Home / Rumah Tangga / Nafkah Untuk Keluarga Suamiku / Bab 2 Hutang dan Tabungan

Share

Bab 2 Hutang dan Tabungan

Author: Alita novel
last update Huling Na-update: 2023-07-30 14:44:32

“Bukan begitu Bu. Aku datang kesini untuk meminjam uang lagi. Aku harus membayar baju yang aku ambil dan uang spp sekolah Dinda.” Raut wajah Ibu mertua yang awalnya marah lalu berubah baik padaku.

“Kamu mau ambil berapa? Ini juga pertama kalinya Ibu ambil hutang di koperasi. Soalnya nama Ibu dan Bapak sudah di blacklist dari bank nasional.” Diam-diam aku menghela nafas lega.

Berarti Ibu mertua tidak tahu bagaimana sistem pinjaman dan tabungan di koperasi. Berbeda denganku yang sudah hafal karena banyak teman-teman penjual di pasar juga meminjam uang di berbagai koperasi.

“Cuma satu juta aja Bu. Yang dua ratus ribu buat bayar spp sekolahnya Dinda. Yang tujuh ratus ribu bayar barang dagangan ke agen dan sisanya buat belanja bahan makanan hari ini. Mas Eko minta di masakan ayam.” Bibir Ibu mertua seketika mengerucut.

“Dasar payah kamu Rin. Satu juta mana cukup sih.” Gerutu Ibu lagi.

“Karena aku nggak punya barang jaminan Bu. Maksimal pinjam uang tanpa jaminan hanya satu juta saja.”

Ibu mertua menganggukan kepalanya paham lalu masuk ke dalam koperasi lebih dulu. Rupanya Ibu mertua ingin meminjam uang dengan nominal dua puluh juta rupiah untuk membelikan motor baru untuk anak bungsunya. Jaminan yang di gunakan adalah sertifikat kebun yang di wariskan dari Kakek Mas Eko. Namun, sayangnya tidak pernah di urus dengan baik sehingga terbengkalai.

Entah bagaimana dulu aku bisa masuk ke dalam keluarga ini. Pemalas, tukang minta uang dan boros. Padahal mereka juga bukan orang berada. Tapi, dari segi pakaian dan dandanan harus mewah.

Seperti biasa, pegawai yang berjaga mengatakan akan meninjau lokasi tanah itu lebih dulu. Ibu mertua di minta untuk mengisi formulir. Bukannya pergi setelah urusannya selesai, Ibu mertua justru duduk di kursi sampingku.

“Sekarang giliran kamu Rin.” Perasaanku jadi tidak enak. Jangan-jangan Ibu mertua ingin meminta uang yang aku ambil.

Drrttt… drrtt…. Drrttt…

Belum sempat aku berdiri, hp Ibu mertua sudah berbunyi nyaring. Dia lalu pergi keluar dari kantor. Segera aku keluarkan buku tabungan lalu menyerahkannya pada kasir. Aku terus berdoa agar Ibu mertua tidak masuk ke dalam. Untunglah kasir segera memberiku uang.

Aku berlari keluar dari kantor. Melewati Ibu mertua yang sepertinya sedang menelpon anak bungsunya. “Aku pergi dulu Bu.” Tanpa menunggu jawaban Ibu mertua, aku melajukan motor menuju sekolah Dinda.

“Arini. Tunggu duluuuu.” Tidak aku pedulikan teriakan Ibu mertua yang sudah mengejar motorku.

Syukurlah Ibu mertua tidak mengejarku dengan motor. Aku pergi ke sekolah Dinda. Sebuah sekolah negeri yang biaya masuknya tergolong cukup murah. Tapi, untuk orang tidak mampu seperti keluargaku rasanya tetap saja berat.

Setelah itu, aku pergi ke pasar. Menata barang daganganku di lapak. Sisa uang hari ini akan aku gunakan untuk membayar baju di agen sebesar lima ratus ribu saja. Tidak sebesar jumlah yang aku sebutkan pada Ibu mertua.

Karena merasa bosan, aku kembali memasarkan produk di sosial media. Selain berjualan baju, aku juga menjadi dropshipper produk jilbab dan buku dari salah satu penerbit. Pembagian keuntungan dari barang yang pasarkan di sosial media kemudian aku tabung di koperasi. Tapi, jika uangku habis akan aku gunakan untuk membayar baju yang aku ambil di agen.

