Share

Bab 02

Penulis: Miss Yune
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-24 10:32:02

“Aku cuma butuh kamu sedikit lebih pengertian, Farah,” suara Mas Rafli memecah keheningan pagi. Dia berdiri di dekat meja makan, wajahnya tampak lelah namun tetap mencoba menampilkan kesabaran yang mulai menipis.

“Pengertian?” aku meletakkan gelas di tanganku dengan sedikit keras, menatapnya tajam.

“Seberapa pengertian lagi aku harus bersikap, Mas? Aku sudah mencoba memahami hubungan kalian, tapi ini sudah melewati batas. Karina tidak hanya bergantung padamu. Dia seperti menjadikanmu suaminya.” Aku benar-benar lelah dengan semua keadaan ini.

Wajah Mas Rafli menegang. “Kamu terlalu jauh, Farah. Karina bukan orang seperti itu.”

Aku tertawa kecil, penuh ironi. “Oh, tentu saja dia tidak terlihat seperti itu. Tapi apa kamu sadar, Mas? Setiap langkahnya, setiap permintaannya, selalu membuatmu memilih dia daripada aku.”

“Dia tidak memilih, Farah,” ucap MasRafli membantah. “Aku yang memutuskan membantu dia karena dia membutuhkan itu. Kamu tahu sendiri, aku dan Yudhi bersahabat sejak lama. Aku tidak akan membiarkan keluarga Yudhi terlantar begitu saja.”

“Dan bagaimana dengan keluarga kita, Mas?” tanyaku, sambil memegangi perutku yang semakin membesar. “Apa kamu bahkan ingat bahwa aku ini istrimu?”

Dia tidak menjawab. Seperti biasa, diamnya berbicara lebih banyak daripada kata-kata.

*

Hari itu berlalu seperti biasa, dengan Mas Rafli pergi lebih awal untuk, sekali lagi, memenuhi permintaan Karina. Aku mencoba mengalihkan pikiranku dengan membereskan rumah, meski setiap langkahku terasa berat.

Ketika aku sedang melipat baju di ruang tengah, ponselku berdering. Nomor tak dikenal muncul di layar.

“Farah, ini Karina,” suara di seberang langsung bicara tanpa basa-basi.

Aku menghela napas. “Ada apa, Karina?”

“Aku cuma mau kasih tahu kalau  Mas Rafli agak terlambat pulang malam ini. Aku minta dia membantu memperbaiki pagar rumahku. Kamu tahu sendiri, aku nggak bisa mengandalkan orang lain untuk hal seperti itu.”

Aku menggenggam ponsel lebih erat, mencoba menahan emosi yang melonjak. “Kalau begitu, kenapa kamu tidak memanggil tukang?” tanyaku tajam.

Dia tertawa kecil, terdengar tidak tulus. “Aku tidak merasa perlu, Farah. Mas Rafli lebih cepat, dan dia tahu persis apa yang harus dilakukan.”

Tentu saja. Seolah Mas Rafli adalah suami Karina, bukan aku.

“Karina, aku tahu kamu kehilangan Yudhi. Tapi apakah kamu sadar betapa seringnya kamu bergantung pada Mas Rafli? Dia itu suamiku. Aku ini istrinya. Kamu tidak bisa terus-menerus memanfaatkan dia,” ucapku, suaraku bergetar di ujung kalimat.

Ada jeda sejenak sebelum dia menjawab, kali ini dengan nada yang lebih dingin. “Farah, aku tidak memanfaatkan siapa pun. Kalau Mas Rafli mau membantu, itu karena dia peduli. Kalau kamu merasa tersisih, itu urusan kamu dengan dia, bukan denganku.”

Aku mengakhiri panggilan tanpa membalas kata-katanya. Tubuhku bergetar menahan amarah, tetapi juga kesedihan. Kata-katanya menyakitkan karena ada kebenaran di dalamnya. Aku merasa kehilangan suamiku, sedikit demi sedikit, dan Karina tahu persis bagaimana cara mengambil tempatku.

Wanita yang baru saja menjadi janda itu pasti menyadari bila hubunganku dan Mas Rafli merenggang dengan kehadirannya. Akan tetapi, wanita itu tidak dapat mengerti perasaanku sebagai seorang wanita. 

*

Malam itu, aku menunggu di ruang tamu, mencoba bertahan untuk tetap terjaga meskipun tubuhku lelah. Jam di dinding menunjukkan pukul sebelas malam ketika pintu akhirnya terbuka.

