Anya memegangi ponsel dengan gemetar. Pikirannya berkecamuk antara ingin tetap bertahan demi sang ibu, dan teriakan sisi hati yang lain meronta, ingin kabur dari Arga. "Hanya air mata yang kudapat jika terus bertahan dengan monster sepertinya!" Lagi, Anya mengusap matanya kasar. Cairan yang keluar itu menghalangi pandangan. Kini, jari-jari lentik milik Anya terus bergerak mengetik pesan untuk Irham. Siapa lagi yang peduli padanya? Sang ibu bahkan tak juga bisa dihubungi dan tak bisa diajak bicara. Anya butuh seseorang untuk bersandar. Hanya calon suaminya yang tengah terluka yang punya ikatan emosi dengannya selain Mira ibunya. Ia juga sangat yakin, meski dirinya bukan gadis suci, Irham masih mau menerima. [ .... tolong aku! ] Pesan terakhir telah terkirim. Semenit, dua menit tak ada balasan. Sampai satu jam, dua jam ... Irham tak membalas. Anya menghela lelah. Barang kali Irham masih sibuk, atau dia terlalu percaya diri dan berani berharap hal mustahil? Mana ada pria yang sudi
Perlahan Anya memasukkan benda pipih ke kantongnya sembari mendesah berat. Tak lama ia menjatuhkan ransel kecil di tangan. Lalu tubuhnya dibiarkan jatuh, jongkok dengan menumpu kedua kaki.Dua mata Arga menyipit tatkala mendengar suara tangis. Yah, lagi-lagi tangis Anya. Kenapa bukan Mira yang banyak menangis di depannya? Agar ia puas melihat wanita lacur itu menderita. Kenapa harus Anya? Dalam sekejap Arga merasa semakin bodoh dan rasa bersalah yang semakin dalam. Tubuh kekar Arga berbalik menyandar sejenak punggung ke dinding. Mengatur deri dalam dadanya. Ia akan hargai apa pun keputusan Anya. Pergi atau bertahan. Tak ada gunanya melarang perempuan muda yang ia sahkan sebagai istri beberapa hari lalu, bukan puas mendapati Mira menderita justru rasa bersalah yang menghantam qolbu. Arga merebahkan tubuh ke kasur king size dengan motif sprei bunga yang Anya pasang tadi pagi. Harumnya masih menguar, membuat rileks bagian tubuhnya yang ikut remuk karena stres. Baru saja memutuskan untu
Wanita itu terlihat sangat buas ketika ibunya dihina lagi-lagi dan lagi. Keberaniannya justru muncul ketika tanpa rasa malu Arga membawa Irham ke rumahnya. Rasa berani yang kemudian datang dari kemarahan yang bertumpuk-tumpuk.❤❤❤Suara petir membuat Arga dan Anya menoleh ke jendela. Namun, pria itu tak memindahkan posisinya mengunci tubuh sang istri ke dinding. "A-apa yang Om, inginkan?" gagap Anya ketika matanya bersirobok dengan mata Arga. Satu-satunya tatapan elang pria yang pernah lawan. "Apa sebenarnya maumu?" tanya Arga yang membuat wanita di hadapannya bingung. "Ap-ap-apa?" Tak dipungkiri dadanya bergemuruh hebat. Belum pernah ia sedekat sekarang dengan pria mana pun. Bahkan dengan Irham yang notabene calonnya saja, Anya menjaga pandangan."Kenapa kamu tak pergi dengan Irham?" Arga menghunus dengan tatapannya. Dua bola matanya bergerak-gerak melihat bayangan dalam manik mata Anya. Wanita itu bergeming. Apa yang Arga inginkan sebenarnya? Jika ingin melihatnya pergi dengan I
"Menyiksa orang baik itu seperti melukai diri sendiri. Hanya meninggalkan sesal dan rasa bersalah di hati."❤❤❤Irham larut dalam pikirannya. Ia terlalu rindu pada Anya. Gadis yang sudah merebut perhatian dan impian.Suara petir menggelegar, Irham tersentak dari pikiran bodohnya menyetubuhi istri orang lain. Sadar semua hanya bayangan, ia lempar ponsel yang menampakkan sosok Anya di sana. Ponsel itu menghantup dinding hingga retak. "Argh! Arga BRENGSEKKK!"Kenapa setelah memintanya datang, Anya mengirim pesan agar Irham pergi?Jelas-jelas Anya menderita di rumah itu, kenapa ia tak mau ikut pergi dengannya? Kenapa cepat sekali pikirannnya berubah? Sudah ia buang harga diri dan rasa takut, tapi bukan mendapati Anya ada di sisinya, malah rasa sakit yang ia rasa berlipat-lipat. "Apa yang musti kulakukan sekarang, An? Meminta penjelasan dan ketegasanmu?"Mata pria itu menerobos kaca hingga tampak bayangan bunga yang tumbuh rapi di pagar halaman rumahnya._______Lelaki bernama Yahya meng
Pikirannya mengawang, berputar saat mendapati sang papa dengan liciknya mengatur rencana. Pria tua itu dengan ringan menyuap banyak pejabat demi meloloskan tender. Tentu hal tersebut sangat berimbas pada kehidupan masyarakat kecil yang tinggal di sekitar proyek. Belum lagi kebijakan-kebijakan pesanan yang, hanya menguntungkan pihak kapitalis dan mencekik rakyat.❤❤❤Melihat musuh bebuyutannya datang, tanpa basa-basi Arga menutup pintu kayu besar yang berukir bunga bunga lily. Namun, satu kaki Arya sudah mengganjal agar pintu tak tertutup."Apa maumu? Pergilah sebelum aku berbuat kasar," usir Arga dengan nada datar. Ia yakin kedatangan saudaranya akan menimbulkan banyak masalah di dekatnya."Anda lupa, ini juga rumahku." Arya mengucap sembari menarik sebuah kertas dari kantong. Pria itu sudah mempersiapkan segala kemungkinan yang akan Arga perbuat untuk menolaknya. Ia buka kertas tebal bertuliskan hak kepemilikan sebuah properti untuk menegaskan pernyataan."Heh!" Arga tersenyum muak.
