Share

PELAJARAN PASAL KERAMAT -5-

Aku berjalan ke arah meja resepsionis untuk mengambil dan menandatangani kontrak kerjaku, senyum tak pernah luntur dari bibirku saat membayangkan akan bekerja dan mendapatkan gaji dari perusahaan sebesar ini yang aku tahu memberikan gaji tak sedikit, bisa dua kali lipat dari perusahaan biasa.

Setelah sampai di meja resepsionis, aku pun menatap ke arah wanita cantik yang tadi menyeleksi kandidat sekretaris lalu menyapanya dan memberi tahu tujuanku.

"Selamat siang."

"Siang, ada apa?"

"Saya disuruh Pak Gilbert untuk minta kontrak kerja dan menandatanganinya, Bu."

"Oh gitu, tunggu dulu."

"Baik, Bu."

Entah hanya ia yang merasakan atau memang benar adanya, ia bisa melihat tatapan kasihan sejenak di mata resepsionis itu, ia merasa tidak seperti gembel yang tersesat di kantor megah ini, walaupun pakaiannya dan riasan wajahnya tidak semewah para pekerja di sini, namun ia merasa tak ada yang perlu dikasihani. Ia pun memilih untuk melupakan tatapan resepsionis itu yang hanya akan menganggu kebahagiaannya setelah diterima kerja.

"Ini kontraknya, dibaca dulu."

"Baik."

Ingin sekali ia langsung menandatangani kontrak kerja itu jika saja wanita cantik di depannya yang dibatasi meja ini, tidak menekankan perintahnya untuk membaca kontrak ini.

Ia pun mulai membaca satu-persatu pasal yang ada di kontrak itu, ia merasa tak ada yang aneh dan semuanya normal sampai ada satu pasal yang membuatnya terdiam dan langsung menatap resepsionis itu yang tersenyum tipis seakan sudah tahu arti tatapannya. Bahkan resepsionis itu langsung menjelaskan padanya tanpa perlu ia tanya.

"Itu kewajiban setiap sekretaris Pak Gilbert, kalau kamu keberatan, lebih baik langsung undurkan diri. Kamu terlihat seperti gadis baik-baik."

"Apa pasal ini tidak bisa dihapus? Saya sangat butuh pekerjaan ini namun tidak mungkin saya mematuhi pasal yang satu ini."

"Maaf, tapi tidak bisa."

Jawaban resepsionis itu membuatnya bimbang dan tak tahu harus melakukan apa saat ini, di satu sisi ada harga dirinya sebagai wanita sedangkan di sisi lain ada kebutuhan hidup yang mendesak.

Namun saat ingatan mengenai adiknya yang harus bekerja sampingan demi membantunya, akhirnya membuat ia terpaksa langsung menandatangani surat kontrak kerja itu. Ia bisa melihat resepsionis itu cukup terkejut setelah ia menandatangani kontrak kerja dan memberikannya kembali.

"Saya setuju dengan semua pasal yang ada di surat kontrak kerja."

"Baik, mulai sekarang Anda adalah sekretaris Pak Gilbert, selamat bekerja dan semoga Anda nyaman bekerja di sini."

Tak seperti tadi yang penuh semangat, sekarang ia hanya mengangguk sebagai balasan atas ucapan resepsionis itu. Ia pun segera melangkahkan kakinya menuju lift yang akan membawanya ke ruangan bosnya itu.

Saat pintu lift terbuka, ia pun langsung keluar dan hendak masuk ke dalam ruang kerja bosnya, namun ia terdiam sesaat di depan pintu untuk menenangkan dirinya dari kegugupan saat membayangkan satu pasal yang masih terbayang-bayang di kepalanya.

"Pak Gilbert, ini saya Namiya."

Akhirnya ia memberanikan membuka suara dan mengetuk pintu ruangan bosnya, ia menunggu perintah lebih lanjut dari dalam karena bagaimana pun ia harus menunjukkan sopan santun terhadap bos.

"Masuk."

Setelah mendapat persetujuan, ia pun membuka pintu ruangan itu dan hendak masuk ke dalamnya, namun saat melihat bosnya sedang memangku seorang wanita yang ia tebak adalah staff kantor ini, ia pun tak jadi masuk dan hanya diam di tempat, sebelum akhirnya memohon maaf padahal ia tak salah.

"Maaf, Pak. Saya tidak tahu jika Bapak sedang sibuk, nanti saja saya bicara pada Bapak."

Ia hendak menutup kembali pintu ruangan itu karena tak terbiasa melihat pemandangan dewasa ini, ia terlalu polos untuk umur wanita dewasa yang seharusnya sudah tahu Sex.

