Share

Nature Squad
Nature Squad
Penulis: seni_okt

Bab 1-Spidol Merah

"Aden nya belum pulang, Non," kata Teti, pekerja di rumah keluarga Aprilio, “mau nunggu di kamar aden saja?”

"Tidak apa-apa Bi, aku tunggu di sini saja," balas Rain dengan ramah.

"Non mau minum apa? Biar Bibi buatkan," tanyanya menawarkan barangkali gadis cantik itu haus atau menginginkan sesuatu.

"Minuman paling sehat pastinya Bi," jawab Rain menjeda perkataannya, "air putih."

Teti langsung mengangguk lalu setelah itu pergi ke dapur untuk membuatkan pesanan dari sahabat majikannya. Rain mendengkus seraya mengerucutkan bibirnya.

Ya, gadis cantik itu saat ini berniat bercanda, tetapi nyatanya tidak berpengaruh apa-apa pada wanita setengah abad itu.

"Menyebalkan. Sepertinya aku memang tidak berbakat ngelucu." Monolog gadis itu masih memasang wajah kesalnya.

Beberapa menit kemudian Teti sudah kembali dengan membawa segelas air putih dan juga beberapa camilan. Mood gadis itu yang awalnya buruk tiba-tiba kembali baik setelah Teti membawakan camilan kesukaannya. Apa lagi kalau bukan brownis coklat.

Setelah sebelumnya mengucapkan terima kasih, dalam hitungan detik ia langsung mengeksekusinya sembari menonton acara TV.

"Eh, ada Rain," ujar Dewi, ibunya Samudra yang baru keluar dari kamarnya dengan sebelah tangan menarik koper besar berwana hitam.

"Cari Sam?" tanya Dewi setelahnya.

"Hehe ... iya, Tan." Jawab Rain sembari mengusap tengkuknya yang tertutupi oleh rambut hitam panjangnya.

"Tadi, Sam pamit mau ke Alfa. Katanya mau beli camilan, paling sebentar lagi juga pulang. Kamu tunggu di atas saja," suruh wanita paruh baya tersebut.

"Tidak apa-apa Tan, aku tunggu di sini saja," tolak Rain dengan sopan.

Mana mungkin ia menunggu di kamar pemuda itu. Walaupun mereka telah bersahabat cukup lama bahkan keluarga mereka juga sudah sangat dekat, tetapi baik Rain maupun Samudra sangat pantang melakukannya.

"Ya sudah kalau Rain mau tunggu di sini, tapi maaf ya Tante tidak bisa temani. Tante harus pergi ke Surabaya." Balas Dewi yang sudah siap dengan koper besarnya serta sesekali melirik jam tangan yang melingkar indah di pergelangan tangannya.

"Anggap saja rumah sendiri ya, Sayang." Lanjutnya seraya mengusap lembut surai panjang gadis itu yang dibiarkan tergerai.

"Siap Tante." Gadis itu mengangkat tangannya membuat gerakan hormat, kemudian kembali dengan camilan-camilan di depannya.

Karena sudah bosan menunggu, Rain merebahkan tubuh mungilnya di sofa dan dalam hitungan menit ia sudah pergi ke alam bawah sadarnya.

***

“Assalamualaikum, Sam pulang,” ucap pemuda itu seraya berjalan santai ke dalam rumah sembari menjinjing sekresek besar berbagai camilan yang ia beli.

Samudra mendengkus kala tidak ada seorangpun yang menjawab salamnya. Pemuda itu yakin jika ibunya telah berangkat ke Surabaya seperti yang ibunya katakan tempo hari padanya, sedangkan Bi Teti pasti sedang berada di dapur.

“Huh, sudahlah lebih baik aku ke kamar saja,” pikir Samudra.

Namun, saat di ruang keluarga ia melihat televisi menyala dan seseorang yang sudah tertidur di atas sofa.

“cantik,” gumam Samudra seraya memperhatikan bagaimana damainya gadis itu tertidur.

Namun, hanya beberapa detik ia memperhatikannya. Karena setelah itu ia pergi ke atas untuk mengambil sesuatu dan kembali ke bawah setelah menemukan barang yang dicarinya.

“Aku akan membuat karya terbaik di sini,” ucap Samudra menahan agar tidak tertawa saat melakukan aksinya.

Pemuda itu mencoret-coret wajah Rain menggunakan spidol merah dan gadis itu sama sekali tidak menyadarinya.

***

"Selamat pagi  Tuan Putri," sapa Samudra memberikan senyuman terbaiknya.

"Ukh … selamat pagi? Ini sudah sore astaga," balas gadis itu masih setengah sadar.

Pemuda itu mendengkus seraya menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa. "Sudah tahu sore kenapa Anda malah tidur?"

"Saya kan menunggu Anda!" Jawab Rain mengikuti gaya bicara pemuda itu kemudian bangun merubah posisinya menjadi duduk berhadapan dengan Samudra.