Pekerjaan sampingan ini membuatku tidak harus berhutang di koperasi hanya agar bisa terus berjualan. Tidak seperti teman-teman pedagang yang lain. Alhamdulillah banyak yang membeli jilbab yang aku pasarkan di sosial media baik transaksi secara langsung pada admin maupun melalui beberapa media marketplace.

Bulan ini saja aku sudah menghasilkan lima ratus ribu rupiah. Sebagian uangnya untuk membeli bahan makanan dan kebutuhan rumah. Sebagian lagi aku tabung. Jadi, Ibu mertua tidak akan bisa mengambilnya.

Mas Eko dan Ibu mertua hanya tahu jika aku mendapatkan uang dari berjualan baju di pasar dan secara keliling. Hari sudah beranjak siang. Tapi, belum ada orang yang membeli barang daganganku. Satu jam berlalu dengan cepat. Baru dua orang yang membeli baju. Aku baru dapat uang seratus ribu saja hari ini.

***

Sisa uang di dompet tinggal tiga ratus ribu setelah aku membayar barang dagangan yang aku ambil di agen. Tepat jam satu siang, aku sudah membereskan barang dagangan. Sholat di musola pasar lalu menjemput Dinda di sekolah.

“Hari ini kita makan mie ayam di tempat rahasia. Ibu baru ambil uang di koperasi.” Mata Dinda berbinar senang.

“Siap Bu.”

Hari itu sepertinya berjalan dengan baik hingga hari berganti sore. Dinda menunggu di rumah. Aku kembali berkeliling dari satu rumah ke rumah lain. Menjajakan barang dagangan. Menerima uang kredit baju dari para pelanggan lalu pulang ke rumah.

Uang itu aku sembunyikan di salah satu bungkusan baju untuk anak kecil. Untuk uang belanja besok. Sesampainya di rumah, Mas Eko yang hari ini bekerja shift pagi sampai sore sudah pulang ke rumah. Tubuhnya rebah di sofa ruang tengah sambil menonton TV.

“Gimana barang dagangan kamu hari ini Rin?” Tanya Mas Eko antusias melihatku pulang.

“Cuma dapat uang seratus lima puluh ribu aja mas. Seperti biasa nggak banyak yang bayar.” Bohongku padanya.

“Kata Ibu tadi kamu minjam uang di koperasi. Kalau ada sisanya kasih ke aku sekarang.” Aku mendengus sebal pada Mas Eko yang selalu menadahkan tangannya padaku.

“Sudah habis. Tinggal sisa dua puluh ribu saja. Aku baru bayar uang spp sekolahnya Dinda, bayar barang dagangan di agen, beli bahan makanan untuk hari ini. Kamu kan sudah pesan mau di masakan ayam mas.” Mas Eko menghela nafas kesal. Ia lalu duduk di hadapanku.

“Terus uang jualan kamu di pasar sama keliling gimana? Masa nggak ada sama sekali.” Ku keluarkan uang dari dalam saku celana.

“Tinggal segitu aja. Uangnya buat beli sabun, shampoo, beras sama minyak goreng. Kamu tahu sendiri kalau semua barang sekarang serba mahal mas. Sudahlah buat apa kamu minta uang terus. Lebih baik kita makan sekarang.”

BRAK

Tubuhku terlonjak kaget. Dinda yang baru saja keluar dari kamar segera masuk kembali. “Jangan banyak tanya kenapa sih? Suami minta uang itu ada butuhnya. Aku lagi butuh uang untuk beli rokok. Dua puluh ribu aja nggak masalah. Yang penting bisa ngudut.”

Tangan Mas Eko sudah terulur padaku. Aku tetap menggelengkan kepala lalu kembali memasukan uang itu ke dalam saku. “Nggak mau. Uang ini buat beli bensin besok.”

“Kamu bisa pergi keliling dulu nagih kredit baju untuk beli bensin.”

“Gimana mau keliling kalau bensin motornya habis mas. Bisa nggak sih kamu tahan dulu kalau mau merokok. Setidaknya sisakan gajimu untuk beli rokok. Bukannya minta terus padaku.” Kakiku kembali melangkah masuk menuju gudang.

Meletakan dua kantung besar berisi barang daganganku. Saat aku sudah keluar dari gudang, Mas Eko sudah memasukan makanan yang baru saja aku masak ke dalam tupperware  “Apa yang kamu lakukan mas? Kenapa kamu memasukan ayamknya kesana?”