"Masuk, Namiya. Saya sudah memberi izin tadi."

Suara bosnya membuat ia tak jadi menutup pintu itu, ia jadi ragu untuk melangkah masuk, namun jika ia tidak masuk maka bosnya mungkin akan marah dan ia tak mau dipecat hanya karena masalah ini. Akhirnya ia pun melangkah masuk dan terus menunduk agar tak melihat apa yang dilakukan dua insan itu di depannya.

"Kamu sudah tanda tangan kontrak?"

"Sudah, Pak."

"Sudah baca isinya?"

"Sudah, Pak."

"Berarti kamu sudah paham aturan kerja di sini, sekarang saya akan menjelaskan cara kerja pasal terakhir yaitu pasal 30."

Mendengarkan ucapan bosnya yang membahas pasal kramat itu, membuat ia langsung menegakkan kepalanya dan menatap terkejut ke arah bosnya. Ia tak menyangka jika akan secepat ini bosnya meminta pasal kramat itu.

"Tapi, Pak ...

"Tidak ada penolakan, Namiya. Terus tatap saya, jangan menunduk dan mengalihkan kamu ke arah lain. Saya akan membuat kamu paham hari ini."

Ia hanya bisa mengangguk terpaksa mendengar nada perintah dari bosnya. Entah langkah apa yang sudah ia ambil, namun ia berusaha tetap bertahan dan tidak pergi dari sini lantaran jijik dengan kegiatan dua orang dewasa itu yang kini saling membuka pakaiannya di depannya.

Ia tak tahu sudah serendah apa harga diri wanita di zaman sekarang hingga tak malu mempertontonkan kegiatan Sex mereka di depan wanita lain. Atau mungkin bosnya juga tak punya urat malu lagi, karena keduanya bukan terlihat terpaksa, namun sangat menikmati kegiatan tersebut dan bergoyang bersama untuk mendapatkan puncak kenikmatan.

"Mendekat ke arah saya, Namiya. Berdiri di samping saya."

"Tapi, Pak. Saya ...

Ia hendak menolak perintah bosnya karena ia tak mau melihat semakin jelas tindakan menjijikkan itu, rasanya saja sekarang ia ingin muntah namun bosnya dengan segala keangkuhannya langsung memotong ucapannya, membuat ia ingin menangis saat ini karena takut.

"Sudah saya bilang, jangan pernah menolak perintah saya."

Dengan langkah kaki yang gemetar, ia mendekat ke arah bosnya itu dan berdiri di samping bosnya, kali ini ia menatap ke atas karena tak mungkin menunduk yang nantinya akan memperjelas penglihatannya akan keintiman dua insan itu.

Akhirnya dua insan itu hampir mencapai puncak kenikmatannya, namun ia kaget saat bosnya menjatuhkan Partner Sex-Nya ke lantai lalu tanpa izin, menyiram baju yang ia pakai dengan air mani pria itu.

"Itu kenikmatan, Namiya."

Akhirnya tangisnya pecah saat merasa tubuhnya lengket akibat terkena cairan menjijikan itu, ia diam mematung dengan air mata mengalir deras di pipinya. Ia merasa begitu kotor karena diperlakukan dengan hina oleh seorang pria hanya demi sebuah pekerjaan dan uang, ia tidak lebih baik dari para wanita yang menjajakan tubuhnya dengan pria mana pun.

"Namiya, kamu kenapa menangis? Saya tidak melukai kamu."

"Pelajarannya sudah selesai kan, Pak? Saya .... saya mau membersihkan cairan ini di baju saya."

Ia benci berbicara dengan nada terbata-bata karena sedang menangis, hal itu membuatnya terlihat begitu lemah, setelah pingsan lalu menangis. Ia bisa melihat bosnya itu masih diam dan menatap dirinya, sebelum mengangguk.

Ia pun langsung berlari ke arah kamar mandi yang berada di ruangan bosnya, di dalam kamar mandi ia menangis sekencang mungkin saat sadar ruangan ini kedap suara, ia langsung mengambil tisu dan dengan tangan bergetar karena jijik, ia mengusap cairannya dengan tisu.

Tanpa ia ketahui bosnya sudah berdiri di depan pintu kamar mandi karena merasa bersalah saat melihat ia menangis. Gilbert seharusnya sadar bahwa ia terlalu cepat membuat gadis itu mengerti urusan dewasa seperti ini, namun nafsunya dan keinginannya untuk membuat gadis itu bersedia secara sukarela menyerahkan dirinya, malah membuat gadis itu ketakutan atau mungkin trauma padanya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status