Reyshaka
Point Of ViewAda yang belum kenal sama saya?
Kenalan dulu!
Namaku Reyshaka, biasa dipanggil Rey, atau kalau lagi pada gemes sama aku mereka panggil Reyshableng. Eh tapi ada juga yang manggil sayang, contohnya ibu-ibu tetangga kos.
Aku ini salah pemuda generasi bangsa yang saat ini tengah berjuang untuk diri sendiri dulu agar menjadi orang baru nanti untuk negaraku. Kata papa kalau belum sukses itu belum bisa disebut 'orang', jadilah saat ini aku ini makhluk setengah dewa.
Aku hanya salah satu budak yang beruntung bisa mendapat gelar dokter, rumah asliku di Semarang tapi sekarrang aku sedang menyusuri takdir mengabdi di Jombang kalau biasa Jombang terkenal dengan sebutan Kota Santri, kalau bagiku Jombang adalah Kota Perjuangan. Sebenarnya aku juga berat mau kerja di sini, karena di sini ada seorang Shanum yang pernah aku langitkan namanya, tapi katanya dia sudah menikah dengan orang lain.
Tapi karena aku cinta pada pekerjaan ini makanya aku sampingkan perasaanku. Oh iya Kata orang dokter itu adalah salah satu profesi yang diidam-idamkan wanita. Omong kosong lah itu! Yang bilang begitu belum ketemu saja sama yang namanya Shanum.
Kembali ke sukses! Standar sukses setiap orang itu berbeda. Kalau bagiku sukses itu adalah bisa melaksanakan amanah.
Pertama nih amanahku diciptakan sebagai sebutir makhluk yang tak berdaya yaitu amanah ibadah, "Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, kecuali untuk beribadah kepada-Ku." Pada ingat nggak itu penggalan ayat surat apa?
Yang inget aku kasih nomer hp nya Bang Ilyas-sepupuku yang paling menawan- masih jomblo juga.
Aku curhat sekalian tausiyah nggak apa-apa ya? Alah sekali-kali kalian lihat aku agak waras.
Dari ayat itu berarti aku dan kita semua diciptakan oleh Allah semata-mata untuk beribadah atau menyembah Allah. Ibadah wajib, ibadah sunnah, ibadah mubah, dan ibadah lainnya ya itu semua amanahku.
Pertanyaanya sudahkah aku berhasil menjalankan semua amanah itu?
Ya belum lah!
Sudah aku bilang aku ini belum jadi orang, alias masih setengah dewa. Sampai saat ini masih berusaha banget menjalankan amanah itu dengan baik.
Terus yang kedua, amanah sebagai khalifah. Hayo ada yang inget arti khalifah?
Kalau ada yang inget aku kasih nomer hp Bang Luham, dia sepupuku juga yang indigo. Siapa tau butuh buat nangkap tuyul.
Jadi khalifah itu kan berarti kita punya amanah untuk berbuat yang terbaik bagi manusia dalam hidup ini. Kita harus mempersembahkan yang terbaik dalam hidup ini. Seperti yang Kanjeng Nabi pernah ucapkan, 'Manusia yang terbaik adalah yang paling banyak manfaatnnya bagi orang lain'.
Nah ya udah, ini aku lagi berusaha bermanfaat bagi yang lain dengan caraku sendiri. Caranya gimana? Ya ada lah pokoknya, yang penting kehadiranku dimanapun itu tidak merugikan orang, syukur bisa membawa berkah.
Terus sudahkah aku sukses di amanah ini?
Jawabannya belum juga.
Lanjut amanah ketiga adalah menjaga segala sesuatu yang Allah titipkan. Kesehatan dan rejeki, itu adahal contoh kecil dari amanah ini. Manusia setengah dewa ini juga sedang berusaha banget untuk menjaga titipan itu.
Hidup sehat dan bersih, istirahat cukup, makan sehat, olah raga teratur, sebutkan satu aja yang udah kalian lakukan untuk menjaga amanah kesehatan dari Allah! Kalau belum ada kita satu tower!
Mari kita nyebut bareng! Astaghfirullah...
Untuk urusan rejeki, insyaalah sudah mulai tertata dan itu berkat mama yang tak pernah lelah mengomel agar aku bijak menggunakan rejeki dari Allah. Sisihkan untuk bekal hidup di dunia dan sisihkan untuk bekal hidup nanti setelah di dunia.
Amanah yang ini belum sukses juga karena ada sebagian rejekiku yang belum tersalurkan dengan baik, belum ada yang mau aku nafkahin maksudnya!
