Share

Bab 2

last update Terakhir Diperbarui: 2023-06-28 17:05:35

NASI KOTAK BUATANKU DISHARE DI GROUP

"Kenapa melamun, Ci?" tanya emak mertua yang mengagetkan'ku.

Aku memang tidak langsung masuk ke dalam rumah, memilih duduk di teras.

"E-Emak." Langsung berdiri dan menuntun perempuan berumur enam puluh lima tahun tersebut untuk duduk. "Emak kenapa tidak istirahat saja. Pasti capek karena tadi bantuin Suci bikin nagasari dan lemet."

"Capek apanya. Orang Emak cuma duduk sambil bungkusin saja."

Satu minggu yang lalu Emak mertua baru pulang dari rumah sakit. Beliau opname tiga hari karena jantungnya kambuh.

"Ci … itu nasi kotaknya kok belum dikumpulin? Bukannya tadi kamu sudah ke rumah Bu Kadus, ya," tanya emak sambil menatap tumpukan kardus putih di sebelahku.

Bagaimana ini? Tidak mungkin aku jujur sama Emak. Nanti yang ada beliau kaget. Takutnya jantungnya kambuh. Apalagi dokter sudah mewanti-wanti agar Emak tidak banyak pikiran.

"O-oh itu. Ternyata nasi kotaknya dikumpulin langsung ke dusun sebelah, Mak. Suci salah dengar pas pengumuman di PKK kemarin. Kalau begitu Suci anterin nasinya dulu, ya, Mak. Emak masuk ke dalam saja. Istirahat."

Gegas aku membawa pergi nasi tersebut karena tidak ingin Emak mertua curiga.

Saat melewati jalan dusun, aku bertemu beberapa ibu-ibu. Mereka terlihat saling berbisik satu sama lain sambil menatapku.

"Nasi yang dishare tadi ternyata punya kamu to, Ci. Pantas saja kalau disuruh ambil lagi. Masa' bikin nasi kotak kok isinya cuma kaya' gitu," ucap salah satu dari mereka.

Ternyata cepat sekali berita ini tersebar.

"Terus, nasi itu mau dibawa ke mana? Dibuang, ya? At-au jangan-jangan mau kamu antar sendiri ke dusun sebelah. Aduh, mendingan jangan, Ci. Nama dusun kita bisa tercoreng," sambungnya lagi sebelum sepatah katapun terucap dari bibirku.

"Iya, Bu. Nasi ini mau saya bawa ke dusun sebelah," jawabku sengaja membuat mereka agar lebih heboh dan laporan pada ibu-ibu lainnya.

Apa sebegitu tidak layaknya nasi kotak buatanku. Sampai-sampai mereka merendahkan.

Melanjutkan kembali langkahku, meninggalkan mereka.

-

"Mbah, ini ada sedikit rezeki." Memberikan dua nasi kotak pada seorang nenek yang tengah memilah sampah di pinggir jalan.

"Alhamdulillah, terima kasih, Nak." Beliau menerima dengan sangat senang. Terlihat dari senyumnya yang mengembang.

"Tapi maaf, Mbah. Isinya hanya ala kadarnya."

"Semoga Allah melimpahkan rizki dan rezeki pada kamu dan keluarga."

Seketika rasa sakit hati atas ucapan orang-orang dusun tadi terobati oleh jawaban beliau.

Aku memberikan lagi nasi kotak lainnya pada orang-orang yang memang mau menerima.

Nasi kotak yang tadi dijadikan bahan hinaan, Alhamdulillah habis tidak tersisa.

-

"Dila ikut ke pengajian, ya, Bu," rengek bocah berumur enam tahun yang baru pulang dari bermain. Dia sangat antusias karena sejak kecil memang sering diajak ke acara pengajian oleh simbahnya.

"Ibu tidak ikut pengajian, Nak."

"Ya … Ibu. Semua teman-teman Dila pada ikut."

"Besok saja kalau ada acara pengajian lagi."

"Ci, kamu ajak saja Dila ke pengajian. Lagian tidak jauh juga." Emak mertua yang mendengar rengekan Dila akhirnya bicara.

