Home / Lainnya / Nature Squad / Bab 2-It's okay to not be okay

Share

Bab 2-It's okay to not be okay

Author: seni_okt
last update Last Updated: 2021-05-12 15:03:51

Jam istirahat telah berbunyi, semua siswa-siswi berhamburan keluar kelas.

Ada yang pergi ke kelas gebetan, ada yang memilih pergi ke perpustakaan, ada yang memilih bergosip di kelas serta 90 persen pergi ke kantin untuk menenangkan cacing-cacing yang sudah berdemo di dalam perut, dan itu yang Nature Squad lakukan setiap jam istirahat."

Bu, baksonya 5, es teh manisnya 5 jangan pakai es." Samudra sedang memesankan menu untuknya dan juga teman-temannya.

"Maksudnya gimana?" tanya ibu kantin dengan ekspresi bingungnya.

"Hmm sudah Bu, bakso sama teh manisnya 5," balas Bintang membenarkan pesanannya.

Setelah mengerti dengan apa yang dipesan ibu kantin itu langsung pergi untuk membuatkan pesanan mereka.

"Astaga parah banget ibu kantin saja dikerjain," lanjutnya, sedangkan Samudra hanya tertawa seperti biasanya.

Ya, pemuda itu memang paling ceria dan seperti tidak memiliki beban hidup.

Tampan, kaya, memiliki keluarga yang sangat harmonis dan memiliki otak yang cerdas.

Jika seorang manusia setelah mati bisa berekarnasi, maka mereka pasti menginginkan menjadi pemuda itu.

Apa yang harus dikhawatirkan untuk seorang Samudra? Mungkin itu yang dipikirkan semua orang tentang bagaimana enaknya menjalani kehidupan seperti Samudra.

"Eh, tumben adikmu belum terlihat batang hidungnya," ujar Samudra dengan kedua bola mata yang bergerak-gerak mencari keberadaan seseorang.

"Aku ini kakak kelasmu. Jadi sopan sedikit bisa? Panggil aku Kak Dirga," protes Dirgantara sifat seniornya mulai datang kembali.

"Malas. Kalau manggil Abang baru mau." Timpal Samudra seraya menaik-turunkan kedua alisnya untuk menggoda salah satu sahabatnya itu.

Dirgantara berdecak. "Sejak kapan aku punya adik sepertimu?"

"Di masa depan," Jawab Samudra seraya menopang sebelah pipinya dengan tangan lalu tersenyum aneh kala wajah Rain mulai menari-nari di atas kepalanya.

"Aaw!!" Injakan seseorang menyadarkan lamunan indahnya. Samudra berteriak sembari memegangi kaki kirinya yang sedikit berdenyut-denyut.

"Itu buat balasan kemarin." Setelah menginjaknya, Rain si pelaku langsung menjatuhkan bokongnya ke kursi di belakangnya.

Yang lainnya nampak bingung kecuali Dirgantara yang sudah tertawa mengingat bagaimana wajah konyol adiknya kemarin.

"Aaw!! Kok aku juga?" Tanya sekaligus pekiknya sembari memegangi kaki kanannya yang juga diinjak oleh Rain.

"Karena Bang Di udah ketawa." Jawab gadis itu seraya membenarkan rok sekolahnya yang sedikit terangkat.

Tidak lama kemudian ibu kantin datang membawa pesanan mereka. “Silakan.”

"Kok aku tidak kebagian?" tanya Rain sadar tidak mendapatkan jatah.

"Pesan sendiri." Balas Dirgantara langsung menyantap baksonya tidak memedulikan ekspresi adiknya yang meminta makanan-makanan di depannya.

Rain mendengkus seraya mengerucutkan bibirnya. "Kenapa Rain tidak di pesankan sekalian. Ih kalian sungguh menyebalkan."

"Ya sudah nih kamu makan punya aku saja." Tawar Baskara seraya menyodorkan mangkuk miliknya.

Senyum Rain langsung mengembang melihat mangkuk bakso di depannya. Kemudian dengan cepat ia mengambil mangkuk tersebut.

"Babas memang yang paling baik," ucapnya pada Baskara atau mereka lebih senang memanggilnya dengan sebutan Babas.