“Kenapa kamu belum tidur?” tanya Mas Rafli sambil melepas sepatunya.

“Aku ingin bicara,” jawabku, meski sebenarnya aku tidak tahu harus memulai dari mana.

Dia menatapku sejenak sebelum mengangguk dan duduk di sofa. “Apa lagi sekarang?”

Aku mendekatinya, berdiri di depannya sambil memeluk perutku. “Mas Rafli, aku butuh kamu. Aku tidak bicara soal bantuan memperbaiki pagar atau menemani ke dokter. Aku bicara soal kehadiranmu sebagai suami. Aku merasa kamu sudah tidak ada di sini bersamaku.”

“Aku selalu ada di sini, Farah,” balasnya, terdengar defensif. “Aku pulang setiap hari. Aku bekerja untuk kita. Kalau aku membantu Karina, itu karena dia benar-benar butuh bantuan.”

“Tapi kapan kamu benar-benar ada untukku? Untuk bayi ini?” tanyaku, air mata mulai menggenang di mataku.

Dia terdiam, tampak kesulitan menjawab. “Aku hanya mencoba melakukan yang terbaik untuk semua orang.”

“Dan dalam proses itu, kamu melupakan istrimu,” suaraku pecah di akhir kalimat.

Mas Rafli mengusap wajahnya dengan tangan, tampak frustasi. “Farah, aku benar-benar capek membahas ini. Aku hanya ingin tidur.”

“Dan aku hanya ingin suamiku kembali,” bisikku. Tapi dia tidak mendengar, karena dia sudah masuk ke kamar.

*

Aku tahu aku tidak bisa terus hidup seperti ini, merasa seperti bayang-bayang di dalam pernikahanku sendiri. Keesokan harinya, aku memutuskan untuk mencoba bicara dengan Karina secara langsung. Aku tahu ini mungkin tidak akan mengubah apa pun, tapi aku harus mencoba.

Ketika aku sampai di rumahnya, Karina membuka pintu dengan senyum ramah yang terasa palsu. “Farah? Ada apa?”

“Aku ingin bicara,” jawabku, masuk tanpa menunggu undangannya.

Dia tampak terkejut sejenak, tetapi kemudian mengangguk. “Silakan duduk.”

“Aku tidak akan lama,” kataku. “Karina, aku butuh kamu berhenti bergantung pada Mas Rafli untuk segala hal.”

Ekspresinya berubah dingin. “Aku tidak tahu kenapa kamu merasa perlu bicara seperti ini, Farah. Mas Rafli hanya membantu karena dia peduli. Kalau kamu merasa terganggu, mungkin itu masalahmu, bukan masalahku.”

“Masalahmu, Karina, adalah kamu tidak tahu kapan harus berhenti. Aku mengerti kamu kehilangan Yudhi, tapi itu bukan alasan untuk mengabaikan batasan,” kataku tegas.

Dia berdiri, menatapku dengan tatapan tajam. “Batasan? Aku tidak tahu batasan apa yang kamu maksud, Farah. Kalau kamu cemburu karena Mas Rafli perhatian padaku, itu urusanmu. Aku tidak pernah memintanya untuk lebih peduli padaku daripada padamu.”

Aku hampir tidak percaya dengan apa yang kudengar. Kata-katanya, cara dia berbicara, semuanya menunjukkan bahwa dia tahu persis apa yang dia lakukan.

“Ini peringatan terakhirku, Karina. Kalau kamu terus seperti ini, aku tidak akan diam saja.”

Dia tersenyum tipis, seolah menantang. “Lakukan saja apa yang kamu mau, Farah. Tapi ingat, Mas Rafli yang memilih untuk membantuku. Bukan aku yang memintanya.”

*

Ketika aku pulang, aku mendapati Mas Rafli sedang duduk di ruang tamu, wajahnya terlihat kesal.

“Kamu pergi ke rumah Karina?” tanyanya dengan nada dingin.

Aku mengangguk. “Aku hanya mencoba menyelamatkan pernikahan kita, Mas. Apa itu salah?”

Dia menggelengkan kepala, tampak kecewa. “Kamu tahu, Farah? Terkadang aku merasa kamu terlalu keras kepala. Kamu selalu menganggap Karina sebagai ancaman, padahal dia hanya sahabatku.”

“Dan kamu tahu, Mas?” balasku. “Terkadang aku merasa kamu lebih mencintainya daripada mencintaiku.”