"Anya tak menjawab, tangannya terus bergerak. Jika saja boleh ia ingin berbagi cerita, tapi siapa Arya? Dia hanya ipar yang bahkan bisa jadi maut baginya. Anya harus menjaga jarak, walau bagaimana mereka berdua adalah manusia normal."❤❤❤Mata Arya memicing ketika melihat Anya ke luar dari kamar adiknya."Apa mereka tidur bersama? Kemana manajer itu? Nakal juga kamu Arga! Heh."Dia yang tak tahu banyak mengenai kehidupan Arga, hanya tahu bahwa calon istri adiknya itu adalah seorang wanita yang menjadi salah satu pegawai di kantornya. Bernama Mira.Ia meneruskan aktifitasnya, menarik tangan dan kaki sebagai pemanasan lalu melangkah pergi untuk joging.Anya menuruni anak-anak tangga, melihat punggung Arya yang terlihat sama persis dengan punggung milik Arga semakin menjauh hingga hilang di balik pintu. Kakak beradik itu memang memiliki perawakan yang mirip. Hanya perlu memakaikan dua pakaian yang sama, maka orang tak bisa membedakannya ketika dilihat dari belakang. Tak ada firasat buruk
Ia terlalu ceroboh tidak menjaga kondisinya hingga membuatnya mengalami flek yang memaksanya pergi periksa dan harus bedrest setelahnya. Banyak hal yang harus dilakukan, tapi untuk sekarang ia memilih tiarap sebentar. Demi bayi yang ada di kandungannya. ❤❤❤Arya setengah berlari menggendong tubuh Anya yang mulai tak sadarkan diri lantaran rasa sakit yang mendera. Sebenarnya ia ingin menghubungi Arga, tapi menurutnya tak ada waktu untuk itu. Bisa jadi apa yang diderita Anya cukup serius yang jika terlambat sebentar berakibat fatal. "Kamu harus bertahan. Aku akan membawamu ke rumah sakit. Okey!" Tak ada jawaban dari Anya. Hanya ada rintihan sakit yang meluncur dari mulut mungilnya. Kalau saja bisa, ia akan mengatakan ingin tetap di rumah saja. Ini akibat kecerobahannya sendiri, lantaran tak menjaga makan. Ia biarkan perutnya kosong. Begitu lah, saat Anya banyak pikiran, membuatnya tak bernafsu untuk sekedar menyuap makanan ke mulut. Sampai di rumah sakit, dua perawat dengan sigap m
Sepanjang kehidupan yang telah dijalani, ia hanya melihat dari fakta, betapa banyak dua orang -lelaki dan perempuan- terjerumus dalam zina karena bergaul terlalu bebas. Sesuatu yang ia pun pernah mengalaminya dulu. Mungkin saja apa yang menimpa sekarang adalah hukuman dari Tuhan atas masa lalunya.💔💔💔"Mari saya bantu." Yahya mendekat dan akan memegangi tubuh Mira. Namun, cepat wanita itu menepis. Ia menolak dengan sopan bantuan dari sang manajer."Terimakasih. Saya bisa sendiri." Mira bangkit dengan pelan dan hati-hati. Bagaimana pun keadaannya jika masih bisa melakukan sesuatu sendiri, maka ia akan melakukannya.Cukup ia terpaksa menerima keberadaan Yahya di sampingnya karena peemasalahan yang menimpa. Namun, tidak untuk khilaf menjalin hubungan lain yang lebih dalam.Sepanjang kehidupan yang telah dijalani, ia hanya melihat dari fakta, betapa banyak dua orang -lelaki dan perempuan- terjerumus dalam zina karena bergaul terlalu bebas. Sesuatu yang ia pun pernah mengalaminya dulu