"Lagi pula pergi ke Alfa saja seperti pergi ke hutan belantara … lama." Protes Rain sembari mengerucutkan bibirnya.

Lagi-lagi pemuda itu hanya mendengkus serta mencondongkan tubuhnya ke arah gadis di sampingnya. "Pasti lagi kesal sama abang kamu kan?" tebaknya.

Gadis itu sama sekali tidak berminat untuk menjawab pertanyaannya. Ia hanya diam kemudian sedetik kemudian merebut bingkisan yang ada di tangan pemuda itu dan membuka camilan tersebut lalu memasukannya ke dalam mulutnya.

"Ok, karena kamu diam berarti aku anggap jawabannya iya," putus Samudra.

"Iya. Puas?" jawab sekaligus tanya Rain dengan mulut yang masih penuh dengan makanan.

"Sudah sana pulang! Ini rumah bukan tempat wisata yang bisa menghilangkan bad mood." Timpal Samudra seraya merebut kembali bungkus makanannya.

"Ngusir?" tanya Rain bertambah kesal, tetapi masih mencoba untuk menahannya.

"Iya," jawab Samudra dengan nada datar.

Gadis itu mendengkus sembari menghentakkan kakinya ke lantai. "Sam nyebelin!"

Setelah memastikan gadis itu benar-benar telah pergi, Samudra tertawa terbahak-bahak membayangkan hasil karyanya di wajah gadis itu.

***

Rain pergi dari rumah pemuda itu dengan perasaan marah dan juga kesal. Belum juga kesalnya pada sang kakak hilang kini harus ditambah lagi dengan sikap menyebalkan pemuda itu.

Rain kesal pada kakaknya karena tadi pagi dia meninggalkannya hanya karena Rain terlambat bangun, dan akibat kelakuan sang kakak ia jadi terlambat sekolah serta mendapat hukuman membersihkan perpustakaan yang luasnya seperti dua ruang kelasnya.

"Mbak Rain?" tanya ojol ketika melihat seorang gadis cantik berpenampilan sedikit aneh sedang berdiri di depan gerbang rumah seseorang.

"Iya. Gas, Mas," ujar Rain jutek, lalu langsung mengambil helm dari ojol tersebut serta naik ke atas motor.

"Mbak, maaf, itu mukanya kenapa?" tanya ojol dengan hati-hati.

"Mas bisa langsung jalan saja tidak? Saya sedang tidak mood menjawab pertanyaan Mas nya," balas gadis itu masih saja dengan nada jutek.

Ya, mungkin ini salah satu sifat buruknya. Marah kepada siapapun jika perasaannya sedang buruk.

Di dalam pikirannya Rain hanya ingin cepat sampai rumah lalu diam di dalam kamar, berharap tidak bertemu dengan kakaknya ataupun Samudra.

***

"Mbak," panggil mas ojol setelah mereka sampai ke tempat tujuan.

"Kembaliannya ambil saja," kata Rain hendak masuk ke dalam rumah.

"Eeuuu ... bukan seperti itu Mbak, tapi itu …." Mas ojol menunjuk helm putih yang masih terpasang di kepalanya.

Rain langsung mengikuti arah tunjuk mas ojol tersebut. Setelah menyadari ada sesuatu di atas kepalanya ia langsung berdeham seraya langsung melepaskannya dan buru-buru masuk karena tidak mau malu lebih dalam lagi.

Ternyata keadaan tidak berpihak kepadanya. Baru membuka pintu ia sudah disambut oleh suara tertawa keras Dirgantara, sang kakak.

"Ih sudah gila ya? Diam! Tidak ada yang lucu. Aku masih kesal ya sama Bang Di," ujar Rain memasang wajah galaknya.

"Kamu habis main di TK mana?" tanya pemuda yang dianggil Bang Di, atau lebih tepatnya Dirgantara.

"Apaan sih tidak jelas!" sewot Rain seraya ingin naik ke atas untuk segera masuk ke dalam kamarnya.

"Ya ampun ngegas mulu. Ngaca sana!" Perintah pemuda bertubuh jangkung itu sembari menunjuk cermin dengan dagunya.

Gadis itu memutar bola matanya dengan malas seraya mengikuti perintah dari sang kakak dan saat pantulan wajahnya terlihat di cermin, mata Rain membulat sempurna ketika melihat wajah cantiknya penuh dengan coretan abstrak.

Rain langsung tahu siapa yang melakukan ini padanya. Dan dugaannya tepat sekali ketika ponselnya berbunyi tanda ada pesan masuk. Rain mengeceknya dan tertulis nama Samudra di sana.

Sam si jail |18:00

Gimana mahakaryaku? Bagus kan?

Melihat ekspresi sang adik, Dirgantara langsung memundurkan langkahnya untuk melindungi gendang telinganya.

“Satu … dua … tiga,” hitung pemuda itu.

"Samudra!" Teriak Rain kepada ponsel malangnya yang tidak bersalah karena harus menjadi pelampiasan kemarahan gadis cantik itu. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status