"Tapi, Mak. Suci mau beres-beres rumah biar bersih. Emak 'kan harus tinggal di tempat yang sehat."

Bukannya tidak ingin datang ke acara pengajian. Tetapi aku tidak mau ada omongan menyakitkan lagi.

"Bu … ayo kita ke pengajian."

"Dila. Kalau Ibu bilang tidak, ya, tidak." Sedikit meninggikan suara.

Seketika Dila pun diam sambil menundukkan kepala.

"Kamu sedang banyak pikiran, ya, Ci? Tidak biasanya marah-marah. Maafin Emak karena selalu merepotkan. Pasti kamu kecapekan mengurus Emak.

Astaghfirullah, tidak seharusnya aku bersikap kasar pada anakku. Dia hanya ingin ke pengajian. Apa salahnya.

"Sekarang Dila bersih-bersih, terus ganti baju. Kita berangkat," terangku.

Bocah berkepang dua itu mengangguk dan langsung lari ke belakang.

"Kalau ada masalah, cerita! Jangan dipendam sendiri."

"Tidak ada masalah apa-apa, Mak. Sebenarnya cuma mau ngajari anak biar tidak sedikit-sedikit merengek. Emak jangan salah paham, ya. Suci minta maaf."

"Merengek ngajakin ke pengajian 'kan bagus, Ci. Mendapat pahala, menambah ilmu agama, bisa silaturahim juga."

Harusnya memang seperti itu, Mak. Tapi sayangnya, acara pengajian malah dijadikan ajang pamer dan ghibah oleh sebagian orang yang ingin terlihat wah tanpa mempedulikan kemampuan orang lain. Contohnya seperti yang kita alami saat ini. Mereka menolak nasi kotak buatan kita, menjawab dalam hati.

-

Sudah kuduga, pasti akan ada pemandangan tidak mengenakkan. Baru saja sampai di tempat pengajian, orang-orang yang masih satu dusun denganku menatap aneh.

"Astaga, bisa-bisanya datang. Tidak tahu malu banget."

"Iya, ya. Disuruh bikin nasi kotak saja menunya ngawur. Eh … sekarang pengen makan enak."

Kali ini ucapan tersebut bukan keluar dari mulut pedas Bu Evi, Bu Yati maupun Bu Atik dan gengnya. Melainkan dari ibu-ibu lain.

Aku pun mengajak Dila duduk tanpa mempedulikan ucapan mereka. Niat kami ke sini memang untuk mengikuti pengajian. Soal nyinyiran orang-orang, lebih baik masuk telinga kanan keluar telinga kiri.

Selama pengajian berlangsung, aku mendengarkan ceramah Ustadz dengan seksama.

Di tengah-tengah acara, terlihat beberapa pria mengenakan kemeja senada membawa nampan besar berisi minum dan juga snack.

Sebelum mereka sampai di tempat kami duduk, aku segera mengeluarkan botol minum berisi teh hangat serta snack yang kubawa dari rumah. Dan juga nasi kotak.

"Terima kasih, tapi saya sudah membawa sendiri," tolak'ku saat minuman dan snack tersebut bergilir dari tangan satu ke tangan lain hingga akhirnya sampai di tempat kami duduk.

"Halah, gayanya itu lho. Sok nolak. Padahal aslinya ngiler dapat snack enak. Memangnya punya dia. Dikasih saja ogah."

Berhadapan sama orang-orang yang memiliki penyakit hati memang susah. Selalu saja salah.

"Bu, enak." Dila menunjukkan nagasari buatan simbahnya.

"Alhamdulillah, dihabisin, ya. Jangan suka membuang makanan. Apalagi membandingkan. Tidak baik."

Sekelompok tukang nyinyir saling senggol dengan sesekali menoleh ke belakang melirik sinis.