Tapi melihat itu semua kapan ya aku bisa sukses dan jadi 'orang'?
Jangan pesimis dulu, Rey!
Sukses itu jika kamu terus berusaha dan pantang menyerah. Sukses itu tidak berhenti di satu titik, tapi sukses itu tindakan yang terus berulang bahkan setelah berada di titik kejayaan.
Merdeka!!!
Udah ya, segini aja curhatnya, takutnya yang nyimak udah sampai gumoh. Kalau ada yang baik ya diambil hikmahnya, jangan lihat siapa yang ngomong tapi dengarkan omongannya.
Bismillah.. mari kita belajar terus dan terus. 'Utlubul 'ilma minal mahdi ilal lahdi'
Termasuk belajar move on.... Kalau susah ya maafkan! Kata Pak Kyai belajar itu kan nggak ada habisnya.
Oke Rey! Tarik nafas dan seruput kopinya!
"Shanum kelihatan bahagia dengan suami yang sekarang ya Pak?"
Setelah melamun sambil melihat Shanum pulang dan mobilnya tak lagi terlihat, akhirnya aku menyuarakan pertanyaan itu kepada Pak Basuki yang kini sudah duduk bersamaku. Aku masih enggan meninggalkan panti padahal sebentar lagi maghrib. Rasanya lebih senang berada di sini daripada di kos, sepi banget.
Sekalian aku bisa mencari banyak ilmu tentang mengurus panti asuhan, siapa tau bermanfaat ketika Bang Ilyas tiba-tiba sawannya kumat dan minta digantikan mengurus panti. Soalnya dia itu suka yang mendadak, kadang bisa tiba-tiba ngilang, tiba-tiba bahagia, bisa juga tiba-tiba sedih, persis orang kena sawan. Bang Ilyas itu orang paling misterius di keluarga kami, dia yang paling tertutup, tidak ada yang tau apa yang ada dihatinya. Kecuali aku tentunya!
Di keluargaku rahasianya siapa sih yang enggak aku tau? Sampai rahasianya simbah aja aku tau!
Oke stop curhat, Rey! Kembali ke Pak Basuki.
Pak Basuki mengangguk untuk membenarkan pertanyaanku. "Alhamdulillah,"
Satu harapan ku hilang lagi. Sejujurnya aku masih belum percaya kalau Shanum sudah menikah. Diam-diam aku selalu mencari informasi kebenaran pernikahan Shanum, hanya Bang Ilyas yang tau hal ini, kalau di depan keluarga aku selalu berakting baik-baik saja. Takut mama khawatir dan terus merasa bersalah.
Aku pernah mengejar kebenaran itu pada dr. Kaslan-Omnya Shanum-, lalu setelah kenal dengan pakdenya Shanum, aku juga mencoba mencari tahu kebenaran itu dengan pertanyaan pancingan, berharap Pak Basuki akan menjawab kalau Haris bukanlah suami Shanum tapi pada kenyataannya beliau membenarkan.
Kalau boleh jujur lagi, sebagian hati kecilku masih yakin kalau Shanum itu tidak menikah dengan Haris. Entahlah aku yang terlalu optimis atau memang tak tau diri?
Ya jelas optimis lah!
Optimis tak tau diri lebih tepatnya..
Sebenarnya aku masih punya satu harapan yaitu Eca. Sepertinya gadis kecil itu dekat dengan Shanum. Tapi agak ngeri juga sih mau menggali info darinya, kalau dia bilang iya berarti habis sudah harapanku. Dan itu artinya aku resmi jadi sadboy. Balik nyantri lagi kalau gini ceritanya.
"Nak Rey kenal Shanum di mana?" Pak Basuki mengajukan pertanyaan sensitif.
Di kantor bupati, waktu itu dia minta foto terus panggil saya dengan sebutan om, habis itu kita ketemu lagi di tempat bencana, habis itu dia pakai mobil saya dan kenal mama dan langsung dekat dengan mama, akhirnya lebih dekat lagi dengan saya hingga dia berhasil mengirim pelet ke saya, dan saya nggak bisa hidup tenang sampai sekarang karena peletnya melekat erat.
Astagfirullah.. Lancar banget memoriku!
"Saya kenal Shanum karena dia sering bertemu dengan dr. Kaslan di rumah sakit, kebetulan saya juga kerja di sana sebelumnya, Pak." Aku pilih jawaban aman.
Aman itu artinya jangan sampai Pak Basuki tau aku ini gagal move on, walaupun bener sih.
