Plak,
Terpaksa sudah Neni memukul dan menjitak kepala Arga, ia terlalu gemas karena anaknya itu tidak kunjung mengerti dan sangat keras kepala, sekali ingin akan selamanya ingin dan bisa-bisa membuat Meliana gila.
Bagaimana tidak, Arga tidak mau kalau Meliana datang bulan meskipun semalaman Meliana berusaha untuk menjinakkannya, menuruti semua kemauannya.
Arga seperti anak muda baru yang tidak tahu sama sekali masalah wanita.
"Ibu kan tahu kalau Nia tidak pernah datang bulan, kalaupun ada hanya tiga hari paling lama," ungkap Arga.
Hah?
Astaga, Neni baru sadar setelah Arga berucap seperti itu, pasalnya dia lupa kalau Nia menikah dengan Arga dalam kondisi sudah tidak normal, dan ia tutupi waktu itu.
Nia tidak datang bulan rutin, bahkan pernah gadis itu mengaku padanya telat datang bulan selama tiga periode meskipun dia tidak berhubungan dengan laki-laki, itu karena masalah hormonnya yang t
Malu,Satu rasa yang berjuta rasanya karena hari ini Meliana harus tampil aneh bersama suaminya di depan keluarga yang lain.Berulang kali Neni melirik tidak setuju, tapi apa daya kalau dirinya hanya seorang istri.Arga tidak mengizinkannya makan di luar kamar, mereka menikmati sisa waktu hari ini dengan berada terus di dalam kamar.Bahkan untuk pesanan yang sudah masuk di aplikasi belanja online atas namanya dan Rika, harus Rika kerjakan bersama Juna."Arga, mau minum susu dengan roti ini?" tanya Meliana menawarkan sesuatu.Arga mengangguk, "Aku akan setuju asalkan kau ikut memakannya di sini."Baiklah, setelah balada masalah akan kedua mertuanya, kini godaan Meliana ketika sudah menjadi istri Arga adalah kesabaran melawan sifat suaminya yang terlewat manja.Arga dan dirinya sama-sama anak tunggal dalam sebuah keluarga, tapi mungkin selama ini hidup Arga tak sekeras dirinya
Rika meremat jemarinya, ingin sekali ia hubungi Juna untuk memperjelas semuanya, terutama menegur bocah itu agar lebih baik lagi.Menurutnya bertanya kabar lewat Meliana bukanlah hal yang baik bagi seorang pria dewasa, dia seharusnya lebih berani kalau memang mempunyai niat lebih padanya.Dia sendiri sudah lelah hidup sendiri, ingin rasanya seperti Meliana ketika ingin teh susu, dia tinggal meminta tolong pada sang suami untuk membelikannya pulang kerja.Lama-lama dia cemburu dan ingin juga, matanya sedikit melirik ponsel padam itu, senyap tanpa berita hingga dia tidak tahu harus menegur Juna seperti apa."Dah, Arga ... Aku mencintaimu, sayang."Rika melirik jengah Meliana yang menghela nafas setelah melapor pada komandan perangnya."Apa dia juga menyampaikan pesan dari Juna?" tanya Rika.Meliana bergeleng, "Tidak, ada apa?""Tidak ada apa-apa, sudahlah, aku malas membahas pria pe
Arga lipat kedua tangannya, berdecak dan terus mendengus di depan Meliana yang sengaja ia ikat sembari terduduk.Entah hantu apa yang merasuki tubuh istrinya itu hingga dia bertekad untuk menyatukan Rika dan Juna dalam waktu singkat.Meliana cukup merasa di tahu dan kenal baik dengan kedua orang yang terlibat itu, dia sangat berharap dan sudah bermimpi akan keberhasil untuk keduanya."Amel," geram Arga melihat istrinya tidak mau diam.Meliana mengangkat dua jarinya tinggi, "Aku janji akan menurut padamu nanti setelah misi ini selesai dan aku juga bersih, aku bisa kau kuasai di kamar sesuka hati, sungguh!"Kening Arga sontak mengerut, istrinya itu tengah mengajaknya bernegosiasi akan hal yang dirasa menguntungkan kedua belah pihak. Dia dengan malam hangat yang tanpa batas dan Meliana yang nantinya bisa seenak hati selama tujuh hari.Huh,Suka dan setuju, Arga anggukan kepalanya, ia lantas
Meliana Sekar Dewi, wanita itu sudah bergulung di balik selimut tebal karena tahu hawa mencekam yang suaminya bawa.Baru saja ia keringkan rambut yang basah kuyup itu dan aromanya masih berputar di kamar hingga senyum sinis ia dapatkan dari sang suami.Meliana hanya mengintip sedikit saja, ia sudah bisa memastikan kalau pria itu akan membuatnya menjerit tanpa lelah sebagai balasan tujuh hari berlalu yang sudah mereka lewati tanpa sentuhan apapun, bahkan Meliana jauh lebih sibuk dalam urusan Juna dan Rika yang kini tengah dimabuk asmara."Sayang, kau sudah tidur?" tanya Arga bersuara berat, sengaja seperti singat hutan yang endak menerkam mangsanya."Sayang," panggilnya sekali lagi sembari melangkah lebih dekat.Aroma itu? Ah, sudah Meliana duga lagi kalau sebelum masuk ke kamar ini Arga pasti menumpang mandi di kamar mandi Juna.Pria itu benar-benar bersiap untuk menerkamnya malam ini, tidak memberi
