Share

Nice to Meet You Again
Nice to Meet You Again
Penulis: Rien Rini

Menjadi Janda

 “Oke, semoga hidupmu bahagia, bye!”

 Meliana meninggalkan ruang persidangan terakhir hari ini, dia telah sah berpisah dengan Natan, mantan suaminya yang telah mengarungi biduk rumah tangga bersamanya selama tiga tahun itu.

 Tidak ada air mata atau guratan sedih di wajah Meliana, bahkan wajahnya tampak bersinar dan segar seolah tidak ada masalah sama sekali.

 “Mel, jangan gila ... Aku mohon!” Rika mengejar temannya itu, dialah yang menjadi pendamping sekaligus perwakilan keluarga inti Meliana selama persidangan ini berlangsung.

 Meliana menoleh, tidak lupa ia bawa senyum lebarnya, “Apa maksudmu gila?”

 “Kau tidak bersalaman dengan mantan mertua dan saudara iparmu apa, hah?” Rika tunjuk keluarga Natan yang masih berkumpul di depan ruang persidangan.

 “Untuk apa?”

 “Mereka juga keluargamu selama ini, Mel.”

 “Keluarga tidak mungkin membuang anggota keluarganya,” balas Meliana, ia putar kakinya lalu kembali berjalan.

 Kenyataan pahit yang harus Meliana terima hari ini, sejujurnya tidak ada wanita yang mau berpisah dengan suami mereka, itu hal yang sangat tidak mungkin, tapi bukan ingin Meliana sampai berpisahan ini terjadi.

 Tiga tahun lalu sebelum dia dan Natan menikah, mereka sudah saling berjanji bahwa tidak akan ada orang ketiga baik itu wanita atau pria lain yang akan masuk dalam hubungan mereka dengan alasan apapun, termasuk anak.

 Ya, Meliana sampai detik ini belum juga dikarunia seorang anak dari Sang Pencipta, sedang keluarga Natan menginginkan seorang cucu lahir di sana.

 Awalnya Natan menolak saran sang ibu yang ingin ia menikah kembali dengan seorang gadis, dalam arti Natan bisa memiliki dua istri tanpa berpisah dengan Meliana.

 Tapi, Meliana cukup sadar diri kalau memang dirinya memiliki banyak kekurangan dibandingkan dengan Andara, calon istri baru Natan itu. Natan adalah pria normal yang matanya jelas tidak rabun, lama-lama hatinya terpaut juga dan meminta Meliana mengerti akan posisinya.

 Perpisahan ini menjadi keputusan yang tepat menurut Meliana, itu sudah sesuai dengan janji yang mereka ucapkan dulu, lebih baik mundur daripada hidup berbagi, dia tidak akan pernah sanggup.

 Apa hatinya sakit?

 Apa dia tidak ingin menangis?

 Tentu, dia wanita biasa yang tidak mungkin kebal akan rasa sakit, apalagi ketika mendengar dari mulut suaminya sendiri kalau pria itu ingin memadunya, jelas sangat sakit.

 Dan tidak ada seorang wanita pun di dunia ini yang tidak ingin memiliki seorang anak bersama suami mereka, Meliana juga ingin, dia pun tidak diam saja, sudah banyak cara ia coba bersama Natan, tapi memang hasilnya belum ada.

 Lagipula, anak itu tidak bisa diminta atau ditolak kehadirannya, bodoh bila orang berkata dan menilai Meliana tidak ingin mempunyai anak cepat bersama Natan, itu hal yang sangat bodoh dan gila.

 Meliana simpan tenaganya, ia tidak mau menangisi apa yang sudah terjadi, apalagi di depan banyak orang.

 Dia tidak mau terlihat lemah di depan Natan dan keluarga pria itu, dia harus terlihat baik-baik saja dan mereka akan menjadi orang yang menyesal karena sudah melepaskannya.

 “Iya, aku sudah menjadi janda sekarang, apa Ayah keberatan?” Meliana berbicara dengan ayahnya lewat sambungan video call.

 “Kalau itu sudah keputusanmu, Ayah hanya bisa berdoa yang terbaik saja. Tapi, apa kau akan hidup seorang diri lagi, Nak?” Heri tidak bisa meninggalkan Meliana seorang diri.