Aku berusaha merebut plastik beriis tupperware di tangan Mas Eko. Tapi, dia bisa menampiknya dengan mudah. “Mau aku bawa ke rumah Ibu untuk di makan. Lebih baik kamu dan Dinda makan telur saja.”

“Jangan mas. Apa kamu nggak kasihan sama Dinda? Ibu kan bisa beli ayam sendiri dari uang gaji kamu.” Tanganku tetap berusaha merebut kantung plastik itu. Dapat.

Mas Eko mendorongku hingga jatuh lalu berlari keluar dari rumah. Suara deru motor terdengar tidak lama kemudian. Aku hanya bisa menangis tergugu meratapi nasib.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (5)
goodnovel comment avatar
melatieza
kalau diðunia nyata, mana mau perempuan jd sapi perah sebucin apapun kelaki....mending hdp sendirilah
goodnovel comment avatar
Lucky Dorkas
tinggalin aja masa mertua suami bukan mengayomi memberi suasana aman malah ngerampok udah tinggalin aja
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
cerita sampah dan tidak mendidik. yg nulis cerita pake otak g nih? memangnya setampan apa si eko itu sehingga sanggup membuat istrinya bertahan.
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Nafkah Untuk Keluarga Suamiku   Bab 95 Akhir Cerita Untuk Semua

    Setelah tangis Gilang reda, Anita baru menceritakan kemungkinan besar alasan Radit adn Dina berselingkuh. Karena mereka berdua sama-sama bohong. Kening Gilang berkerut tidak mengerti mendengar awal mula penjelasan dari kakak sepupunya itu. “Maksud kamu apa Nit? Kenapa Dina bisa selingkuh sama Mas Radit karena mereka sama-sama berbohong.” Tanya Gilang heran sama sekali tidak mengerti dengan apa maksud Anita tadi.“Ya karena mereka sudah berbohong satu sama lain Lang. Mas Radit sudah berbohong pada Dina jika dia adalah pengusaha online yang sukses. Lewat pesannya, Mas Radit membual jika dia mendapat omset yang sangat banyak hanya dari toko online saja. Sayangnya, saat sedang berpacaran dengan Dina, dia sudah menginvestasikan hampir semua uangnya untuk membeli saham. Sedangkan sisanya untuk biaya kebutuhan makanku dan keluarganya.” Belum selesai Anita becerita, Gilang sudah tertawa terbahak-bahak hingga air matanya kembali menetes.Berbanding terbalik dengan tadi saat pria itu terlihat s

  • Nafkah Untuk Keluarga Suamiku   Bab 94 Cerita Anita 28

    Setelah berhasil meredakan amarahnya karena membaca beberapa status Radit di hp milik Sania, Anita menghela nafasnya berulang kali. Ia tidak boleh marah disini. Apalagi marah pada Anita yang sudah berbaik hati menunjukkan tentang status Radit padanya. Itu sama sekali tidak baik dan bisa merusak hubungan mereka.“Aku kirim ke hpku ya San. Nanti akan aku buka blokiran khusus untuk Mas Radit.” Kata Anita setelah amarahnya reda. Sania menganggukan kepalanya setuju.“Iya buka saja Nit. Kamu balas status Radit di sosial media sekalian sertakan bukti yang bisa menguatkan perlakuan Radit padamu. Karena kamu bekerja di perusahaan terkenal, nama baik kamu bisa tercoreng kalau sampai ada yang tahu orang yang di maksud Radit di postingannya adalah kamu. Apalagi kamu juga asisten pribadi Bu Rania.” Anita menghela nafas berat karena masalahnya belum selesai-selesai. “Padahal dia yang melakukan kesalahan selama ini hingga selingkuh. Para warga juga sudah tahu jika Mas Radit berselingkuh dengan Dina

  • Nafkah Untuk Keluarga Suamiku   Bab 93 Cerita Anita 27

    Ada banyak rutinitas yang Anita lakukan seperti biasa sejak pulang ke rumah orang tuanya. Rutinitas yang dulu selalu Anita lakukan sebelum menikah dengan Radit. Bedanya dulu orang tua Anita bekerja di sawah. Sekarang orang tua Anita berjualan bahan makanan di mereka serta keliling kampung dengan menggunakan mobil pick up. Sejak pagi ia bangun saat kedua orang tuanya sudah bersiap pergi ke pasar. Bapak dan Ibu Anita pergi jam setengah empat pagi sebelum adzan subuh berkumandang. Kedua orang tua Anita akan sholat subuh di musola pasar bersama pedagang yang lain. Sedangkan Anita yang juga sudah bangun saat mendengar suara orang tuanya berbincang di ruang tamu segera keluar menuju dapur untuk membuatkan dua teh hangat lalu di bungkus untuk kedua orang tuanya agar bisa di bawa pergi.Setelah itu, ia akan sholat tahajjud dulu sambil mengaji untuk menunggu datangnya waktu subuh. Baru setelah sholat subuh Anita akan mulai membersihkan rumah. Mulai dari meyapu halaman, menyapu seisi rumah, men