Bersambung

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Nasi Kotak   Bab 30 TAMAT

    NASI KOTAK BUATANKU DISHARE DI GROUP (TAMAT)Full Part"Cepetan ngomong, Bu! Lama.""Iya, nih. Biasanya kalau ngomentari orang cepet."Warga kembali riuh menunggu Bu Evi dan Bu Atik yang tidak segera bicara."Silahkan, siapa yang ingin bicara lebih dulu diantara kalian. Bu Evi atau Bu Atik," ucap Mas Ihsan.Bu Evi dan Bu Atik saling melempar pandang. "Saya yang akan bicara lebih dulu," terang Bu Atik.Dia berdiri dan berjalan mendekat ke arah kami duduk. Lalu membalikkan badan ke arah warga. Sebelum bicara, Bu Atik menatap semua orang yang ada di ruangan. Hingga akhirnya sebuah salam terucap mengawali pengakuan yang sebentar lagi akan didengar oleh warga dusun.Kakinya terlihat bergetar hebat. Sampai-sampai anaknya maju ke depan untuk memegangi tubuh Bu Atik. Kurang lebih lima belas menit Bu Atik mengakui semua perbuatan yang dia lakukan. Bahkan dia menjelaskan dengan detail bagaimana mereka memasukkan r*cun tikus di masakan yang dimasak Mbak Icik untuk Emak. Kami hanya bisa menge

  • Nasi Kotak   Bab 29

    NASI KOTAK BUATANKU DISHARE DI GROUP Setelah menunggu, akhirnya Ayah pun tiba bersama perempuan yang sebentar lagi akan terbongkar kebusukannya. Sikap Mama Ane terlihat biasa saja. Masih dengan gayanya yang modis dan raut wajah yang selalu menunjukkan keangkuhan. Apa Bu Evi memang belum memberitahu tentang kejahatan mereka yang sudah terbongkar? Baguslah. Biar menjadi kejutan yang indah. "Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam, Yah," jawabku dan Mas Ihsan yang menyambut Ayah di depan. "Ayah mau langsung melihat keadaan Emak. Boleh 'kan?" "Boleh, Yah. Ayo Suci antar ke kamar.""Pak Rudi, Bu Ane," sapa emak yang ternyata lebih dulu keluar kamar. "Assalamu'alaikum, Bu. Bagaimana keadaannya?" tanya ayah."Emak … kenapa tidak istirahat saja?" ucapku."Emak itu sudah tidak apa-apa. Badan juga sudah enakan. Masa' iya harus di kamar terus.""Alhamdulillah kalau keadaan Ibu sudah membaik.""Iya, Pak Rudi. Silahkan duduk! Mari Bu Ane."Aku menoleh ke arah Mama Ane yang sekedar basa-basi men

  • Nasi Kotak   Bab 28

    NASI KOTAK BUATANKU DISHARE DI GROUP "Apa? Seratus lima puluh juta? Uang sebanyak itu Bu Evi kantongi sendiri? Licik. Berarti saya cuma dimanfaatkan saja," protes Bu Atik.Bu Atik dan Bu Evi saling serang ucapan. Sikap mereka tak ubahnya kucing dan tikus. Lupa, kalau mereka satu geng yang sangat solid. Aku, Mas Ihsan dan Emak sengaja membiarkan keduanya berdebat sejenak. Sampai akhirnya suara mereka tidak terdengar lagi ketika Mas Ihsan mengajakku untuk melaporkan ke pihak berwajib. "Tolong, Mak. Jangan laporkan kami." Mereka menangkupkan kedua tangan sambil bersimpuh. "Ihsan, suruh mereka keluar dari kamar Emak.""Suci … Emak mau bicara sama kamu," ucap beliau ketika aku hendak keluar kamar mengikuti Mas Ihsan."Iya, Mak."Emak terdiam lalu menarik napas. "Masalah ini tidak perlu diperpanjang lewat jalur hukum.""Apa? Perbuatan mereka tidak bisa ditolerir lagi, Mak. Harus diberi efek jera agar berpikir dulu sebelum melakukan sesuatu. Apalagi menyangkut nyawa.""Emak tahu, tapi ….

