Share

Bab 4

Author: Nisa Khair
last update Last Updated: 2022-06-14 11:29:26

Malam telah semakin tinggi. Semua penghuni rumah sudah terlelap. Giliran aku memeriksa sekali lagi catatan belanja, untuk menyiapkan pesanan Bu Karti tempo hari. Aku harus cepat supaya besok pagi tinggal mengambil di penjual sayur. Gegas kurebahkan badan, setelah merasa cukup dengan daftar yang aku buat.

Pagi hari setelah Mas Ari berangkat, aku mengajak kedua anakku berbelanja ke depan gang, di mana penjual sayur berjualan. Bu Karti telah memberi uang tanda jadi setengahnya, uang itu yang kugunakan untuk membeli bahan yang akan kumasak.

Catatan yang sudah disiapkan, tak lupa dibawa. Beberapa jajanan untuk kedua anakku juga kusiapkan, sebab aku tak mau mereka menangis saat aku sedang menyiapkan pesanan.

Aku bergerak cepat, memasak nasi dan ayam bersamaan. Anak-anak mengerti kalau aku sedang repot menyiapkan pesanan, sehingga mereka mau bermain berdua. Sesekali ada drama rebutan mainan, tapi tak berlangsung lama.

Pukul dua siang, semua telah selesai. Tiga puluh kotak nasi biru lengkap dengan ayam goreng kriuk telah siap. Aku segera menghubungi Bu Karti, karena beliau berpesan untuk mengambil ke rumah setelah semuanya siap.

Menunggu lima belas menit, Bu Karti telah datang. Beliau menyerahkan sejumlah uang, serta mengucapkan terima kasih. Aku membantu Bu Karti membawa nasi kotak ke dalam mobil yang terparkir di halaman rumah. Kedua anakku tak mau ketinggalan ikut membantu membawakan. Aku tersenyum senang melihat mereka ringan tangan membantu orang lain.

Perabotan kotor segera ku bereskan supaya rumah kembali bersih dan rapi, setidaknya saat Mas Ari pulang, ia tak melihat rumah yang berantakan.

Aku tak ingin kejadian dulu terulang lagi. Saat itu sudah sore, aku belum sempat merapikan rumah serta mainan para bocil. Mainan mereka bertebaran di mana-mana, saat suamiku pulang kerja.

'Rumah berantakan terus!!'

Aku yang sedang membereskan dapur, hanya bisa memejamkan mata saat mendengar suaranya yang merdu. Mau bagaimana lagi, kedua bocil sedang aktif-aktifnya. Mainan yang sudah rapi diserakkan lagi. Dirapikan lagi, diberantakin lagi. Akhirnya aku mengerti, supaya tetap waras, aku membiarkan rumah berantakan, nanti kalau mereka tidur baru bereskan.

Mas Ari tak pernah protes sebelumnya, jika mainan berserakan saat ia baru pulang. Aku merasa semua baik-baik saja. Tapi, ternyata aku salah. Pada kenyataannya, ia mengucapkan kalimat yang sangatlah merdu sebagai bentuk protesnya.

Akhirnya, sore itu Mas Ari kebagian jatah membereskan mainan dengan dibantu para bocil. Wajah yang ditekuk menandakan hatinya sedang keruh.

Semenjak saat itu, aku hampir selalu berusaha supaya rumah sudah rapi menjelang Mas Ari pulang kerja. Aku juga mulai mengajak anak-anak mengembalikan mainan yang sudah tidak dipakai lagi, supaya rumah tetap rapi. Dan alhamdulillah, mereka mulai mengerti bahwa setelah bermain harus mengembalikan mainan ke tempat semula.

***

Sore ini, anak-anak kembali mengajakku berjalan-jalan sore. Ya, mungkin mereka bosan berada di rumah seharian karena aku memang mengurung mereka selama mengerjakan pesanan nasi kotak. Aku memeriksa sekali lagi isi dapur, memastikan kalau makanan telah siap, dapur telah rapi. Sebenarnya aku merasa lelah setelah berjibaku dengan nasi biru dan ayam goreng kriuk. Tapi bagiku, anak-anak adalah prioritas utamaku. Jadi, kuputuskan untuk mengabulkan keinginan mereka.

"Kita sholat Ashar dulu ya, Nak," ajakku pada kedua buah hatiku yang disambut anggukan oleh mereka.

Kami mengambil wudhu bergantian kemudian melaksanakan sholat Ashar. Mereka mengikuti gerakanku, meski kadang masih diselingi dengan canda. Bagiku tak mengapa, asal mereka mau belajar, mudahan-mudahan kebiasaan ini akan membuat mereka terbiasa menjalankan sholat wajib tepat waktu hingga mereka dewasa. Aamiin.

"Bu, Kakak pengen beli jajan, kita beli es krim, yuk," anak sulungku memasang wajah memelas yang membuat aku semakin gemas.