Tolong dong kasih tau caranya buat menangkal peletnya bidadari! Kalau jaka tarub kan ngambil selendangnya bidadari agar jadi istrinya, kalau caranya biar lupa gimana? Selendangnya di buang? Pertanyaannya, selendangnya ada dimana?
"Kamu asli Semarang?"
Aku mengangguk dan tersenyum.
"Mama papa kamu asli Semarang semua?"
"Iya Pak! Tapi mama saya ada darah Jogja juga. Masih rumpun Jawa semua!"
"Oalah, jadi kamu ini pemuda Semarang? Bapak kira kamu ita ada keturunan arab lho!"
Hahah... Si Pakde lucu juga.
Aku? Arab?
Astagfirullah..
Eh bentar aku ngelirik hp dulu buat lihat pantulan diriku. Dan ternyata benar, aku ada wajah arabnya! Baru sadar! Pantes aja ibu-ibu tetangga kos suka nongkrong di depan kalau aku pas lewat. Terus suka ngomong arab gitu.
'Assalamualaikum, le!'
Begitu biasanya ibu-ibu menyapaku dengan bahasa arab.
Tapi dari siapa coba arabnya? Mama dan papa jowo tulen. Oh mungkin Abi Iky- sepupunya papa- Lah tapi apa hubungannya sama abi iky?
Aku mengabaikan wajah arabku yang nggak seberapa ini, lebih memilih bertanya banyak hal tentang mengelola panti pada Pak Basuki. Darinya aku juga mendapat cerita bagus mengenai kehidupan beliau. Aku salut sekali dengan keikhlasan beliau menerima takdir bahwa Sang Istri tidak bisa punya anak, dan mereka berdua mendedikasikan hidup untuk mengurus anak-anak yatim piatu ini.
"Pernah nyantri juga kan? Kalau Bapak minta Nak Rey ikut mengajar ngaji anak-anak panti gimana? Kemarin Bapak ngobrol-ngobrol sama abahnya Shanum untuk menambah mata pelajaran madrasah sore. Nanti jadwalnya menyesuaikan jadwal kerja Nak Rey, seminggu satu kali saja kok!" ucap Pak Basuki
"Waduh, saya belum bisa Pak! Cari yang lain saja yang lebih berkompeten, takut anak-anak tersesat kalau saya gurunya."
Pak Basuki malah terbahak mendengar jawabanku. Benar kan jawabanku? Aku benar-benar merasa nggak pantas berdiri di depan untuk mengajar. Guru itu kan di gugu dan ditiru, apa jadinya mereka kalau meniru aku?
"Nak Rey sukanya merendah lho! Nanti Bapak bicarakan dengan Shanum dan yang lain juga. Bapak harap Nak Rey setuju, anak-anak udah akrab banget lho sama kamu."
Emmm... Kalau Shanum yang minta, bisa dibicarakan baik-baik.
Cukup lama aku dan Pak Basuki kembali bercerita ngalor ngidul, beliau ternyata sangat ramah.
aku memang paling suka bertukar cerita dengan siapapun karena dari situ bisa mendapat banyak sekali pelajaran. Kita baru berhenti setelah terdengar adzan maghrib.Aku ikut jamaah sholat di sini bersama semua warga panti, melihat tawa riang anak-anak panti dan senyum tulus para pengurus panti membuat kesan tentram sendiri di hati. Rasanya tertampar juga melihat anak-anak ini yang tetap semangat menjalani hidup meski tak ada orang tua mereka lagi sedangkan aku malah sering bikin mama papa kesal. Astaghfirullah...
Kemudian setelah shalat maghrib aku pamit pulang, nggak enak juga udah dari pagi aku di sini.
Sebelum pulang ke kos, aku mampir klinik dulu karena memang tadi mobilku aku tinggal di klinik. Hampir tiga minggu di sini aku belum penah menyusuri Kota Jombang, masih kalah dengan Arsha -adikku- yang udah hafal banget setiap sudut kota ini. Tapi sepertinya mingguku nggak akan lagi sepi karena sekarang aku punya Eca dan teman-temannya untuk mengisi hariku.
"Darimana Rey? Aku kira ini mobil mau digadaikan." sapa Mala salah satu dokter di klinik ini.
"Itu dari panti depan," jawabku.
Mala ikut melongok melihat panti, entah untuk apa karena selanjutnya dia tidak berkomentar lagi tapi memilih membukakkan air mineral dingin untukku.
"Aku yakin sih seharian ini udah lebih dari tiga gelas kopi yang kamu habiskan, maka dari itu sekarang minum ini!" titahnya.
Aku menerima botol air itu dan duduk di samping Doni -perawat yang waktu itu diomelin Eca- yang sedang sibuk mengetik laporan.
