LOGINPov Iqbal
Sejak kejadian aku menampar Andini, aku sungguh sangat menyesal. Tak henti - hentinya Adi memarahiku.
"Apa kau gila, memberikan nafkah sejuta kepada istrimu. Aku tahu kau sedang mengumpulkan uang untuk membeli rumah. Tapi bukan begini caranya bro." Adi tampak marah setelah mendengarkan apa yang baru saja kualami.
"Lalu aku harus bagaimana di. Aku tak sengaja menamparnya tadi pagi."
"Apa aku tak salah dengar? Semarah apapun kita jangan sampai berbuat kasar kepada perempuan. Apalagi kau memberikan nafkah yang lebih kecil dibandingkan yang kau berikan kepada ibumu. Jelas saja Andini marah."
"Aku harus bagaimana sekarang. Aku bingung di. Aku tak ingin berpisah dengannya. Apalagi dia mengembalikan uang nafkahku selama setahun ini," Adi seketika menggeleng - nggelengkan kepalanya setelah mendengarkan ucapanku. Mungkin dia tak menyangka jika selama ini aku bisa bertindak sekejam itu.
"Tabunganmu ada berapa sekarang?"
"Sekitat 50 jutaan di."
"Aku punya teman yang mau menjual rumahnya. Saat ini dia sedang membutuhkan uang. Pakai uang itu untuk uang mukanya. Sisanya biar aku coba bujuk dia untuk kamu bisa menyicilnya. Ini upaya agar kamu tak diceraikan Andini. Setidaknya kamu punya alasan mengapa selama ini kamu menafkahinya sedikit."
Aku seketika terdiam mendengarkan saran Adi. Sepertinay sarannya tak terlalu buruk. Apalagi Andini bercia - cita ingin mempunya rumah sendiri.
"Tapi ingat setelah ini, kamu harus menafkahi istrimu dengan layak. Kau pikir sejuta cukup untuk sebulan. Tak heran jika Andini begitu marah padamu," Adi langsung mengancamku agar tak memberikan nafkah sejuta lagi kepada Andini.
"Ya di, aku menyesal karena menuruti perkataan ibuku."
"Ya sudah nanti kukabari padamu tentang rumah itu. Sepulang kerja kita akan menemuinya."
Aku langsung menganggukan kepalaku tanda setuju. Dipikiranku saat ini, aku hanya ingin memperbaiki hubunganku dengan Andini. Aku tak ingin berpisah darinya.
Setelah pulang bekerja, aku dan Adi pergi untuk membeli rumah yang sempat ditawarkannya. Cukup besar rumah yang ditawarkan teman Adi. Teman Adi pun menyetujui kesepakatan kami. Sisa pembayaran rumah ini akan aku cicil selama 2 tahun.
Akhirnya aku menandatangani perjanjian yang sudah kami buat. Tentang sertifikat rumah itu akan diberikan setelah aku melunasi pembayaran rumah ini.
"Terimakasih ya di, sudah mau membantuku."
"Ya, lekaslah pulang. Semoga dengan ini, Andini tak marah lagi padamu. Jangan lupa kau belanjakan kebutuhan pokok di dapur. Kau bilang tadi tak ada apapun yang bisa dimakan."
"Ya Di, terimakasih ya. Nanti aku mampir ke pasar."
Aku bergegas menuju ke pasar untuk membeli kebutuhan pokok. Aku membeli beras dan berbagai bahan makanan untuk stok di dapur. Kulihat tadi pagi, tak ada apapun yang bisa dimasak. Beraspun sudah habis. Hanya tersisa nasi basi sisa semalam.
Betapa terkejutnya aku, saat melihat dompetku yang mulai menipis . Belanja segini saja sudah habis 300 ribu. Pantas saja Andini hanya masak lauk seadanya saja. Aku menyesal hanya memberikannya nafkah sejuta saja.
Kupakirkan motorku di depan dan langsung berjalan menuju ke dalam rumah. Kudapati Andini dengan tatapan kosongnya makan dengan nasi basi sisa kemarin. Segera kuambil nasinya dan memeluk erat tubuhnya. Maafkan aku Andini yang membuatmu menderita.
Dia melepaskan pelukannya dan hanya diam mengambil semua barang belanjaanku. Dia langsung memasak dan sesekali mengusap airmatanya. Aku tak tega melihatnya. Segera aku meminta maaf padanya dan menyerahkan kunci rumah baruku.
Melihat hal itu, Andini akhirnya luluh dan mulai bisa memaafkanku. Bisa kulihat kembali senyum manisnya yang beberapa hari ini tak ku lihat.
Tiba - tiba saja ponselku berdering. Ibu meneleponku. Pasti dia akan meminta uang lagi.
