"Ada kabar tentang Martin?" Nigel duduk di halaman tempat persembunyian darinya dengan bibir yang menikmati susu putih yang selalu menjadi kesukaannya. "Masih belum didapatkan, dia sudah menghilang tiga hari, dan tidak tahu entah kemana." Ibrahim yang duduk di samping Nigel. "Mungkin dia sudah mencari persembunyian kita." lan"Jika dia hanya mencari di ibu kota maka dia tidak akan menemukan kita walau hingga kiamat!" Nigel menaruh segelas susu miliknya dan berdiri. "Jadi apa yang harus kita lakukan?" Ibrahim mendongak menatap Nigel yang kini mondar-mandir dan berpikir. "Berikan dia sesuatu untuk menemukan kita. Jika kita tidak tahu kemana ini akan berkahir maka ini sama saja seperti sesuatu yang kosong," katanya. "Karena itulah aku bertanya Nigel Dailuna, kemana selanjutnya?!" Ibrahim berdiri dan menghentikan Nigel dari mondar-mandirnya. "Dia tidak tahu persembunyian kita, dan aku ingin dia dipermainkan sebelum itu, namun! Yang menjadi masalah di sini adalah kita kehilangan jeja
Andira terus saja memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya, apa rencana Ibrahim, dan Nigel, juga apa yang terjadi pada adiknya, Sabina. Dia tidak tahu apa-apa tentang keadaan di luar, karena saat ini dia hanya duduk di atas pinggir ranjangnya dan terkurung di dalam ruangan yang dirinya bahkan tidak tahu dia berada di kota mana. Dia menggigit dengan lembut bibirnya, berdiri dari duduknya dan mondar-mandir dengan kepala yang sangat penat, dan tubuh yang jenuh, dia rindu dunia luar dan memikirkan bagaimana dia bisa keluar dan terlepas dari permainan Ibrahim dan misi balas dendamnya. Terbersit di kepalanya sesuatu yang bisa membahayakan dirinya namun bisa juga menyelamatkannya. Yang dia bisa lakukan hanya satu, dia akan memecahkan vas bunga yang ada di ata laci dekat ranjangnya. Pyuar! Suara kaca yang pecah, sebuah vas bunga transparan berada di lantai. Beling yang bisa digunakan olehnya. Dia meraih beling yang terpecah dan menaruhnya di atas urat nadinya, di pergelangan tangann
"Kau tidak bisa pergi begitu saja! Bertahun-tahun aku merencanakan semua ini, dan kau ingin menghancurkannya, tepat saat aku hampir menyelesaikan semuanya!" Ibrahim mengoceh sambil membawa Andira ke tempat yang dipenuhi dengan para dokter yang ahli. Dia lebih memilih untuk memanggil dokter dibandingkan membawanya ke rumah sakit, karena jika Andira ke rumah sakit maka dengan mudah akan ada yang tahu, siapa yang tahu bahwa Martin Dailuna mengirimkan mata-matanya bahkan keluar kota. Andira dirawat sedemikian rupa, tangannya yang berdarah dibersihkan, dan tubuhnya terbaring lemah di atas tempat tidur. "Jangan sampai terjadi apa-apa padanya, karena salah satu dari kalian tidak akan berhasil keluar dari sini jika tidak berhasil membuka matanya!" Dengan kepanikan yang terjadi di dalam dadanya, dan rasa yang berdebar setelah mendengar bahwa Andira, gadisnya telah melakukan aksi yang akan merugikan seluruh rencananya. Dia tentu memiliki rencana yang diperuntukkan untuk Andira pada Martin, u
"Kau yakin bahwa markas tersembunyi Nigel ada di sini?" tanya Martin, dia menoleh pada Tom yang berjalan pincang di sampingnya. "Tidak yakin, tapi mungkin ini salah satunya," jawabnya. Jawaban itu tentu membuat Martin merasa kesal. Syarif sendiri ditinggalkan dan tidak ikut bersama Tom dan Martin. Mereka kini hanya berdua saja mencari markas tersembunyi dari Nigel yang entah ada dimana. Saat turun dari kapal, dan mengembuskan udara yang tidak terasa laut, betapa bersyukurnya Tom yang membenci udara seperti itu. Dia hany menyukai laut saat dia bersama putrinya, dikarenakan putri-putrinya begitu mencintai pantai. Ya tentu, bukan hanya pantai saja, namun tentu lautnya juga. "Kau tahu, aku membenci laut sangat membencinya," katanya saat berjalan di samping Martin. "Aku pernah sangat mencintai pantai dan laut," balas Martin yang awalnya malas berjalan bersama seorang pria yang berjalan pincang. "Hmm, tapi putri-putri ku sangat mencintai pantai dan laut," kata Tom lagi, yang hanya memb
