Begitu Bu Tiara meninggalkan kamarnya, Emili memutar otak untuk memikirkan bagaimana caranya agar segera mendapatkan uang itu, kepalanya sedikit berdenyut mengingat perkataan ibunya barusan, ia berpikir sambil memencet-mencet kepalanya yang agak pening, seketika terbesit di ingatannya tentang bosnya Pak Danil Fernando dan tawaran Alex beberapa waktu lalu, Ia merasa telah menemukan ide untuk mendapatkan uang yang banyak, tapi ia segera mengurungkan niatnya sambil mengetuk-ngetuk kepalanya.
"Apa yang aku pikirkan?" Ucapnya sedikit frustasi.Tapi semakin ia berpikir, semakin ia merasa, kalau itu satu-satunya jalan untuk mendapatkan uang lebih cepat, ia pun kembali memantapkan niatnya lalu tanpa pikir panjang lagi, ia langsung menyambar ponselnya dan mengutak atik keyboardnya demi merangkai huruf demi huruf, Setelah berkali-kali merangkai huruf menjadi kata, akhirnya ada juga kalimat yang berhasil terketik di layar ponselnya."Bisakah kita bertemu Besok, Pak Alex?" Kalimat pnedek itu terkirim ke kontak Pak Alex. Setelah pesan yang ditulisnya itu terkirim, barulah ia merasa sedikit lega, walaupun itu membuat harga dirinya runtuh secara bersamaan, ia berharap jalan keluar yang ia tempuh ini bisa sesuai dengan harga yang telah ia bayar.Ia pun bisa memicingkan matanya setelah mengirim pesan itu kepada Pak Alex dengan susah payah, Padahal hanya sebuah pesan yang sangat singkat, tapi cukup menguras waktu dan tenaganya, waktu yang habis bisa digunakan seorang novelis untuk menciptakan ribuan kata dalam satu bab novel, seandainya ia saja sedang menulis novel.Keesokan harinya, ia bangun lebih awal dan langsung buru-buru melihat ponsel, seandainya Alex belum membaca pesannya, ia berniat untuk menghapus pesan itu, tapi jika pesan itu sudah terlanjur dibaca oleh Alex maka ia tidak menyesalinya, itu artinya ia harus bersiap menghadapi konsekuensinya nanti. Dan ternyata ada dua centang biru di layar ponselnya, ia pun mencoba tenang sambil menunggu balasan dari Alex.Dari tadi ia menunggu balasan itu, tapi tidak ada notifikasi apapun dari kontak Alex, ia bahkan melakukan persiapan dengan matang untuk menyambut isi pesan itu, mulai dari mengisi daya ponselnya, memastikan sinyal ponselnya kuat, tidak ketinggalan men-full-kan volume deringnya juga.Saat di kantor pun ia tidak terlihat fokus saat melakukan tugasnya, air di kain pel yang ia pakai masih banyak atau sebagian sampah tidak tersapu dengan benar, karena tangan dan matanya terus memeriksa ponsel sampai ketika kuliah pun sama, ia masih terus memperhatikan ponselnya, sampai-sampai mendapat teguran secara tidak langsung dari dosen."Tolong ponselnya disingkirkan dulu." Tegur dosen. Meski tidak melihat kearah Emili, tapi itu jelas menegur Emili."Iya Pak." Lirih Emili sembari meletakkan ponselnya, meski begitu matanya tetap mengawasi benda pipih itu.Seusai kuliah Emili memeriksa ponselnya sekali lagi tapi tak kunjung ada balasan dari Alex, akhirnya ia menyerah dan tidak lagi berharap, ia merasa agak kecewa tapi ia juga tidak memaksa, bisa saja Alex mengabaikan pesannya Karen ia sudah menyatakan penolakan secara terang-terangan, lagi pula lelah juga saat dunianya teralihkan kepada benda kotak nan pupih yang bernama ponsel itu.Bahkan gelap masih menyelimuti bumi di saat dering ponsel Danil sudah mengganggu tidurnya, ia agak kesal tapi diangkatnya juga, ia mengecek ponselnya dan ternyata ada nama Alex yang sedang menari-nari di layarnya."Ada masalah apa, Lex? Kenapa kamu menelpon sepagi ini? Ganggu saja." Cecar Danil agak gusar, ia mengusap kedua matanya yang masih mengantuk."Maaf, Bos. Oke saya minta maaf, tapi ini sangat penting" Alex terdengar buru- buru."Iya saya akan memaafkanmu kali ini. Ayo cepat katakan! Informasi penting apa yang membuatmu menghubungiku sepagi ini?" ucapnya terdengar malas."Kemarin Nona Emili mengirim pesan, katanya dia mau bertemu denganku" Alex tidak ingin berbasa-basi lagi."Siapa katamu? Hal sepenting ini kenapa baru bilang sekarang?" Ucap Danil sadar sepenuhnya, rasa kantuknya seketika hilang bagai ditelan udara. Ia tidak akan pernah lupa dengan gadis itu, satu-satunya orang rendahan yang berani merendahkannya, ia masih belum terima dengan perlakuannya kemarin, ketika ia dit