Meskipun tak mungkin lagi tuk menjadi pasanganmu, namun ku yakini cinta, kau kekasih hati. Kahitna, soulmate.Entah kenapa lagu itu seolah menjadi penghibur yang paling tepat maam ini, sebelum mereka berangkat ke rumah Heri dan mengulas masa lalu untuk mencari sebuah obat luka di hati."Sayang," sapa Arga sembari menenggelamkan wajahnya ke ceruk leher Meliana.Mereka tengah tidak kuasa mendengar sebuah kisah masa lalu tentang para orang tua dan cinta yang ada, kisah yang tidak jauh berbeda dari apa yang terjadi hati ini di mana semua cinta jatuh pada tempat yang tepat dan tidak ada sakit hati di sana.Mungkin kisah yang mereka dengar malam ini adalah sebuah kisah yang semestinya terjadi, hanya saja melintas waktu hingga sampai pada masa di mana Arga dan Meliana ada di dunia ini.Rika dan Juna yang sudah bersatu, juga kedua orang tua Arga yang telah menerima kenyataan yang ada meskipun itu pahit.Begi
Meliana berlari kecil menuju kamarnya, ada air mata yang berlinang di sana.Ia berharap ini mimpi, tapi ini hal nyata yang mungkin tidak ia nanti di bulan ini.Dia datang bulan lagi setelah program pertama ia lakukan bersama Arga, belum ada nyawa kecil yang menempel dan hidup di rahimnya."Sayang, nggak apa, masih ada waktu." Arga tenangkan istrinya yang tengah menangis terseduh itu.Mungkin Meliana bisa bersabar dan tenang bila itu bukan hal yang menjadi jaminan hubungannya bersama Neni, sang ibu mertua.Hal itu jaminan yang ia yakini bisa membuat Neni suka padanya, apalagi Rika dan Juna akan segera menikah, ia merasa sedikit tertekan.Terbayang sudah omongan di luar sana seperti apa, dia yang sudah menikah dua kali belum juga dikaruniai seorang anak.Apa yang dikatakan Neni seolah menjadi batu besar yang menghujamnya tanpa henti."Bu, Yah. Aku dan Amel sudah berusaha sebis
Tidak ada yang tahu kapan pastinya hati orang akan berubah, dari baik menjadi jahat dan dari jahat menjadi baik.Walau Neni sedari tadi bersuara tinggi pada Meliana dan melempar barang tertentu tepat ke pangkuan, bahkan ada yang membuat lengan Meliana sakit.Tapi, semua yang Neni lakukan tidak lain untuk memberi semangat dan kekuatan pada menantunya itu.Hanya butuh kaca mata yang jeli saja untuk melihatnya dengan jelas, mungkin terlihat menyakitkan dan sedih menjadi Meliana, tidak tahukah semua orang yang melihat di sana bahwa Meliana tengah merasa senang.Air matanya mungkin saja terjatuh, tapi hatinya tenang dan senang, dia mendapatkan perhatian dari seorang ibu yang sangat ia impikan, tangan Neni dan suara Neni yang terus tertuju kepadanya.Selama ini hanya kebencian yang ia dapatkan, ancaman dan segala hal yang membuat lehernya tercekik, hari ini tidak. Wanita itu melempar banyak perhatian untuknya, menjelas
"Iya, Ayah!" seru Arga membalas ayahnya yang terus saja mengintai apakah ia kerja dengan baik atau hanya melamun saja.Harto menyeringai tipis, ia cukup menyadari kalau Arga bukan anak kandungnya, tapi karakter anak itu tidak lepas dari dirinya di masa muda di mana selalu ingin menguasai Neni tanpa batas.Beruntung dulu dirinya mengembangkan usaha dan jarang ada di rumah saat rumah tangganya bersama Neni baru berjalan, kalau sampai itu terjadi pasti Neni menganggap apa yang terjadi pada Meliana juga terjadi padanya di masa lalu."Aku yakin wanita itu akan kabur dariku, untung saja Amel sabar," gumam Harto setengah sebal pada anaknya.Arga bergegas menyelesaikan pekerjaan baru yang kini mulai ia geluti di kantor Harto, walau tidak sebesar kantor sebelumnya, tapi ini murni milik sang ayah.Bekerja di tempat sendiri memang tidak semudah bekerja di tempat orang karena kita tahu perhitungan uangnya dan selalu pusing b