"Eh, sudah lama nih kita tidak main ke basecamp. Ke sana yuk!" ajak Angkasa yang sudah menghabiskan sepotong baksonya.

"Boleh tuh, bosan juga di Rumah terus," balas Dirgantara dengan potongan bakso di dalam mulutnya yang belum sempat ia telan sepenuhnya.

"Yang lainnya gimana?" tanya Angkasa lagi meminta pendapat dari sahabat-sahabatnya.

"Ayo. Itu bukan ide yang buruk." Setelah melihat pemandangan yang membuatnya sedikit panas, Samudra kembali mengeluarkan suaranya.

Sementara yang lainnya hanya mengacungkan jempolnya tanda mereka setuju.

"Eh, Rain, sebelum ke basecamp, kamu ke supermarket dulu jangan lupa." Ingat Angkasa mengingatkan tugas gadis itu.

"Iya, tapi aku tidak mau pergi sendiri," pinta Rain secara halus meminta ditemani berbelanja.

"Siap. Nanti aku yang menemanimu," ucap Samudra menawarkan diri atau lebih tepatnya percaya diri gadis itu mau berbelanja dengannya.

"Tidak mau!" Tolaknya dengan cepat. Ia masih kesal dengan kejahilan pemuda itu.

"Aku mau pergi sama Babas saja." Lanjutnya seraya mengedipkan sebelah matanya pada Baskara dengan cepat sehingga terlihat begitu menggemaskan dan menghidupkan api di hati Samudra.

"Kenapa aku?" tanya Baskara gelagapan karena tingkah menggemaskan gadis itu sudah berhasil membuat jantungnya berdebar cepat.

"Astaga, kenapa kamu begitu menggemaskan, Rain?" pikirnya.

"Iyakan saja Bas," suruh Angkasa yang sudah tahu bagaimana sifat sahabat cantiknya itu jika sudah memiliki keinginan.

Setelah pemuda itu berhasil mengendalikan jantungnya. Ia hanya menganggukkan kepalanya. "Ya sudah, iya."

"Nah gitu dong." Rain tersenyum penuh kemenangan.

"Terus Bintang bawa gitar, Dirga bawa bola basket." Ingat pemuda itu lagi.

Angkasa sudah seperti seorang pemimpin di Nature Squad tersebut.

"Dan aku mau kali ini semuanya ikut main." Lanjutnya sembari melirik Samudra yang sedang asyik dengan baksonya.

***

"Stop! Stop!!" Pinta Samudra seraya membungkukkan badan dengan napas yang terengah-engah karena terlalu lelah bermain.

"Ah elah, padahal sebentar lagi masuk," protes Dirgantara yang sudah siap untuk mencetak poin.

Tanpa berkata apapun lagi, pemuda itu keluar dari lapangan dan langsung berlari masuk ke dalam Basecamp.

"Baru juga setengah jam." Kini giliran Bintang yang mengeluh karena sifat semaunya Samudra.

"Pasti mau berduaan sama si Rain tuh," tebak Angkasa menimpali.

Seperti yang direncanakan kemarin, mereka pergi ke basecamp untuk bermain basket dan lagi-lagi Samudra menghindar dari permainan bola memantul itu.

Rain sedang membuat roti bakar di dapur, gadis itu dikejutkan dengan kedatangan Samudra yang tiba-tiba.

"Eh badut ancol, badut ancol! Gak bikin orang kaget bisa?" Rain terperanjat saking terkejutnya dengan kedatangan pemuda itu.

Tidak seperti biasanya Samudra hanya melewatinya begitu saja dan masuk ke dalam kamar mandi kemudian menguncinya dengan cukup keras.

"Tumben." Gadis itu merasa keheranan dengan sikap pemuda itu yang terlihat sangat aneh.

"Woy di dalam ngapain saja sih? Lama banget," teriak Rain dari luar.

Beberapa menit kemudian Samudra keluar. Pemuda terlihat tidak bersemangat, bahkan biasanya ia sangat senang menggoda gadis di depannya itu kini hanya diam dan justru langsung pergi begitu saja.

"Ih dasar aneh." Cibir Rain mengerucutkan bibirnya karena merasa diabaikan.