"Assalamualaikum Bu."
"Waalaikumsalam di. Di maaf ibu menganggu waktumu. Apa bisa ibu minta uang lagi untuk keperluan sehari - hari ibu."
Andini seketika terdiam menatapku. Pasti dia tahu apa yang dibicarakan ibu.
"Maaf bu, Iqbal baru saja membayar uang muka untuk membeli rumah. Jadi mulai sekarang, Iqbal hanya bisa memberi ibu uang 3 juta saja setiap bulannya. Karena Iqbal juga harus menyicil sisa pembayaran rumah bu."
"Lalu bagaimana dengan Rony. Apa kau tak memikirkan adikmu."
"Bu, Rony saat ini sudah selesai kuliahnya. Janganlah terus memanjakannya. Suruh Rony untuk mulai mencari pekerjaan Bu. Jangan trus mengandalkan Iqbal saja. Iqbal juga punya keluarga yang perlu Iqbal bahagiakan."
"Kamu sudah mulai membantah perintah ibu ya. Apa kamu mau jadi anak durhaka. Oh ini pasti ulah istrimu yang mulai menghasut pikiranmu."
"Jangan libatkan Andini dalam masalah ini Bu. Dia tak tahu apa - apa. Justru Iqbal menyesal menuruti usulan ibu, yang hanya menafkahi Andini sejuta saja. Padahal ibu tahu, uang segitu tidak cukup untuk kebutuhan sehari - hari."
"Ibu kecewa denganmu."
Tiba - tiba saja ibu mematikan ponselnya. Andini tersenyum melihatku dan langsung memelukku erat. Semoga aku tidak dicap anak durhaka karena sudah menolak keinginan ibuku.
Hari ini adalah sidang perceraian Iqbal dengan Rima. Rima tak menyangka jika Iqbal benar - benar menceraikannya. Rima pikir setelah kepergian ibunya, Rima berhasil membujuk Iqbal untuk mau tetap hidup bersamanya. Namun nyatanya keputusan Iqbal tak berubah.Mediasi mereka pun gagal. Rima berusaha untuk menolak perceraian itu. Namun bukti hasil tes DNA dan kesuburan membuat dirinya tak bisa membatalkan perceraian ini. Apalagi Iqbal benar - benar ingin berpisah darinya.Setelah melewati dua kali sidang perceraian, akhirnya hari ini hakim mengabulkan perceraian mereka. Iqbal dan Rima kini sudah resmi bercerai. Saat keluar dari ruangan pengadilan, Rima pun memanggil dirinya."Mas Iqbal..."Iqbal menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Rima. Wajah Rima tampak kusut akibat proses perceraiannya ini."Rima, maaf jika selama menjadi suamimu, aku belum bisa membahagiakan kamu. Semoga kamu mendapatkan laki - laki yang jauh lebih baik dariku. Yang terpenting tidak mandul sepertiku.""Mas, aku
"Untuk apa ibu ingin bertemu denganku mas? Apa ibu ingin menghinaku lagi?""Ndin maafkan sikap ibu yang dulu. Ini semua memang permintaan ibu. Saat ini ibu sakit Ndin. Ibu memintaku untuk membawamu kesana.""Ibu sakit mas?""Ya ndin. Tolong penuhi permintaanku kali ini saja. Setelah ini aku tak akan menganggumu lagi."Sejenak Andini terdiam memikirkan ucapan Iqbal. Tentu dirinya harus meminta izin kepada suaminya dulu untuk menemui mantan mertuanya itu."Aku gak bisa janji mas. Aku harus izin kepada suamiku dulu.""Ya ndin aku tahu. Tapi aku mohon kali ini saja temui ibuku. Aku merasa ibu akan meninggalkanmu selamanya." Iqbal pun menundukkan kepalanya sembari menahan tangisannya itu. Andini tak tega melihat ekpresi Iqbal saat ini."Mas, jangan bicara seperti itu. Jodoh dan maut hanya Allah yang tahu.""Ya Ndin aku tahu. Tapi untuk kali ini saja penuhi permintaan ibu Ndin. Aku mohon..." Iqbal berbicara sembari menangkupkan kedua tangannya kepada Andini."Tunggu sebentar ya mas. Aku aka