  • Nasi Kotak   Bab 27

    NASI KOTAK BUATANKU DISHARE DI GROUP Tidak ada alasan menunda mengungkap kebenaran sesungguhnya. Setelah tadi Bu Atik terang-terangan bicara sendiri atas apa yang dia dan Bu Evi lakukan pada Emak, aku pun tidak tinggal diam. Jangan ditanya seberapa marahnya ketika aku mengetahui hal ini. Apalagi dalang dibalik semua adalah istri ayahku sendiri. —--------Mas Ihsan, Pak Kadus dan Mbak Icik melempar pandangan ke arahku. Mereka terlihat bingung ketika sengaja aku kumpulkan."Assalamu'alaikum." Salam dari luar. "Wa'alaikumsalam, masuk saja, Bu!" pintaku karena pintu memang terbuka lebar. Bu Atik masuk. Ternyata dia tidak datang sendiri. Melainkan bersama anaknya–Galih–ayahnya Putri. "Silahkan duduk," titahku."Ada apa ini, Dek?" Mas Ihsan mulai bicara. "Nanti Mas juga akan tahu. Kita masih menunggu seseorang lagi."Tadi malam aku bicara dengan Pak Marno dan Indah melalui sambungan telepon. Meminta mereka agar segera pulang dan mengantar Bu Evi ke sini. Dan tadi pagi-pagi sekali Pa

  • Nasi Kotak   Bab 26

    NASI KOTAK BUATANKU DISHARE DI GROUP POV EVIPonsel di tanganku seketika terlepas begitu saja. Tubuh ini serasa tak bertulang. Lemas. Suci … ternyata dia sudah mengetahui semuanya. Bu Atik, kamu. Kur*ng ajar."Ma, makanannya sudah datang. Buruan turun!" teriak Mas Marno dari lantai bawah. Selama di luar kota, kami menyewa sebuah villa milik teman Mas Marno. Aku sengaja mengajak semua orang rumah. Bahkan ART pun, untuk menghindari Suci dan Ihsan sementara waktu. Tapi ternyata semua sia-sia. Apa yang aku lakukan pada Emak telah diketahui oleh Suci. Sepertinya aku tidak usah pulang sekalian. Daripada nanti diseret ke pihak berwajib dan jadi cemoohan warga. Ya … lebih baik begitu."Ma … Papa panggil kok diam saja." Mas Marno datang ke kamar. "Mama tidak lapar," jawabku menahan kecemasan. "Lho, tadi katanya lapar. Gimana, sih, Mama ini.""Sudah, ya. Mendingan Papa keluar dan jangan ganggu. Mama pengen sendirian.""Terus tujuan Mama ngajakin liburan orang satu rumah dengan mendadak un

  • Nasi Kotak   Bab 25

    NASI KOTAK BUATANKU DISHARE DI GROUP "Emak sudah tidak apa-apa, Ci. Kamu dan Ihsan bisa balik lagi untuk mengurus hotel.""Tidak, Mak. Kami akan menunggu sampai Emak benar-benar sehat dan mengajak tinggal di sana," sahutku sambil memberikan obat."Benar kata Suci. Emak harus ikut kami. Ihsan tidak akan meninggalkan Emak sendirian lagi," sambung Mas Ihsan."Kejadian ini tidak bisa dianggap sepele. Jelas ada orang yang ingin mencelakai Emak. Suci akan mencaritahu siapa pelakunya."Terdengar ketukan pintu belakang yang menghentikan obrolan kami. Aku pun segera beranjak untuk melihat siapa yang datang. "Mbak Icik?""Saya buatin bubur dan terik tahu untuk Emak," terangnya sambil menunjukkan dua buah rantang. "Masuk saja, Mbak! Emak ada di kamar."Mbak Icik masuk dengan ragu-ragu. "Tidak apa-apa. Ayo, Mbak!" ajakku."San," sapa Mbak Icik.Mas Ihsan mengangguk dengan tatapan datar dan angkuh.Aku paham kenapa sikapnya seperti itu. Sebenarnya Mas Ihsan juga tidak bisa menyalahkan Mbak Ic

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status