***

"Saatnya camilan." Teriak Rain membawa sepiring roti bakar yang baru saja keluar dari panggangan.

"Akhirnya." Angkasa mengelus perutnya yang sudah berbunyi minta diisi.

"Si Sam mana?" tanya Baskara yang sedari tadi hanya menjadi pendengar saat sahabat-sahabatnya bercerita.

"Emang dari tadi tidak sama kalian?" Tanya gadis itu sembari menaruh roti bakar di atas meja.

"Tidak. Tadi kan dia masuk ke dalam. Aku pikir sama kamu." Bukan Baskara yang menjawab melainkan Bintang.

"Sudah paling dia pulang duluan dan tidak sempat pamit." Timpal Dirgantara menyomot satu roti bakar yang sedari tadi seperti melambai-lambai padanya meminta untuk di makan.

"Tapi, tadi sikapnya beda Bang Di. Lagi pula itu motornya saja masih ada di depan," kata gadis itu seraya menujuk kuda besi yang masih terparkir di luar bersama kuda besi yang lainnya.

"Beda gimana?" tanya Bintang menjadi penasaran dengan ucapan gadis itu.

"Biasanya kalau aku bercandain tuh dia suka balas, tapi ini tidak. Dia langsung pergi begitu saja." Rain membuang napasnya saat mengingat kejadian tadi.

Andai saja ia peka bahwa pemuda itu berbeda dari biasanya, mungkin ia tidak akan mengajaknya bercanda.

Rain bodoh, pikirnya.

"Apa lagi ada masalah ya?" Pikir Angkasa. Karena sejak bermain basket pun pemuda itu lebih banyak diam dan berulang kali meminta berhenti.

"Bintang cari solusi dong. Ayo keluarkan otak jeniusmu itu," lanjutnya meminta pendapat dari pemuda terpintar di perkumpulan mereka.

Bintang menepuk-nepuk hidungnya dengan jari telunjuk, menandakan sedang berpikir keras.

Namun, kali ini dia benar-benar tidak mendapatkan ide, kejeniusannya seakan hilang secara tiba-tiba.

"Coba telepon," saran Baskara.

"Ah ide bagus tuh." Balas Rain langsung mengeluarkan ponselnya.

Dreett! Dreett!

"Eh ponsel siapa itu yang bunyi?" Tanya Bintang celingukan mencari sumber suara tersebut.

"Jangan-jangan--" kata mereka secara bersamaan.

Apakah pikiran mereka semua sama?

Mereka pun mencari asal suaranya dan sampailah di ruangan yang biasa menjadi tempat Rain beristirahat.

Saat membuka pintu, mata mereka membulat sempurna lalu mempercepat langkahnya untuk melihat dalam jarak yang lebih dekat.

"Tuh kan dugaanku benar," celetuk Dirgantara ketika melihat seseorang yang sedari tadi mereka cari sedang terlelap di atas kasur kecil di ruangan tersebut.

"Woy! Bangun!" Angkasa memukul pelan lengan Samudra.

"Kok tidak bangun-bangun sih?" tanya Rain masih tampak khawatir pada pemuda itu.

"Sam." panggil gadis itu pelan seraya menyentuh punggung tangannya yang terasa dingin.

Mata Samudra mulai terbuka lalu mengerjapkannya beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam retina matanya.

"Giliran dia yang panggil langsung bangun." Dumel Angkasa seraya berkacak pinggang.

"Sam, kamu tidak apa-apa?" tanya gadis itu sama sekali tidak mengindahkan dumelan salah satu sahabatnya.

Samudra masih terdiam, beberapa detik kemudian ia meringis dan perlahan-lahan kelopak matanya kembali tertutup rapat. Sontak semua yang ada di sana menjadi panik, terlebih Rain yang kini sudah menangis.

"Eh nih anak kenapa? Sam bangun! Sam!" Baskara menepuk-nepuk pipinya pelan, "bangun! Sumpah ini gak lucu Samudra!!"

"Eh ini dia beneran pingsan?" tanya Angkasa dengan wajah yang berubah panik.

"Iya lah bego!" balas Dirgantara tidak kalah paniknya.