Satu bulan sudah berlalu sejak Iqbal diusir oleh ibunya sendiri. Saat ini Iqbal tinggal di sebuah kos - kosan. Iqbal juga sudah bekerja kembali atas bantuan Adi. Walaupun gajinya tak sebesar dulu, namun Iqbal bersyukur masih bisa memenuhi kebutuhannya sendiri.Tentang ibunya, Iqbal tak pernah tahu bagaimana kabarnya. Sari memang mengirim pesan kepadanya berulang kali. Namun Iqbal tak pernah membalasnya. Iqbal merasa sakit hati karena sikap ibunya selama ini.Iqbal sudah mengurus perceraiannya. Iqbal terpaksa meminjam uang kepada Adi agar bisa secepatnya resmi bercerai dari Rima. Surat panggilan sidang itu sudah keluar dan mungkin satu minggu lagi sidang perceraiannya akan dilaksanakan.Banyak perubahan yang terjadi pada diri Iqbal. Termasuk kini dirinya jauh lebih fokus beribadah. Meminta ampun kepada sang pencipta karena selama ini dia sering meninggalkan perintah - Nya. Sejak saat itu hati Iqbal jauh lebih tenang dibanding sebelumnya.Mas Iqbal, ibu sakit. Bisakah kamu pulang dan me
"Di aku butuh pekerjaan."Malam itu Iqbal mendatangi kediaman Adi untuk meminta pekerjaan kepadanya. Mengingat saat ini Adi sudah diangkat menjadi karyawan bagian HRD di tempat bekerjanya yang lama."Wah seorang menantu perusahaan kenapa meminta pekerjaan kepadaku?""Aku sudah menceraikan Rima. Aku sudah tak tinggal di rumahnya. Dan sekarang aku butuh uang untuk memenuhi kebutuhanku sehari - hari.""APA! Bercerai? Kalian baru saja menikah beberapa bulan ini. Bahkan Rima sudah melahirkan anakmu. Kenapa kamu tiba - tiba menceraikannya?""Aku mandul Di. Anak yang dilahirkannya bukan darah dagingku."Adi terkejut mendengar ucapan Iqbal. Iqbal pun mulai menceritakan semuanya. Adi hanya terdiam mendengarkan semua kejadian yang dialami oleh Iqbal."Sepertinya aku terkena karma Di. Dulu ibuku menuduh Andini yang mandul. Tapi ternyata di sini aku lah yang mandul. Seharusnya dari dulu aku mengikuti saran Andini untuk memeriksakan kondisiku ke rumah sakit. Jika tahu aku mandul, tentu aku tak aka
"Begitu rendahnya harga diri ibu di mata wanita licik dan pembohong ini bu.""Iqbal bukan begitu maksud ibu. Ibu hanya ingin menjaga nama baikmu nak. Apa kata orang jika ternyata kamu mandul. Setidaknya jika dengan menjaga rahasia ini, kamu tak akan dihina oleh orang lain. Lagi pula ibu sudah menyayangi Mutiara nak.""Bu, selama ini aku sudah berkorban banyak untuk ibu. Bahkan rumah tanggaku bersama Andini hancur hanya untuk kebahagiaan ibu. Lalu sekarang apakah aku harus berkorban lagi untukmu bu. Apakah selama ini ibu tak memikirkan kebahagiaanku?"Iqbal meneteskan air matanya sembari menatap ibunya itu. Yang ada di pikiran Sari hanya uang dan uang saja. Tentu saja tanpa memikirkan perasaannya. Iqbal tahu ibunya sampai berkata seperti itu karena tak ingin kehilangan menantu kaya seperti Rima. Yang bisa memberikannya banyak uang kepada dirinya. Walaupun sampai harus merendahkan harga dirinya."Ibu hanya ingin yang terbaik untukmu nak.""Sayangnya semua ini bukan terbaik untukku bu. K
Brak!!!Rima terkejut saat melihat Iqbal membuka pintu kamarnya dengan keras. Iqbal berjalan masuk ke dalam dan langsung menjambak rambut istrinya itu."Mas apa yang kamu lakukan. Kenapa kamu menjambak rambutku.""Berani sekali kamu membohongiku Rima.""Maksud kamu apa mas. Aku gak ngerti.""Aku rela bercerai dari Andini hanya untuk bertanggung jawab atas bayi yang kamu kandung. Tapi rupanya semua ini hanya permainanmu saja."Rima seketika terdiam membisu saat mendengar ucapan Iqbal. Perasaan Rima tiba - tiba tak enak. Apakah mungkin Iqbal sudah tahu jika Mutiara bukan darah dagingnya."Mas kamu bicara apa? Aku gak ngerti." Rima pun berpura - pura bodoh. Tak mungkin Iqbal mengetahui rahasianya."Jangan pura - pura tak tahu kamu. Kamu pikir aku masih bisa kamu bodohi. Anak itu bukan darah dagingku kan? Kamu membohongiku Rima. KAMU MEMBOHONGIKU!'Teriakan Iqbal membuat Mutiara bangun dan menangis kencang. Rima membelalakkan matanya saat Iqbal mengatakan hal itu. Rima tak menyangka jika