Wajahnya berubah, tapi dia tidak mengatakan apa-apa. Dan dalam diamnya, aku merasa benar.

Malam itu, aku terbangun karena mendengar ponsel Rafli berbunyi. Aku mencoba mengabaikannya, tapi rasa penasaranku menang. Dengan hati-hati, aku meraih ponsel itu dan melihat pesan yang masuk.

Karina: Aku benar-benar membutuhkanmu sekarang. Bisakah kamu datang?

Pesan itu dikirim hanya beberapa menit yang lalu, dan sebelum aku sempat berpikir lebih jauh, Mas Rafli bangkit dari tempat tidur dan mengambil ponselnya.

“Mas,” panggilku, suaraku bergetar.

Dia hanya menatapku sebentar sebelum berkata, “Aku harus pergi.”

Lalu dia pergi, meninggalkan aku yang membutuhkannya di malam yang sunyi.

*

Bersambung...

Terima kasih telah membaca...

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Nikahi Saja Sahabatmu, Mas!    Bab 27

    Ketika Mas Rafli pulang, aku tidak menyadarinya. Hingga pria itu menepuk punggungku pelan. Aku sedang melamun di ruang keluarga hingga tidak mengindahkan suamiku yang baru pulang. "Ada apa?" tanya suamiku itu. "Tadi Karina menemuiku," jawabku tanpa menutupi apa pun. Ekspresi Mas Rafli menegang, tampak sekali kecemasan dalam dirinya. Mungkin, dia mengira kalau Karina kembali mengusik ketenanganku."Mau apa dia ke rumah kita? Kau baik-baik saja, kan? Dia tidak melakukan apa pun padamu?" balas Mas Rafli.Aku menggeleng. "Tidak, aku baik-baik saja. Dia hanya meminta maaf dan berpamitan padaku," ujarku dengan tenang."Lalu, mengapa kamu sampai merenunginya seperti itu?" balas Rafli."Entahlah, dia mengatakan kalau sekarang dia telah menjadi istri kedua dari adik iparnya. Apakah dia melakukan hal itu dengan adik iparnya sendiri dan menjebakmu?" Dari tadi, aku selalu memikirkan hal tersebut. Tega sekali Karina melakukannya untuk menghancurkan rumah tanggaku. Membayangkan dirinya melakuka

  • Nikahi Saja Sahabatmu, Mas!    Bab 26

    Kehidupan pernikahanku dengan Mas Rafli kembali membaik. Setelah membuktikan kalau anak yang ada dalam kandungan Karina bukanlah anak Mas Rafli. Tidak lagi terdengar kabar tentang Karina. Aku bersyukur tidak lagi diganggu oleh keberadaannya."Kudengar kalau Karina akan menikah," ujar Kak Widya yang bertandang ke rumahku. "Oh ya? Menikah dengan siapa? Mungkin Ayah dari anaknya sudah bertanggung jawab pada dirinya," balasku dengan senyum di wajah. Kalau Karina sudah menikah, dia tidak lagi menjadi ganjalan dalam rumah tanggaku. Jadi, aku bahagia saja dia menikah dengan orang lain. "Kamu senang dia menikah?" tanya Kak Widya."Tentu saja, aku sangat senang bila dia menikah. Jadi, dia tidak bisa menjadi orang ketiga dalam rumah tanggaku," jawabku dengan tenang."Katanya dia menikah dengan adik suaminya sendiri. Aku tidak tahu mengapa dia memilih untuk menikah dengan adik suaminya. Bisa jadi, anak dalam kandungannya adalah miliknya," ujar Kak Widya. Sedikit terkejut dengan ucapan Kak Wi

  • Nikahi Saja Sahabatmu, Mas!    Bab 25

    POV Karina..."Kamu harus mengikuti keinginanku. Beruntung aku tidak melaporkan hubungan kalian ke meja hijau. Bayangkan bila aku melakukannya. Kamu akan mendekam di penjara," ujar Tiara dengan menggerutu. "Laporkan saja, aku tidak takut. Bila aku mendekam di penjara. Akan aku seret Arifin bersamaku," balasku dengan sengit.Tiara yang tidak bisa hamil, tentu mendapatkan tekanan yang sangat besar dari ibu mertuaku. Bu Tuti kerap kali memaksanya untuk melakukan program hamil. Berkali-kali dia mengikuti program hamil, tetapi tidak berhasil.Aku menyeringai ketika Tiara hanya bisa terdiam mendengar penuturanku. Dia tidak akan bisa membalas semua perkataanku karena ini semua bukan salahku.Perselingkuhanku dengan Arifin bukan merupakan hanya kesalahanku. Arifin juga memiliki andil dalam pengkhianatan kami. Jujur saja, aku tidak mengerti jalan pikiran Tiara yang menginginkan anakku. "Bagaimana bila kamu menjadi istri kedua Arifin saja?" tanya Bu Tuti dengan pelan.Aku terkejut mendenga