"Panggilkan ambulance!" Perintah Rain seraya terus menggenggam erat tangan dingin pemuda itu.

"Sam kamu kenapa?" racaunya.

Baru saja Bintang akan menelpon ambulance, mereka kembali dikejutkan oleh teriakan seseorang.

"Prank!!" teriak Samudra membuat semua yang ada di sana terlonjak kaget.

"Kamu menipu kita?" marah Bintang tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.

"Sama sekali tidak lucu bangsat!" marah Baskara mengeluarkan bahasa kasarnya, mungkin mewakili yang lainnya.

Pemuda itu tertawa terpingkal-pingkal melihat wajah panik para sahabatnya. "Bodoh. Kalian gampang banget ditipu."

Mereka langsung pergi meninggalkannya dengan perasaan kesal yang menggunung.

Perlahan tawa Samudra berhenti dan sorot matanya berubah menjadi sendu.

Ia lelah terus berpura-pura baik-baik saja.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Nature Squad   Bab 56-Aku Jatuh Cinta

    Setelah pulang dari sekolah, Samudra kembali mengantar gadis itu ke rumah sakit tempat gadis itu dirawat. Lelaki itu mencium tangan ibunya Viola ketika berpapasan di depan ruangan yang gadis itu tempati. Samudra meminta maaf karena mengajak Viola pergi sampai senja seperti ini. Namun, bukannya memarahinya, wanita paruh baya itu jusrtu mengucapkan terima kasih padanya karena telah membuat senyum putrinya kembali. Setelah itu Samudra pamit pulang. Lagi pula gadis itu sebentar lagi harus meminum obatnya dan beristirahat. Saat dilorong rumah sakit tiba-tiba ia menyandarkan tubuhnya ke dinding saat dadanya terasa sakit, napasnya sesak dan pandangannya tampak kabur. Samudra tidak dapat menyangkal bahwa tubuhnya kelelahan, bahkan lelaki itu lagi-lagi melupakan obat yang harus dikonsumsinya. Ia berjalan dengan langkah terseok-seok sembari sebelah tangannya digunakan untuk berpegangan pada apapun yang bisa menahan beban tubuhnya. Namun, semakin lama Samudra me

  • Nature Squad   Bab 55-Menciptakan Memori (bagian 2)

    Setelah menempuh perjalanan selama dua puluh menit akhirnya mereka telah sampai ke sebuah bangunan yang tidak asing bagi Samudra, tetapi asing untuk gadis itu. Ya, mereka berdua kini sedang berada di sekolah lelaki itu sekarang. Viola menatap bangunan megah itu dengan mata yang berbinar. Senyuman indah itu tidak pernah luntur dari wajah pucatnya. “Ayo masuk!” Ajak Samudra seraya menggandeng tangannya. Viola menarik tangannya membuat lelaki itu mengerutkan keningnya. Bingung melihat wajah Viola yang terlihat cemas. “Apa mereka tidak akan mengusirku? Aku bukan siswi di sini,” ucap gadis itu menundukkan kepalanya. “Ya ampun aku pikir kenapa,” saut Samudra, “tenang saja ada puluhan siswi yang bersekolah di sini. Mereka tidak mungkin sadar kalau kamu bukan salah satu siswi di sini.” “Kamu yakin?” tanya gadis itu masih cemas akan ketahuan. “Ya,” jawab Samudra seyakin mungkin, “ayo akan aku buktikan.” Lanjutnya kembali menggenggam tan

  • Nature Squad   Bab 54-Menciptakan Memori (bagian 1)

    Setelah pulang sekolah Samudra tidak langsung pulang ke rumahnya ataupun pergi bersama anak-anak Nature Squad seperti yang selalu mereka lakukan. Lelaki itu pergi untuk menemui teman barunya, Viola, gadis yang sempat ia pikir sebagai laki-laki botak yang hendak bunuh diri. Tok tok tok! “Masuk,” ucap seorang wanita paruh baya dari dalam. Samudra menyembulkan kepalanya seperti seorang anak kecil yang sedang bermain petak umpet. Baik wanita paruh bay aitu ataupun gadis cantik yang sedang duduk di kursi roda sama-sama tidak bisa menyembunyikan tawanya melihat kelakuannya yang menggemaskan. “Ayo masuk, Nak Sam,” ujar wanita paruh baya itu lagi yang tidak lain adalah ibu dari Viola. Ia sudah cukup tahu siapa lelaki yang mengaku sebagai teman putrinya itu dan ia juga senang karena kehadiran Samudra, putrinya terlihat lebih ceria dan banyak tersenyum. Lelaki itu langsung masuk dan tidak lupa untuk menutup pintunya kembali. Kemudian ia