Danil dan Alex tiba di kampus, di mana Emili kuliah, Alex bertindak seperti Intel yang mengawasi setiap mahasiswa yang lalu-lalang dari kejauhan, tidak lama kemudian, ia akhirnya menemukan targetnya, setelah merasa yakin tidak salah orang, ia pun menghampiri targetnya tersebut."Nona Emili...!" Seru Alex membuat Emili kaget."Alex..?" Emili lupa sopan santunnya sakin kagetnya karena tiba-tiba ada Alex."Maaf, maksud Saya, Pak Alex. Ko bisa ada di sini?" Kata Emili sambil celingak celinguk mengawasi sekitar, berharap tidak ada teman dekat yang melihatnya."Ikut saya, bukannya Nona Emili mau bertemu dengan Saya?" Ucap Alex sedikit menekan."Iya tapi kan, setidaknya balas pesan saya dulu, kemudian buat janji untuk bertemu, jangan seperti ini..." Emili mengomel."Anda pikir anda ini siapa? bisakah anda ikut saya saja Nona?" Potong Alex dengan nada penuh tekanan dan menggertak. Mau tidak mau Emili pun mengekor di belakangnya.Emili jadi gelisah karena ternyata Alex tidak sendirian, selain A
"Jadi apa yang ingin kamu bicarakan?" Tanya Danil begitu tiba di restoran mewah langganannya dan mendudukkan badannya di kursi, to the point' dan tidak ada pendahuluan sama sekali. Sangat sombong seperti yang ingin dilakukannya sejak tadi, ia benar-benar ingin membalas perlakuan Emili, benar saja dengan cara itu ia merasa menang dan berada di atas angin sekarang.Hal itu membuat Emili menjadi ciut dan sadar akan kesalahannya kemarin, ia begitu mempertahankan harga dirinya sampai lupa, dengan siapa ia berhadapan.Emili melirik Alex untuk meminta bantuan, tapi yang dilirik malah tidak peduli sama sekali."Maaf, Se... Sebenarnya yang saya ingin temui adalah Pak Alex." Terang Emili dengan hati-hati."Lalu? bukannya lebih baik kalau bertemu dengan Saya langsung?" Danil menatap tajam. Emili merasa gugup dibuatnya, ia menjatuhkan pandangannya begitu saja."Baik Pak, jadi begini Pak, mengenai penawaran kerja sama kemarin, Saya kembali mempertimbangkannya dan sudah memikirkan semuanya dengan ma
Hari itu tiba, hari terburuk di sepanjang hidup Emili, namun merupakan hari bahagia di mata keluarga mempelai, baik dari pihak Danil maupun pihak Emili, bahkan mereka tidak terlalu peduli bagaimana mereka bertemu hingga sampai ke tahap pernikahan ini, semua orang punya asumsinya sendiri, dari pihak Danil merasa bersyukur karena pernikahan Danil yang sudah di nantikannya sejak lama akhirnya terealisasikan sedangkan dari pihak Emili merasa bersyukur karena putri mereka akhirnya hidup bahagia dengan kehidupan yang sangat menjanjikan, lalu bagaimana dengan Danil? ia sama sekali tidak terpengaruh, baginya simpel saja, bagaimana agar rencana ini berjalan lancar dan bisa mendapatkan hotel bintang lima tanpa melepaskan Alea kekasihnya dan yang terpenting adalah bagaimana ia bisa mengontrol agar semuanya tetap aman, asalkan dirinya, Emili dan Alex tutup mulut semua berjalan sesuai rencana, asumsi publik abaikan saja semua akan sirna di telan masa. Tentang hubungannya dengan Alea, ia bisa mengur
Dua hari kemudian, dari hari pernikahan yang menyedot perhatian semua orang, termasuk salah satunya, seorang wanita yang sedang berusaha melejitkan karirnya di luar negri.Saat ini wanita tersebut terus melihat ke arah arloji di tangannya dengan air mata berlinang, ia ditemani manajer yang sedang sibuk mendorong kopernya. Jarum jam sedang menunjuk angka enam di pagi hari, ia langsung terbang dari luar negri setelah membaca berita."Nona tenanglah..." Hibur manajernya"Kenapa dia bisa melakukan ini, aku sama sekali tidak mengerti." Lirih Alea penuh emosi.Begitu keluar dari bandara, ia langsung disambut oleh seseorang,orang itu mengamankan semua barang bawaannya dan memasukkannya ke bagasi mobil." Langsung ke alamat ini." Alea menyebutkan alamat rumah Danil."Baik Nona." ucap orang itu.Begitu ia tiba di rumah Danil, Alea langsung menerobos pintu utama. Ingatannya terus tertuju pada majalah ternama di mana ada foto pernikahan dan info tentang pernikahan Danil di sana."Dimana Danil?