Mukena serta sajadah telah kembali ke tempat masing-masing saat ia berucap.

"Adik juga mau, Bu, maem es krim," si kecil ikut menimpali.

"Iya, boleh, yuk kita beli es krim," aku menyambut ajakan mereka dengan gembira.

Mereka menghambur masuk ke dalam toko begitu aku memarkirkan sepeda. Memilih masing-masing satu, kemudian membawa ke kasir. Aku sendiri tak mau ketinggalan, memilih satu es krim coklat. Anak-anak melihatku seperti tak percaya. Hal ini belum pernah terjadi sebelumnya hingga mereka merasa heran.

"Ibu juga mau maem es krim?" tanya si kecil.

Aku tersenyum seraya mengiyakan. Tak apa bukan, sekali waktu memberi hadiah untuk diri sendiri? Terlebih lagi sekarang aku punya penghasilan sendiri, tak lagi tergantung penuh pada pemberian suami. Aku bahkan berencana menekuni aneka olahan bunga telang. Bunga cantik berwarna biru setiap hari menghiasi halaman rumah, sayang sekali jika tak dimanfaatkan.

Anak-anak segera naik ke atas sepeda setelah aku membayar.

"Yey, kita maem es krim bertiga, kita maem di sana aja ya, Bu," ucap anakku seraya menunjuk pos ronda yang menghadap ke arah sawah.

Baiklah Nak, mari kita nikmati sore yang sepoi-sepoi ini. Ibu berharap kalian bahagia menjadi anak-anak Ibu.

Tiba-tiba sebuah ide muncul saat sedang menikmati es krim bersama anak-anak di pinggir sawah ini. Aku tersenyum senang membayangkan mengolah bunga cantik berwarna biru yang sangat subur di depan rumah.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sartini Cilacap
Semangat demi buah hati
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Nafkah yang Disunat Suamiku   Ekstra part

    Ekstra partUsia Arsy kini sudah menginjak angka lima belas tahun. Ia menempuh pendidikan di pesantren yang sama dengan adiknya, Arkan.Akhir pekan ini, mereka libur selama tiga hari. Lisa dan Mirza menjemput mereka, karena tak sanggup lagi menahan rindu yang terus bertumpuk.Rasa rindu yang besar pula, membawa keluarga kecilnya menuju kediaman Dirga, ingin bertemu dan melepas rindu pada si kecil Wahyu. Awal perginya Rahmi, Lisa ingin membawa keponakannya supaya tinggal bersamanya, lalu tumbuh besar bersama Najwa dan Alif. Namun, melihat rasa kehilangan dan kasih sayang yang besar dari Dirga serta keluarga besarnya, membuat Lisa mengurungkan niat. Ia lebih memilih sering menjenguk keponakannya yang menjadi piatu di usia yang sangat muda.Kedatangan mereka disambut antusias oleh Wahyu, yang segera bermain dengan keempat sepupunya. Terlebih dengan si kecil Alif yang berusia dua tahun di bawahnya. Sekitar satu jam kemudian, sebuah mobil berhenti di h

  • Nafkah yang Disunat Suamiku   Ending

    Tiga hari di rumah sakit, Citra diijinkan pulang. Tetangga dan kerabat dekat mulai berdatangan untuk menjenguk, demikian pula dengan Lisa. Bersama ketiga anaknya serta suami tercinta, mereka menjenguk dan berdoa untuk kesembuhan Citra.Melihat keluarga mantan istrinya, Ari diserang rasa iri yang besar. Iri sebab Lisa dikelilingi oleh anak-anak yang manis dan penurut. Ia menganggap Lisa dan Mirza berhasil sebagai orang tua, sebab kedua anaknya tumbuh sebagai anak yang santun, selain itu juga hafalan Alquran kian bertambah.Arsy bercerita tentang rencana masuk ke pesantren setelah lulus SD nanti, begitu pula dengan Arkan. Hal ini membuat hati Ari sedikit tenang, karena kebersamaan anaknya yang beranjak remaja dengan ayah sambungnya tentu berkurang banyak.Ari mendukung penuh rencana anaknya. Tak lupa ia mengucapkan terima kasih karena Mirza telah menjalankan peran sebagai ayah dengan baik. "Ayah, nanti libur sekolah aku mau dikhitan," lapor Arkan pada ayahnya."Wah, hebat, anak ayah sud

