"Masi kuat?" tanya Reno melihat Nayla seperti kelelahan berjalan.
"Kuat kok," jawab Nayla, ada perasaannya yang berkecamuk.
Sampai di vila Nayla mendapatkan pandangan sinis dari Ellena dan anggota wanita yang lain. Tina juga tidak seberapa suka melihat kedatangan Nayla. Hanya Rangga yang masih mensyukuri kedatangan mereka dengan selamat.
"Jadi cewek murahan banget sih? Ngapain lo nyamperin cowok, gatel lo? Sini biar gue garuk sekalian dengan muka lo." Kalau bukan sedang di hutan, mungkin ucapan Ellena lebih parah lagi.
Abel menarik tangan Ellena untuk tidak menyentuh Nayla yang mematung di depan mereka. Cewek itu terlihat kelelahan membuat Abel kasihan.
"Mendingan kita ke api unggun, anak-anak udah pada nungguin," ajak Abel.
"Tugas
Sudah beberapa waktu yang lalu saat Raka mengambil ciuman pertama Nayla. Rasanya baru kemarin, mengingatnya saja pipi Nayla merona. Cewek itu menatap kepala sekolah dengan mata kosong. Suara pidato kepala sekolah yang bertele-tele itu terdengar seperti alunan musik di telinga Nayla. "Saya himbau semua murid pastikan mengikuti peraturan sekolah dengan sebaik-baiknya." Pak Bakri menatap seluruh siswa di depannya dengan semangat. Namun, kebanyakan siswa melotot tapi arwah sudah pergi entah kemana. "La..." panggil Beca di sampingnya dengan nada pelan. Berulang kali Beca memanggil, gadis itu tetap mengawang-awang, Beca mencubit tangan Nayla. "Auhh! Sakit Becak!" maki Nayla, pelan dan tajam. Cubitan pedas Beca membuyarkan lamunannya. "Dari tadi gue panggil nggak denger. Melamun lo ya? Sepatu lo bego! N
Setelah upacara selesai Nayla langsung menghadap Bu Maya di ruang guru. Tampak beberapa guru sedang berbincang dengan tamu mereka. Matanya tertuju pada sepasang suami istri yang berpakaian formal dan elegan itu. Wanita paruh baya itu tersenyum padanya saat mata mereka bertemu, sangat anggun dan laki-laki paru baya itu juga terlihat berwibawa. Nayla menunduk saat wanita itu melihat sepatunya. Dengan malu-malu Nayla berjalan ke arah Bu Maya. "Kamu lagi, kamu lagi! Saya sampai hapal. Hari ini kamu saya biarkan, karena sekarang ada tamu. Sana kembali ke kelas. Ini terakhir peringatan dari saya buat kamu." Peringatan keras dari Bu Maya. "Makasih Bu. Permisi." Nayla menunduk dengan lemas. 'Kamu lagi, kamu lagi' serasa dirinya si biang onar. Nayla mengumpat dalam hati. Untung ada tamu
Bagas masuk ke dalam kamar Nayla setelah mengetuk pintu berulang kali baru adiknya itu bersuara. Ternyata Nayla sibuk mengobrak-abrik seisi lemari mencari dress yang cocok untuk dipakai. "Kata Beca lo mau ke party ya?" tanya Bagas yang tidak direspon adiknya, "Udah bilang Mama sama Papa belum lo? Gue anterin ya, sekalian mau jalan sama Beca." Nayla menarik nafas melihat Bagas, "Beca lo jadiin spy ya? Selalu aja lo tau urusan gue." Bagas tertawa mendengar ucapan Nayla. "Gak usah ka Bagas. Gue nggak mau ganggu acara kalian," sahut Nayla yang masih memilih dress. Tadinya Nayla juga mengajak Beca, tapi karena udah janjian sama Bagas. Beca menolak, dengan dramanya. "Lo pergi sendiri?" Bagas masih belum puas. "Nggak. Rangga yang jemput." "Yakin pergi sama Ran
Suara music dan lampu yang berkedip-kedip membuat club itu semakin gemerlap, salah satu yang mencerminkan dunia malam, hiruk-pikuk dunia malam semakin menjadi saat DJ dan alkohol sudah menyatu."La! Pokoknya lo jangan macem-macem di sini, soalnya gue yang disuruh tanggungjawab sama bonyok lo," ucap Rangga memperingati Nayla sambil masuk."Iya bawel!"Mata Nayla membesar, kepala reflek mengikuti alunan music. Nayla dan Rangga masuk diantara kerumunan manusia yang lagi asyik bergoyang. Ini pertama kali Nayla melihat suasana seperti ini. Tiba-tiba matanya tertuju pada DJ cantik yang sedang bermain di atas panggung. Semakin dilihat semakin Nayla merasa mengenali wajah itu."LA! DJ-NYA TINA? ITU TINA KAN?" ujar Rangga yang duluan sadar kalau DJ itu Tina. Nayla tertegun, selama ini ternyata banyak yang tidak diketahui Nayla. Sebagai sahabat Tina. Sangat mengejutkan Tina benar-benar lincah. Nayla bangga punya tem