  • Nikahi Saja Sahabatmu, Mas!    Bab 24

    POV Karina ..Tidak! Mas Yudhi meninggal begitu cepat membuatku kehilangan semuanya. Dia memang tidak menguak perselingkuhanku. Akan tetapi, dia secepat ini meninggal karena kecelakaan naas tersebut. Kuusap perutku dengan lembut, ketika adik iparku datang untuk mengikuti pemakaman Mas Yudhi aku memanfaatkan kesempatan itu. Aku menginginkan nasib yang jelas untuk anak yang ada dalam kandunganku. Dia tidak boleh pergi dariku dan lepas dari genggamanku."Rif, kapan kamu menceraikan Tiara? Aku sudah tidak mungkin menutupi kehamilanku," ucapku dengan mimik serius.Arifin adalah adik iparku, dia dan Tiara sudah menikah cukup lama. Akan tetapi, keduanya belum dikarunia seorang anak. Hal itu membuatku menggodanya. Awalnya, kami dapat menutupi pengkhinatan ini, tetapi tidak ada lagi yang dapat kami lakukan setelah dengan mata kepalanya sendiri Mas Yudhi melihat kami bermesraan.Untungnya, ketika Mas Yudhi menyetir untuk memberitahukan perbuatan kami. Dia kecelakaan sehingga tidak sempat me

  • Nikahi Saja Sahabatmu, Mas!    Bab 23

    "Ini hasil tes Anda. Bila ada yang ingin dikonsultasikan, bisa Anda konsultasikan ke dokter dengan membawanya ke ruangan," ucap petugas kesehatan yang memberikan sebuah amplop pada suamiku. Hatiku berdebar menunggu hasil tes DNA Mas Rafli. Pria itu segera menghampiri yang duduk bersisian dengan Karina. Wanita di sampingku cukup diam hari ini. Tidak ada sama sekali tersirat kalau dirinya mengkhawatirkan hasil tes tersebut. Kupandangi wajah Karina yang terlihat cekung. Kami sama-sama sedang hamil. Namun, tidak jelas pria yang menghamili Karina. Kuharap semua ekspektasiku menjadi kenyataan dan anak yang ada dalam kandungannya bukanlah anak Mas Rafli."Aku bukan Ayah dari anak yang kamu kandung, Rin," ucap Rafli dengan senyum merekah di wajah. Aku tersenyum mendapati hasil tes yang sesuai harapan. Berbeda dengan Karina yang tampak tidak percaya dengan hasil itu."Apa maksudmu? Tidak mungkin. Pasti kalian melakukan sesuatu pada hasil tes tersebut!" tuduh Karina.Mas Rafli tersenyum meny

  • Nikahi Saja Sahabatmu, Mas!    Bab 22

    "Silakan bila Anda ingin menuntut rumah sakit. Kami juga akan menuntut balik Anda karena ingin melakukan penyuapan," ucap petugas keamanan membuat Karina terdiam. Aku tersenyum miring mendengar perkataan petugas. Kupandangi wajah Karina yang tampak merana. Perbuatan yang tidak sepantasnya itu diketahui oleh kami yang terlibat dengannya.Petugas keamanan memaksa Karina keluar dari rumah sakit. Aku dan Mas Rafli hanya memandanginya. Hatiku bersorak senang ketika dia mendapatkan perlakuan yang sepantasnya.Kutatap wajah Mas Rafli yang tidak terbaca. Apa dia memang memiliki perasaan pada Karina? Terlihat kalau bola mata Mas Rafli menyiratkan kesedihan."Mas sedih kalau anak yang dia kandung bukanlah anakmu?" tanyaku dengan pelan. Mas Rafli menatapku terkejut. "Tidak, bukan seperti itu. Aku hanya tidak menyangka kalau Kirana dapat melakukan hal seperti ini. Ingin mengubah hasil tes agar aku mau bertanggung jawab," jawab Mas Rafli. Kuselami mata Mas Rafli, tidak ada kebohongan di dalam s

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status