padamu sayang. Tapi aku takut kamu akan marah kepadaku." Terlihat raut wajah Mas Iqbal berubah menjadi gelisah."Katakanlah apa yang sedang mengganggu pikiranmu mas.""Kamu janji tak akan marah jika aku bicara jujur kepadamu sayang?""Ya mas, aku tak akan marah. Kecuali aku akan marah jika kamu berencana menikah lagi." Tiba - tiba terbesit dipikiranku jika Mas Iqbal akan menikah lagi. Jika itu sampai terjadi, aku akan langsung meminta cerai kepadanya. Seketika Mas Iqbal tertawa terbahak - bahak mendengar ucapanku."Hahaha, kamu tuh lucu sayang. Mana mungkin aku berbuat seperti itu. Perempuan yang mas cintai cuma kamu.""Lalu apa yang ingin kamu bicarakan mas. Aku lihat kamu sering murung beberapa hari ini." Aku kembali menanyakan hal ini kepada Mas

  • Nafkah Sejuta Suamiku   Bab 7

    Pov IqbalAku bersyukur karena Andini sudah tidak marah lagi kepadaku. Beruntung aku menuruti ide dari Adi. Tapi seketika aku teringat jika aku baru saja menolak permintaan ibu. Sebenarnya aku tak tega, mengingat jika beliau adalah ibu kandungku. Tapi aku tak mau mengecewakan Andini untuk kedua kalinya. Aku gak mau kehilangan istriku.Apalagi selama ini aku sudah membuat dirinya menderita. Bodohnya diriku yang hanya memberikan nafkah satu juta saja pada dirinya. Aku gak mau mengulangi kesalahan itu lagi.Tiba - tiba saja ada pesan masuk dari ibu. Aku bergegas membuka ponselku.Sejak kapan kau mulai melawan ibu yang sudah melahirkanmu ini. Perempuan itu sudah berhasil mencuci otakmu. Kutunggu kau dirumah, ada hal yang ingin ibu bicarakan.Baik BuAku hanya bisa menghela nafas panjang saat membaca pesan singkat ibu. Aku yakin saat ini ibu sangat marah kepadaku.Sepulang dari bekerja, aku bergegas mengendarai motorku menuju rumah ibuku."Bagus ya, sejak kapan kau menolak permintaan ibu.

  • Nafkah Sejuta Suamiku   Bab 6

    Pov IqbalSejak kejadian aku menampar Andini, aku sungguh sangat menyesal. Tak henti - hentinya Adi memarahiku."Apa kau gila, memberikan nafkah sejuta kepada istrimu. Aku tahu kau sedang mengumpulkan uang untuk membeli rumah. Tapi bukan begini caranya bro." Adi tampak marah setelah mendengarkan apa yang baru saja kualami."Lalu aku harus bagaimana di. Aku tak sengaja menamparnya tadi pagi.""Apa aku tak salah dengar? Semarah apapun kita jangan sampai berbuat kasar kepada perempuan. Apalagi kau memberikan nafkah yang lebih kecil dibandingkan yang kau berikan kepada ibumu. Jelas saja Andini marah.""Aku harus bagaimana sekarang. Aku bingung di. Aku tak ingin berpisah dengannya. Apalagi dia mengembalikan uang nafkahku selama setahun ini," Adi seketika menggeleng - nggelengkan kepalanya setelah mendengarkan ucapanku. Mungkin dia tak menyangka jika selama ini aku bisa bertindak sekejam itu."Tabunganmu ada berapa sekarang?""Sekitat 50 jutaan di.""Aku punya teman yang mau menjual rumahny

  • Nafkah Sejuta Suamiku   Bab 5

    Pov AndiniAku tak menyangka, Mas Iqbal menamparku. Aku hanya ingin menjadi perempuan mandiri dan tak akan merepotkannya lagi. Kuambil baju kerjanya dan kugantungkan di depan pintu kamar kami. Aku tak ingin bertemu dengannya lagi untuk saat ini. Aku masih terkejut dengan apa yang baru saja Mas Iqbal lakukan kepadaku. Apakah aku salah jika ingin bekerja kembali?Tak kuhiraukan Mas Iqbal yang berkali - kali mengetuk pintu kamarku. Bisa kudengar permintaan maafnya dari luar. Namun aku tak menggubrisnya dan tetap berdiam diri di dalam kamar.Tak berapa lama kemudian, terdengar Mas Iqbal sudah berangkat bekerja. Aku bergegas keluar dari kamar dan mulai membersihkan rumah ini. Tak berapa lama kemudian kubaca pesan masuk dari Mas Iqbal.Maafkan aku sayang. Aku tak sengaja menamparmu tadi. Mas khilaf dan berjanji tak akan mengulanginya lagi. Amplop coklat kemarin mas taruh di laci ya. Itu semua sudah nafkahmu yang mas berikan kepadamu.Aku tak membalas pesan singkat dari Mas Iqbal. Aku langs

  • Nafkah Sejuta Suamiku   Bab 4

    Pov IqbalAndini langsung menarik tanganku menuju ke kamar kami. Aku menyuruh ibuku untuk tetap duduk tenang di ruang tamu. Saat berada di dalam kamar, Andini langsung menatapku dengan tatapan tajamnya."Ada apa Ndin?""Mas, aku tak masalah jika kamu hanya memberiku uang sejuta. Tapi setidaknya kamu harus bersikap adil padaku mas," bisa ku lihat raut wajah kemarahan dari Andini."Ya sayang, mas minta maaf. Nanti uang nafkahmu aku tambahkan 500 ribu. Jadi 1,5 juta cukup kan untuk kebutuhan kita sebulan? Lagipula kita masih belum mempunyai anak. Tentu uang itu cukup untuk memenuhi kebutuhan kita sebulan." Mendengar hal itu seketika Andini tersenyum sinis melihatku. Aku tahu dia sedang kesal karena aku masih saja memberikan uang untuk ibuku. Tapi ini uangku. Terserah aku mau apakan uangku ini. Andini hanya terdiam dan langsung meninggalkanku sendirian. Dia berlalu pergi entah kemana. Aku bergegas menghampiri ibuku yang sedang menikmati secangkir teh buatan Andini."Bagaimana, apa Andin

  • Nafkah Sejuta Suamiku   Bab 3

    Pov AndiniSejak kulihat pesan singkat yang tak sengaja terbaca tadi, hatiku seketika hancur. Rupanya selama ini, Mas Iqbal mengirimkan uang yang begitu banyak kepada ibu mertuaku. Bahkan nafkahku, hanya seperempat dari uang yang dia berikan kepada ibunya.Aku berusaha untuk tetap tenang dan sedikitpun tak marah padanya. Karena percuma saja, jika aku protes, Mas Iqbal akan tetap membela ibunya. Aku berusaha diam dan tak banyak bicara untuk saat ini. Semoga dengan begini, Mas Iqbal sadar akan kesalahannya.Sepertinya aku harus mengambil lebih banyak waktu untuk bekerja di rumah Bu Sinta. Bu Sinta adalah pengusaha katering di daerahku. Beliau cukup sukses dalam menjalankan usahanya. Beliau juga banyak mempekerjakan ibu - ibu di daerah sini untuk membantunya dalam menjalankan usaha kateringnya.Aku sudah bekerja dengan beliau sejak awal menikah dulu. Tetapi hanya beberapa jam saja aku bekerja. Tentunya setelah Mas Iqbal berangkat bekerja. Itu semua kulakukan demi menutup kekurangan biaya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status