"Boleh kenalan nggak? Lo anak kuliah? Muka lo babyface banget kalau anak kuliah," ucap Barry, dari tadi ia tidak melepaskan pandangannya dari Nayla.Nayla tidak menjawab. Ia merasa risih dengan tatapan menyebalkan cowok di sebrangnya itu. Namun saat Nayla mengalihkan pandangannya, Raka sudah berjalan ke arahnya dengan pandangan tajam dan tidak suka. Membuat jantung Nayla tidak tenang."Biasa aja mata lo boy! Dia cewek gue," ucap Raka, kini ia sudah berdiri di depan mereka."Oh, sorry Rak. Gue nggak tau." Barry menelan ludah melihat tatapan tajam Raka. Lalu memegang lehernya. Ia berjalan meninggalkan mereka, karena sayang lehernya.Nayla memberanikan diri menatap Raka. Bibirnya keluh, tak berani berucap. Beginikah cara Doni memberikan surprise. Kenapa suasananya jadi horor."Siapa yang nyuruh kamu dateng?" tanya Raka dengan tidak suka
"Heh! Jangan kurang ajar ya!" teriak Ellena pada cowok yang menyentuh pinggangnya. Ellena berhenti menari menatap penuh kemarahan pada Roy yang mulai berlaku kurang ajar, mungkin Roy sudah terpengaruh dengan alkohol.Tak menghiraukan dengan teriakan Ellena, Roy kembali menyentuhnya dan memaksa untuk menari bersama. Ellena punya body yang sangat membuat Roy tidak tahan untuk mendekati. Bibir merah yang seperti di filter itu membuat Roy semakin bernafsu.Ellena sudah menjauh dari pandangan Roy. Tapi cowok itu tetap saja mengikuti.Roy semakin hilang sadar saat Ellena berdiri, lekukan tubuhnya mengikuti dress mini. Mata Roy liar memandangi setiap bagian tubuh Ellena yang membuatnya bergairah.Tangan kanannya bergerak begitu saja menyentuh bagian paha Ellena, bagian yang mulus dan putih itu seakan menyapa matanya yang genit."Anjing! Lo jangan kurang ajar Roy!"Jeritan Ellena
"Dasar brengsek!" hardiknya dengan wajah kesal. Nayla melangkah dengan cepat. Ia tidak perduli orang yang melewatinya menatapinya. Sepanjang perjalanan tak henti Nayla menggerutu, menahan air matanya untuk tidak jatuh. Sudah cukup, kesabarannya sudah habis. Seharusnya Nayla bersikap biasa saja, tapi sebagian dari dirinya tidak terima. Rasanya dadanya seperti ditusuk jarum, sakit dan perih.Dari belakang terdengar suara motor Raka. Nayla tidak perduli, dia tetap melangkah. Raka bernafas lega saat melihat Nayla. "Nayla dengerin aku dulu, "ucap Raka menggapai tangan Nayla, tapi dihempaskan Nayla."Dengerin aku dulu, La.""Apa? Nggak guna!" bentak Nayla marah. Menepis tangan Raka dan melangkah. Raka membiarkan motornya lalu mengikuti langkah Nayla. Nayla berdecak geram saat melihat Raka sudah
"Aku langsung pulang," ucap Raka saat sampai di gerbang rumah Nayla. Nayla tersenyum membalas tatapan dingin Raka. Sekarang entah siapa yang harusnya marah. Nayla menatap kepergian Raka."La, baru pulang?" tanya Ayu melihat Nayla masuk. Nayla tidak berkata apa-apa. Ia langsung memeluk Ayu dengan erat tersirat kesedihan diwajahnya. Ayu tidak mengurungkan niatnya untuk bertanya, ia tahu Nayla terlihat lelah dan seperti memendam sesuatu. Nayla merebahkan tubuhnya di atas kasur, bermalas-malasaan. Pagi ini terasa berbeda. Raka tidak menelpon, tidak ada pesan singkat cowok itu. Kalau sudah seperti ini ia merasa ada masalah. "Kata Tante, lo ngurung diri di kamar. Makanya gue samperin." Beca sudah ma