  • Nafkah Untuk Keluarga Suamiku   Bab 92 Cerita Anita 26

    “Kenapa besan? Apa anda mau menghajar saya di rumah saya sendiri? Cepat hajar saya sekarang juga karena saya sama sekali tidak takut.” Tantang Bapak Anita tidak merasa takut sama sekali melihat wajah besannya yang sudah semerah tomat. Rasanya Bapak Anita ingin kembali melontarkan hinaan pada Radit dan kedua orang tuanya lagi atas semua penderitaan yang sudah di lalui Anita selama ini.“Itu kenyataannyakan. Semua hal yang saya bicarakan adalah fakta." Ibu Anita segera memegang tangan sang suami agar tidak terjadi perkelahian di antara dua pria paruh baya itu. Anita juga menggelengkan kepalanya pada sang Bapak karena ada hal lain yang ingin ia bicarakan dengan Radit.“Silahkan duduk dulu Bapak mertua karena ada hal yang ingin saya bicarakan dengan kalian. Ini terkait dengan urusan harta gono gini yang kalian ributkan dan nasib rumah tangga saya dan Mas Radit ke depannya.” Bapak Anita sudah duduk lebih dulu sambil terus mengangkat dagunya tinggi. Membuat Anita dan sang Ibu hanya bisa men

  • Nafkah Untuk Keluarga Suamiku   Bab 91 Cerita Anita 25

    Malam itu juga sesuai rencana Radit dan orang tuanya datang ke rumah orang tua Anita dengan mengendarai dua sepeda motor yang berbeda. Radit mengendarai motornya sendiri sedangkan Bapak dan Ibunya naik motor yang berbeda. Sepanjang perjalanan entah kenapa Radit begitu gugup jika ia akan di pukuli kali ini. Mengingat jika masalah tentang perselingkuhanya dengan Dina sudah terbongkar dan jadi konsusmi di sosial media. Sudah pasti orang tua Anita dan keluarganya yang lain sudah tahu masalah ini walaupun Anita tidak pernah menceritakannya pada mereka.Suara kedua motor itu terdengar cukup keras saat berhenti samping mobil pick up kecil yang terparkir di halaman rumah orang tua Anita. Mobil pick up yang sering di gunakan untuk orang tua Anita untuk membeli sayur di pasar lalu menjakannya saat hari sudah beranjak siang. Radit lebih dulu turun dari motor lalu di susul oleh kedua orang tuanya. Mereka bertiga sudah berdiri di depan pintu rumah orang tua Anita."Cepat kamu ketuk pintunya Dit."

  • Nafkah Untuk Keluarga Suamiku   Bab 90 Cerita Anita 24

    Saat Gilang menganggukan kepalanya, seketika tangis Bu Surti menjadi semakin keras. Pak Andi mengusap setitik air mata yang jatuh ke pipinya. Dalam benak Bu Surti pantas saja sejak Gilang keluar dari kamarnya untuk mengambil wudhu untuk menunaikan sholat subuh, sang putra sudah terlihat sangat lemas. Belum lagi keanehan yang lain dari pria itu dimana Gilang memilih untuk cuti kerja dengan alasan tidak enak badan. Saat Bu Surti mengukur suhu tubuh sang putra dengan telapak tangannya, tubuh Gilang sama sekali tidak terasa panas.“Biarkan saja Gilang cuti hari ini Bu. Mungkin tubuhnya yang terlalu pegal.” Begitu kata Pak Andi setelah sang istri mengatakan tentang rasa khawatirnya karena sikap Gilang yang tiba-tiba berubah.“Lagian Gilang juga belum pernah libur kerjakan?” Tanya Pak Andi lagi untuk mengusir rasa khawatir sang istri pada putra mereka.“Benar juga sih Pak.” Bu Surti menganggukan kepalanya setuju.Tanpa mereka sangka penyebab Gilang terlihat sangat sedih karena pria itu suda

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status