Sudah lebih dari seminggu Emili menjadi seorang istri, ia benar-benar menikmati pernikahan konyolnya, meski konyol ia puas dengan semuanya, harga dirinya yang terjun bebas terbayar dengan kemewahan berlimpah, punya uang banyak sehingga tujuan utamanya yang ingin memenuhi kebutuhan keluarga akhirnya terpenuhi, ia tidak kekurangan sesuatu apapun, punya sopir pribadi yang mengantar kemanapun ia mau pergi, tinggal di rumah bak istana, punya makanan mewah yang kalau mau tinggal makan, tidur di kamar bos yang sangat luas dengan fasilitas lengkap, eh mantan bos maksudnya, karena sekarang bosnya itu adalah suaminya meskipun mereka tidak terlihat seperti suami istri dan bahkan tidak tidur bersama karena Danil sepertinya memberi jarak, kalau begitu Danil tidur di mana? Dia punya kamar pribadi selain di kamar utama yang di pakai Emili. Hidupnya sangat indah, walau semua itu bukan miliknya ia tetap memastikan semuanya ia nikmati sepuasnya, meski begitu ia masih tau batasnya, ia hanya menikmati has
Sampai di rumah, Emili hendak membuka pintu mobil tapi buru-buru dicegah oleh Danil, sementara itu Danil keluar lebih dulu dan membukakan pintu mobil itu untuknya, Danil lali meraih tangannya dengan manis dan menggandengnya saat keluar dari dalam mobil, Emili patuh karena ia langsung paham kalau akting sedang dimula, tapi hal ini sungguh membuatnya merasa agak canggung. Mereka sudah pernah bergandengan untuk pertama kalinya di aula pernikahan dan ternyata adegan itu terulang lagi sekarang, kali ini Danil dapat menilai kalau Emili tidaklah buruk sebagai istrinya, dari segi penampilan, Emili cukup oke, badannya yang tinggi masih terlihat serasi dengan tubuh Danil yang juga tinggi dan tegap, wajahnya pun lumayan meski tanpa polesan make up tebal.Ketika mereka memasuki rumah, Danil masih menggandeng tangan Emili, mereka dalam posisi itu sambil mendekati Nenek Marita, Danil baru melepas Emili saat tangan akan meraih tangan Nenek Marita, menyalami tangan tua itu dan menciumnya dengan hormat
Mereka tiba di pantai yang di tentukan oleh Nenek Marita, Mia yang merupakan asisten Nenek Marita telah menyelesaikan pembayaran dan sebagainya secara online sebelum mereka berangkat, jadi mereka langsung masuk ke area terbaik di pantai itu dan tentu saja ada VIP room lengkap dengan restoran mewah dan fasilitas lainnya. Emili sempat terkagum-kagum dengan semua kemewahan di pantai itu, wajahnya sumringah begitu melihat pantai dengan gazebo-gazebo aesthetic yang berjejer di atas hamparan pasir berwarna putih."Yey...! Pantai Wellcome." Seru Emili tidak dapat mengendalikan rasa senangnya begitu memijakkan kakinya di atas pasir pantai. Ia tak lupa mengagumi keindahan hamparan laut yang membentang luas dengan segala keindahannya, ia melepas sepatunya sambil berlari-larian menendang-nendang butiran pasir yang terasa hangat di kulitnya, ia lalu mendekati riak ombak yang datang silih berganti, ia bahkan tidak peduli sengatan matahari yang membakar kulitnya."Emili...! Pakai sunblock, kulitmu