  • Nature Squad   Bab 53 |Restu

    Sam dan Viola sama-sama menatap ke depan, melihat orang-orang yang berjalan ke sana ke mari. "Kamu serius mau menjadi bapak peri untukku?" tanya gadis itu membuat kening pemuda itu berkerut. “Bapak peri?” tanya Samudra tidak mengerti. “Bukankah kamu tadi mengatakan akan menciptakan memori indah untukku? Kupikir kamu seperti ibu peri dalam cerita dongeng, tapi berhubung kau seorang laki-laki jadi kau bapak, bukan ibu,” jawab gadis itu membuat Samudra membuka mulutnya tidak percaya bisa bertemu dengan gadis sepolos dirinya. “Iya.” Jawab pemuda itu seraya menganggukan kepalanya ke atas dan ke bawah. "Caranya?" tanya Viola lagi. Pemuda itu kembali melangkahkan kakinya seraya mendorong kursi roda Viola, lalu dia duduk di salah satu kursi panjang dan menatap mata gadis itu dengan serius. "Mimpimu apa?" tanyanya. "Hah!" Viola mengerjap beberapa kali ketika mata mereka beradu. Dia merasa sangat gugup di tatap seperti itu.

  • Nature Squad   Bab 52-Bapak Peri

    Hari ini Baskara sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit begitu pun dengan Bianca. Nugroho dengan cekatan menjadi ayah sekaligus ibu yang baik untuk kedua anaknya. Bianca yang melihat perubahan dari ayahnya itu merasa sangat bahagia sampai menitihkan air mata karena terharu, sementara Brisia tidak tau entah ke mana. Wanita itu tidak ikut menjemput kedua saudaranya."Kak Brisia mana Yah?" tanya Bianca."Entahlah. Mungkin Kakakmu sedang sibuk dengan urusannya," jawab pria dewasa itu seraya fokus menyetir.Baskara menatap kakaknya dengan tatapan penuh kasih sayang, sedari tadi dia terus menggenggam tangan Bianca tanpa mau melepaskannya."Kak, kepalanya masih sakit?" tanya pemuda itu khawatir."Sedikit," jawab Bianca sembari memegang perban yang terlilit di kepalanya."Jangan cemas! Kakak tidak apa-apa," lanjutnya tidak ingin membuat sang adik cemas.Nugroho yang sedang fokus menyetir, mengintip ke harmonisan kakak beradik itu lewat k

  • Nature Squad   Bab 51-Botol Harapan

    Uhuk! Uhuk!Sedari tadi Rita terus batuk-batuk, dia merasakan seluruh badannya tidak enak dan suhu tubuhnya sedikit hangat, sepertinya wanita itu terserang demam.Bintang yang menyadarinya langsung pergi ke dapur untuk membuatkan sup jagung kesukaan ibunya. Namun, setelah masakannya jadi dan siap untuk di antarkan dia baru menyadari bahwa ibunya tidak mungkin memakannya jika Bintang yang memberikannya.Lantas pemuda itu kembali ke atas untuk meminta bantuan Bima untuk mengantarkannya dan meminta merahasiakan bahwa sup ini Bintang yang membuatnya.Awalnya Bima tidak setuju, tetapi setelah dia melihat sorot mata adiknya, dia pun luluh.Tok tok tok!Bimamengetuk pintu kamar ibunya dengan membawa semangkuk sup jagung yang dibuatkan Bintang. Wanita itu tersenyum ketika melihat putra kebanggaannya datang."Makan dulu, Ma," ucap pemuda itu sembari duduk di pinggir tempat tidur siap menyuapi sang ibu.Wanita itu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status