Share

Bab 4

Malam telah semakin tinggi. Semua penghuni rumah sudah terlelap. Giliran aku memeriksa sekali lagi catatan belanja, untuk menyiapkan pesanan Bu Karti tempo hari. Aku harus cepat supaya besok pagi tinggal mengambil di penjual sayur. Gegas kurebahkan badan, setelah merasa cukup dengan daftar yang aku buat.

Pagi hari setelah Mas Ari berangkat, aku mengajak kedua anakku berbelanja ke depan gang, di mana penjual sayur berjualan. Bu Karti telah memberi uang tanda jadi setengahnya, uang itu yang kugunakan untuk membeli bahan yang akan kumasak.

Catatan yang sudah disiapkan, tak lupa dibawa. Beberapa jajanan untuk kedua anakku juga kusiapkan, sebab aku tak mau mereka menangis saat aku sedang menyiapkan pesanan.

Aku bergerak cepat, memasak nasi dan ayam bersamaan. Anak-anak mengerti kalau aku sedang repot menyiapkan pesanan, sehingga mereka mau bermain berdua. Sesekali ada drama rebutan mainan, tapi tak berlangsung lama.

Pukul dua siang, semua telah selesai. Tiga puluh kotak nasi biru lengkap dengan ayam goreng kriuk telah siap. Aku segera menghubungi Bu Karti, karena beliau berpesan untuk mengambil ke rumah setelah semuanya siap.

Menunggu lima belas menit, Bu Karti telah datang. Beliau menyerahkan sejumlah uang, serta mengucapkan terima kasih. Aku membantu Bu Karti membawa nasi kotak ke dalam mobil yang terparkir di halaman rumah. Kedua anakku tak mau ketinggalan ikut membantu membawakan. Aku tersenyum senang melihat mereka ringan tangan membantu orang lain.

Perabotan kotor segera ku bereskan supaya rumah kembali bersih dan rapi, setidaknya saat Mas Ari pulang, ia tak melihat rumah yang berantakan.

Aku tak ingin kejadian dulu terulang lagi. Saat itu sudah sore, aku belum sempat merapikan rumah serta mainan para bocil. Mainan mereka bertebaran di mana-mana, saat suamiku pulang kerja.

'Rumah berantakan terus!!'

Aku yang sedang membereskan dapur, hanya bisa memejamkan mata saat mendengar suaranya yang merdu. Mau bagaimana lagi, kedua bocil sedang aktif-aktifnya. Mainan yang sudah rapi diserakkan lagi. Dirapikan lagi, diberantakin lagi. Akhirnya aku mengerti, supaya tetap waras, aku membiarkan rumah berantakan, nanti kalau mereka tidur baru bereskan.

Mas Ari tak pernah protes sebelumnya, jika mainan berserakan saat ia baru pulang. Aku merasa semua baik-baik saja. Tapi, ternyata aku salah. Pada kenyataannya, ia mengucapkan kalimat yang sangatlah merdu sebagai bentuk protesnya.

Akhirnya, sore itu Mas Ari kebagian jatah membereskan mainan dengan dibantu para bocil. Wajah yang ditekuk menandakan hatinya sedang keruh.

Semenjak saat itu, aku hampir selalu berusaha supaya rumah sudah rapi menjelang Mas Ari pulang kerja. Aku juga mulai mengajak anak-anak mengembalikan mainan yang sudah tidak dipakai lagi, supaya rumah tetap rapi. Dan alhamdulillah, mereka mulai mengerti bahwa setelah bermain harus mengembalikan mainan ke tempat semula.

***

Sore ini, anak-anak kembali mengajakku berjalan-jalan sore. Ya, mungkin mereka bosan berada di rumah seharian karena aku memang mengurung mereka selama mengerjakan pesanan nasi kotak. Aku memeriksa sekali lagi isi dapur, memastikan kalau makanan telah siap, dapur telah rapi. Sebenarnya aku merasa lelah setelah berjibaku dengan nasi biru dan ayam goreng kriuk. Tapi bagiku, anak-anak adalah prioritas utamaku. Jadi, kuputuskan untuk mengabulkan keinginan mereka.

"Kita sholat Ashar dulu ya, Nak," ajakku pada kedua buah hatiku yang disambut anggukan oleh mereka.

Kami mengambil wudhu bergantian kemudian melaksanakan sholat Ashar. Mereka mengikuti gerakanku, meski kadang masih diselingi dengan canda. Bagiku tak mengapa, asal mereka mau belajar, mudahan-mudahan kebiasaan ini akan membuat mereka terbiasa menjalankan sholat wajib tepat waktu hingga mereka dewasa. Aamiin.

"Bu, Kakak pengen beli jajan, kita beli es krim, yuk," anak sulungku memasang wajah memelas yang membuat aku semakin gemas.

Mukena serta sajadah telah kembali ke tempat masing-masing saat ia berucap.

"Adik juga mau, Bu, maem es krim," si kecil ikut menimpali.

"Iya, boleh, yuk kita beli es krim," aku menyambut ajakan mereka dengan gembira.

Mereka menghambur masuk ke dalam toko begitu aku memarkirkan sepeda. Memilih masing-masing satu, kemudian membawa ke kasir. Aku sendiri tak mau ketinggalan, memilih satu es krim coklat. Anak-anak melihatku seperti tak percaya. Hal ini belum pernah terjadi sebelumnya hingga mereka merasa heran.

"Ibu juga mau maem es krim?" tanya si kecil.

Aku tersenyum seraya mengiyakan. Tak apa bukan, sekali waktu memberi hadiah untuk diri sendiri? Terlebih lagi sekarang aku punya penghasilan sendiri, tak lagi tergantung penuh pada pemberian suami. Aku bahkan berencana menekuni aneka olahan bunga telang. Bunga cantik berwarna biru setiap hari menghiasi halaman rumah, sayang sekali jika tak dimanfaatkan.

Anak-anak segera naik ke atas sepeda setelah aku membayar.

"Yey, kita maem es krim bertiga, kita maem di sana aja ya, Bu," ucap anakku seraya menunjuk pos ronda yang menghadap ke arah sawah.

Baiklah Nak, mari kita nikmati sore yang sepoi-sepoi ini. Ibu berharap kalian bahagia menjadi anak-anak Ibu.

Tiba-tiba sebuah ide muncul saat sedang menikmati es krim bersama anak-anak di pinggir sawah ini. Aku tersenyum senang membayangkan mengolah bunga cantik berwarna biru yang sangat subur di depan rumah.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status