"Dia belum makan sejak kemarin Tuan, itupun aku hanya berhasil membuatnya minum air putih saja," kata seorang pesuruh yang berdiri di belakang Nigel. "Tentu dia tidak akan makan, wajahnya kau buat babak belur hingga bibirnya bahkan tidak bisa terbuka," balas Nigel. Dia memandang keponakannya itu duduk dengan wajah yang sudah hampir hancur karena pukulan bersandar di dinding dengan tubuh tak berdaya. "Lalu apa yang harus aku lakukan, Tuan?" Nigel tidak menjawab, dia diam sejenak menatap Raisi yang terluka parah. Langkah kakinya mengarah pada pemuda yang terlihat begitu hancur itu. Dia seperti sangat tidak berdaya di sana. Sangat-sangat tidak berdaya. Nigel berlutut di hadapan Raisi yang begitu terluka parah. "Bagaimana kabar mu keponakan ku?" tanyanya dengan nada lembut yang mengejek. Raisi tidak menjawab, dia hanya diam dan tertunduk dengan wajah yang tak lagi dapat dikenali. "Ah, kau bahkan tak ingin menjawab. Baiklah akan aku katakan sesuatu, kau tahu? Ayahmu yang luar biasa
Syarif terlihat bingung, dia mondar-mandir di pelabuhan setelah kepergian kapal yang membawa Martin dan Tom pergi. Sebenarnya Syarif berniat untuk pergi, namun Martin melarangnya dan menyuruhnya agar tetap tinggal untuk menjaga Randy dan Sarah, juga Hatice yang baru kembali dari trauma yang luar biasa. Tentu Syarif mengangguk tidak keberatan saat Martin mengatakan itu. Namun pria yang akan segera setengah baya ini merasakan sesuatu yang lebih baik jika dia ikut dengan Martin namun kapal itu sudah membayar jauh dan dia lupa bertanya kemana kapal itu akan membawa Martin pergi. Dia betul-betul berhutang budi pada Martin selama ini. Berkat Martin dia bisa mendapatkan posisi yang baik di kepolisian, dan juga Martin sendiri adalah sosok yang baik walau saat ini media telah mempermainkan namanya dengan sosok yang biadab. Seorang ayah yang membuat putrinya sendiri terbunuh karena seorang gadis simpanan sahaja. Itu yang berada di dalam sosial media saat ini. Semuanya beredar begitu saja. Bah
"Kita sudah mondar-mandir di sini, berputar-putar setengah hari, bahkan aku sudah lelah dengan pencarian ini. Kau yakin, bahwa mereka bersembunyi di sini?" Martin sekali lagi bertanya pada Tom yang diam saja. Di sana mereka berada di belantara hutang yang cukup besar. Namun bukan hanya mereka yang sedang mencari, rupanya Tom memiliki orang-orangnya sendiri. "Sepertinya kita harus berganti kota, aku cemas kalau-kalau kita berada di markas orang yang salah," katanya, membuat Martin mengernyit. Lalu kemudian muncul seorang pemuda yang juga mencari-cari, dia datang dan berkata pada Tom, "Aku mendapatkan saluran pembuangan di ujung hutan," katanya."Apa hutan ini memiliki ujung?" Martin yang kembali mengernyit. Tom tidak menghiraukan apa yang dikatakan Martin, dia menatap lurus ke depan dan terdengar suara, "Dor!" Dengan sangat terkejut, Martin dan juga Tom menatap ke arah langit. "Ada seseorang, apa itu mereka?" Martin menatap ke arah suara. "Entah siapa mereka, tapi sebaiknya kita
"Jangan lakukan hal bodoh lagi. Misi ini akan menjadi yang terakhir, tenang saja. Kau akan menemukan fakta tentang orang tuamu, sayangku." Ibrahim menatap dengan tatapan penuh pengharapan pada Andira yang baru saja terbangun. Luka perban di tangannya bisa dilihat dengan jelas, dan itu terdapat rasa perih yang luar biasa. "Apa peduliku tentang fakta yang tidak pernah ada. Aku sudah tidak tertarik lagi," balas Andira, dia bahkan tidak tertarik dengan apa yang dikatakan Ibrahim, sudah lama dia bosan dengan janji yang sama dan misi balas dendam yang memuakkan. Matanya juga tak lagi menatap ke arah Ibrahim. "Andira, jika Nigel tahu soal ini, maka dia akan marah besar, dia akan membuat kita berdua berada di dalam masalah." "Itu salahmu, bukan salahku. Siapa yang suruh ingin bekerja sama dengan manusia seperti dia, menyakitkan dan tidak berbelas kasih." Andira membalas dengan judes perkataan Ibrahim. Ibrahim hanya bisa menghela nafas kesal, dia tak lagi tahu apakah keputusan balas dendamn