 Tidak ada saudara dekat yang bisa membantu gadis itu, belum lagi Meliana adalah anak tunggal dan ibunya telah tiada.

 Heri pun saat ini tinggal seorang diri di rumah lama mereka, jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah yang akan Meliana sewa.

 

 “Ayah, tenang saja.”

 “Kau tidak ingin tinggal di sini saja?”

 “Aku ingin menenangkan diri, Ayah ... Tapi, aku akan ke sana setiap akhir pekan, oke.”

 Anggap saja hari ini Meliana menjadi wanita terkuat selama proses persidangan berlangsung, bahkan bisa disebut sebagai peserta sidang yang paling santai.

 Meliana masuk dan ke luar ruang persidangan seperti pelanggan toko yang tengah menikmati proses belanja bulanannya, terlihat sangat ringan tanpa beban.

 “Apa kau sudah tidak mencintai Natan lagi?” Rika ingin menginap di rumah kontrakan baru Meliana itu, jaraknya juga tidak jauh dari rumahnya.

 Meliana teguk minuman dinginnya yang sudah kembali bersuhu normal, ia diamkan sedari tadi sembari memutar otak dan membuang jauh-jauh rasa penat di dalam dirinya.

 “Aku masih mencintainya, sangat,” aku Meliana, ia helas nafas berat. “Tapi, dia sudah tidak mencintaiku,” tambahnya, ia pun tersenyum.

 “Kau tahu dari mana?”

 “Hem ... Cinta itu menerima semuanya, mau kurang atau lebih, bukan mencari celah untuk menutup kekurangan dengan menambah barang lain, dari pilihannya itu dia sudah menyatakan kalau dia tidak bisa menerimaku apa adanya tanpa sadar.”

 Bagi Meliana masih banyak cara untuk memiliki anak dalam rumah tangga mereka, memang membutuhkan biaya yang banyak, tapi semua itu bisa mereka kumpulkan kalau memang ada niat untuk selalu bersama dan saling melengkapi.

 Meliana tidak mau menyalahkan siapapun, entah itu mertuanya yang terlalu ikut campur atau suaminya yang mudah tergoda. Intinya, dia mempunyai banyak kekurangan dan biarlah ini menjadi bahan untuk dia lebih baik lagi.

 “Ini hari pertamamu menjadi Janda, aku berdoa semoga Tuhan kembali mempertemukanmu dengan orang yang benar-benar tulus bersamamu sampai maut memisahkan, aamiin.” Sari tengadahkan kedua tangannya.

 “Aamiin ... Tapi, kau saja yang menikah dulu sana!” Meliana jitak kepala teman baiknya itu, mereka sudah bersama sejak sekolah dasar dan sampai detik ini di mana sudah tidak ada lagi bahu untuk Meliana bersandar.

***

 “Ga, sudah dua bulan istrimu itu meninggal, lebih dari empat puluh hari ... Move on!” bisik Juna.

 Arga lirik tajam temannya itu, “Aku itu cinta sama dia, jangan jadi kompor!”

 Juna putuskan pergi jauh saja kalau sudah ditolak mentah-mentah diawal oleh Arga, umpannya tidak pernah ada yang berhasil setiap kali membahas masalah jodoh.

 Arga baru saja menikah tiga bulan dan gadis bernama Nia itu meninggal setelah syukuran tiga bulan pernikahan mereka.

 Kini, Arga sudah sah menjadi seorang duda dua bulan lamanya, kalau saja Nia masih sehat dan hidup, mungkin hari ini mereka bisa mengadakan syukuran lagi bersama anak-anak yatim sekitar kampung.

 Penyakit ginjal akut tanpa sadar telah diderita lama oleh Nia, dia gadis pilihan ibu tiri Arga, gadis itu yang biasa membantu ibu Arga berjualan.

 “Ga, Ga!” Juna berlari sembari berteriak.

 “Apa?”

 “Lihat ini!”

 “Apa?” Arga mengesah, ia tengah ingin sendiri sembari mengingat kedekatannya dengan Nia.

 “Coba, baca ini!”

 Arga ambil ponsel Juna, ia baca inti berita yang tertulis dengan huruf tebal itu.

 

 “Resmi berpisah dan siap menikah lagi.” sontak mata Arga melebar.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status