  • Nafkah yang Disunat Suamiku   Bab 131. Jelang Ending

    Keesokan harinya, teman-teman Citra mulai berdatangan menjenguk ke rumah sakit. Sebuah foto selang infus yang dipajang di story WhatsApp lah, yang membuat Ratna mencari tahu, lantas memberi kabar pada teman yang lain.Wajah cantik Citra yang semalam suram karena bertemu dengan Papanya, kini terlihat semringah. Kehadiran teman-teman nongkrongnya telah memberikan suntikan semangat tersendiri bagi proses kesembuhannya."Aku harap ini bukan awal dari karma karena kamu sengaja pakai IUD secara sembunyi-sembunyi," bisik salah salah satu temannya saat berpamitan.Citra mendelik tajam, sementara Dita justru melengkungkan senyum. Wanita yang berbaring di ranjang pasien itu tak menyangka kalau di antara sepuluh orang yang datang, ada satu yang berprasangka dan membisikkan kalimat mematikan. "Jaga bicaramu. Semua orang punya potensi disambangi penyakit ini. Aku salah satunya. Jangan sampai kamu juga mengalami kesakitan yang sama," desis Citra, menatap wajah

  • Nafkah yang Disunat Suamiku   Bab 130. Terjebak

    "Lisa, sebenarnya aku penasaran, kenapa kamu pergi berempat, kemana suami kamu?"Putri bertanya dengan menatap intens sahabatnya itu. Pemilik tahi lalat di sudut dagu itu beberapa kali melihat Lisa menatap kosong ke arah anak-anaknya yang sedang bermain. Tak dipungkiri kalau hatinya cemas, sebab tak biasanya Lisa seperti ini. Bahkan ketika ia menemukan Mawar di rumahnya, Lisa terlihat baik-baik saja. Tapi sekarang … .Pada saat itu pula ponsel Lisa berbunyi. Seketika ia membulatkan bola mata saat membaca pesan dari sang suami. Ekspresinya tentu saja terbaca oleh sosok yang duduk di depannya.Merasa sedang diperhatikan, Lisa melukis senyuman, "Sebentar lagi Mas Mirza ke sini. Nggak usah kuatir, Putri.""Bener, ya, kalian nggak apa-apa?" curiga Putri. Ia mengenal sahabatnya dengan baik. Istri dari Arlan itu meyakini telah terjadi sesuatu hingga membuat Lisa tertegun beberapa kali, meski memasang wajah terbaik sejak mereka bertemu. Terlebih saat mendengar kabar kehamilan yang dia sampaika

  • Nafkah yang Disunat Suamiku   Bab 129. Reuni

    Kini Lisa telah tiba di rumah adiknya. Rumah besar itu langsung ramai dengan celotehan para bocil. Dirga langsung mengambil alih anak-anak saat melihat mereka mulai jenuh, sekaligus membiarkan sang istri bebas mengobrol dengan kakaknya.Rahmi bercerita banyak hal tentang bayinya, juga suka duka sebab tak bisa memberi ASI secara langsung, serta harus bangun tengah malam dan menyiapkan ASIP ke dalam botol. Tentang ibu mertua serta suami yang sering mengambil alih tugasnya sebagai ibu, memberikan waktu istirahat yang cukup untuknya, tak luput dari hal yang ia ceritakan.Sang kakak mendengarkan dengan sabar. Sesekali menimpali curahan hati adik bungsunya."O iya, Mas Mirza kok, nggak ikut, Mbak?" celetuk Rahmi tiba-tiba."Eh, lagi ada perlu, Dek," jawab Lisa apa adanya.Ibu tiga anak itu pun membiarkan adiknya istirahat saat Rahmi mulai menguap.Kini Lisa duduk di hadapan sang ibu, sementara ketiga anaknya diajak bermain oleh Dirga. Meski wajahnya tersenyum, tapi, kegelisahan hati sang ana

  • Nafkah yang Disunat Suamiku   Bab 128. Penasaran

    Beberapa hari lagi pesta pernikahan Mawar akan digelar. Akan tetapi, agenda itu terlupakan oleh Lisa, karena sibuk dengan adiknya yang baru bersalin dan butuh donor ASI.Istri dari Mirza itu justru harus merelakan kepergian sang suami ke luar kota selama dua hari di akhir pekan ini."Hanya sebentar. Nanti kalau sudah selesai, secepatnya bakalan pulang, kok," pamit Mirza, menyisakan cemas di hati sang istri.Pasalnya, lelaki bermata elang itu terlihat kurang sehat saat berangkat. Dan lagi, kenapa akhir pekan yang dipilih untuk pergi?Namun, setelah diyakinkan berulang kali kalau semua akan baik-baik saja, akhirnya Lisa merelakan juga kepergian ayah dari anak-anaknya. Ia hanya berharap kalau semua akan baik-baik saja..Sebuah alarm di ponselnya lah yang kemudian menjadikan pengingat hari istimewa Mawar keesokan harinya."Bagaimana ini, datang apa enggak, ya? Mas Mirza belum pulang lagi," gumam Lisa gelisah.Ibu tiga anak itu kemudian menghubungi ponsel sang suami, hendak meminta pendapa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status