"Udah makan, Rey? Mau sekalian aku pesankan nggak? Kita lagi mau pesan buat makan malam," tanya Mala lagi.
"Nggak usah, La! Makasih. Aku mau pulang ini, besok Senin harus ikut Pak Dir rapat."
Mala mengangkat jempolnya dan aku bersiap pulang karena baru ingat juga besok siang harus ikut mendampingi Pak Direktur rapat dengan pejabat daerah. Aku harus sholat hajat dulu malam ini, biar nggak malu-maluin banget karena ini baru pertama kali ikut direktur menghadiri rapat.
"Perjuangkan hak kami, Dok!" sahut Doni sebelum aku pulang.
"Kewajibannya udah dilaksanakan belum?" tanyaku dan Doni hanya meringis lalu memilih melanjutkan pekerjaannya.
Aku mengemudi dengan pelan karena ingin menikmati pemandangan kota ini. Rasanya kenapa sepi banget ya kalau sendirian begini?
Di dalam keramaian aku masih merasa sepi..Sendiri memikirkan kamu...
"Astaghfirullah, ini penyiar radionya punya telepati apa gimana sih? Milih lagunya bisa pas begini." gumamku sendiri lalu mematikan audio mobil.
Sebelum benar-benar sampai kos aku mampir dulu ke minimarket untuk membeli beberapa keperluan pribadi namun aku harus melambatkan langkah karena mataku menangkap seseorang yang tak asing. Dia sedang makan di restoran samping minimarket, dan kebetulan mejanya outdoor.
Kalau mataku nggak salah lihat, itu adalah Haris seseorang yang diduga suaminya Shanum. Tapi kenapa dia makan berdua dengan wanita dan aku yakin itu bukanlah Shanum.
Ya Tuhan.. Jiwa paparaziku sungguh bergejolak, ingin rasanya aku foto pemandangan itu dan aku kirim ke Shanum dengan captoin yang panas agar Shanum juga marah dan akhirnya cerai.
Nah itu contoh adegan sinetron ku menangis...Dan ini dunia nyata, nggak semudah itu! Siapa tahu itu adalah saudaranya.
Akhirnya aku memilih masuk dan melanjutkan rencana belanjaku. Tapi rasa penasaranku semakin besar karena setelah aku selesai belanja pun Haris dan perempuan itu belum pergi dan sekarang di tambah sikap mereka itu tidak biasa, gestur mereka menunjukkan bahwa mereka itu adalah pasangan.
Aku sedikit tergagap ketika akhirnya Haris melihatku yang mengamatinya, dia juga sempat terkejut dan gelagapan. Sampai akhirnya dia tersenyum dan menghampiriku.
"Kamu Reyshaka kan?" tanyanya.
"Iya. Lagi makan?" Aku bertanya sambil melirik wanita yang masih duduk di sana dan sepertinya Haris menyadari tatapanku.
Haris bergerak tak nyaman dan akhirnya dia tersenyum. "Kenapa? Bukannya kita sebagai pria boleh punya empat istri?" tanyanya dengan wajah jumawa.
Hah? Gimana? Jadi itu istrinya? Haris punya dua istri?
"Bahkan tanpa izin istri pertama pun tetap sah!"
Lagi-lagi Haris tertawa melihat aku yang mematung. Dia berpamitan kembali ke tempat duduknya. Sedangkan aku memilih tetap diam sambil membawa rasa penasaranku pulang.
Sepanjang perjalanan pikiranku benar-benar tak bisa santai, rasanya masih belum percaya. Aku benar-benar ingin tau apa yang terjadi pada Shanum. Kalau memang dia sudah benar menikah bahkan di madu aku akan menjauh asal dia ikhlas dengan pilihannya, tapi kalau sampai Haris poligami tanpa sepengetahuan Shanum, jangan harap aku akan mundur.
Hingga keesokkan harinya pikiranku belum tenang. Aku memulai pekerjaan dengan rasa penasaran yang begitu besar. Aku terus memutar otak bagaimana caranya aku dapat info yang benar-benar valid tentang pernikahan Shanum.
"Dok, pasien pertama!" ucapan Doni membuyarkan lamunanku.
Aku mencuci wajah dulu sebelum menemui pasien, biar nggak kelihatn kucel banget. Kata papa 'good looking is everything'.
"Om Dokter!" panggil seseorang yang sudah terbaring di bed pasien.
Yang tadinya pikiranku kusut mendadak jadi sumringah melihat pasien yang datang adalah Eca terlebih lagi yang mengantar adalah bundanya.
"Eca boleh copot sendiri nggak benangnya? Kan Eca mau belajar jadi dokter!" pinta gadis cilik itu.
"Biar Om dokter aja, Eca! Mau copot jahitan kayak gitu harus sekolah dulu bertahun-tahun! Nanti kalau kulit Eca ikutan copot gimana? Kan Eca nggak tau caranya!" sahut Shanum dengan keprcayaan diri yang tinggi membuat yang lain tertawa.
Dasar bidadari! Bikin alasannya ngawur!
"Kan Bunda itu bidadari, katanya punya kekuatan. Kalau kulit Eca copot yang tinggal minta tolong Bundadari!"
Pengin banget rasanya ketawa melihat wajah Shanum yang gelagapan mendengar jawaban Eca. Biar tau rasa, makanya kalau mau ngajarin anak itu yang wajar-wajar saja wahai bidadari!
Besok nggak akan aku biarkan anakku diracuni imajinasinya bidadari!
Eh! Astaghfirullah.. Ngomong apa aku ini!
"Biar Om aja ya yang beri tindakan! Nanti Eca boleh deh yang nutup sendiri lukanya pakai kain kasa!" rayuku.
"Please Om! Eca pengin bisa!" pinta Eca lagi, rupanya anak ini keras kepala juga.
"Eca anak pinter, kalau tindakan seperti ini harus dilakukan oleh orang yang berwenang. Nah caranya biar Eca jadi orang berwenang, Eca harus belajar yang rajin, ngaji yang rajin juga berdoa yang rajin biar nanti bisa jadi dokter yang hebat dapat sertifikat baru deh boleh nyopot jahitan! Kalau sekarang, Om bisa ditangkap polisi gara-gara bolehin Eca nyopot jahitan sendiri!"
Eca mendengarkanku dengan ekpresi yang lucu banget.
"Beneran Master bisa ditangkap polisi kalau Eca yang nyopot jahitan sendiri?" Tanya Shanum tapi ngomong-ngomong kenapa wajahnya girang begitu?
Tapi aku malah fokus ke hal lain. Tadi Shanum panggil aku apa? Master? Kok seneng ya!
Master itu panggilan khusus dari dia, sejak pertama kali kenal, entah berapa banyak dia punya sebutan untukku. Pertama dia panggil aku om, lalu dia plesetin namaku jadi Rey-Shakaratul maut, terakhir sebutan Master ini yang paling melekat.
Master itu adalah singkatan dari Mas Dokter, antik memang Si Shanum!
"Kalau gitu biar Eca sendiri aja yang copot jahitannya, Master!" lanjutnya dengan wajah yang semakin senang.
"Heh! Lama-lama kamu yang aku jahit!" protesku. Aku tau sekali niat bulusnya.
Shanum tertawa, untuk pertama kalinya aku lihat dia tertawa lagi. "Ya nggak apa-apa nanti aku copot sendiri jahitannya biar Master tambah lama di penjara!" ungkapnya dengan sangat bahagia,
Walaupun kedengarannya memprihatinkan tapi justru hatiku senang melihat Shanum yang kembali bisa tertawa lepas di depanku setelah sempat bersikap dingin padaku. Wajar kali ya, soalnya yang dia tau aku pernah menghilang tanpa alasan.
"Eca masih di sini lho ini, kenapa malah dicuekkin!" protes Eca yang secara tidak sadar aku abaikan gara-gara melihat Shanum tertawa.
Aku meminta maaf dan kembali menangani luka Eca. Anak itu pintar, mudah menerima penjelasan asal logis. Eca anteng selama aku mencopot jahitannya lalu aku biarkan dia sendiri yang menutup bekas lukanya dengan kassa. Eca lalu bersorak senang sekali karena berhasil memasang kassa dengan rapi.
Aku buru-buru meresepkan tambahn vitamin untuk Eca karena sejak tadi Shanum sudah tidak sabar membwa Eca pergi ke sekolah. Gadis itu hanya izin sebentar karena memang pagi ini jadwal kontrolnya.
Sementara Eca antusias melihat Doni yang membereskan sisa tindakan, Shanum duduk dan menanti resep yang aku tulis.
"Semalam aku ketemu Haris!"
Shanum mengangkat kepalanya menatapku, "Dia memang pamit keluar sebentar!" jawabnya.
"Sendiri?"
"Dari rumah sendiri!"
Shanum kok jawabnya kenapa enak banget dan tanpa beban hitu? Jadi dia beneran tidak tau kalau ada kemungkinan Haris poligami?
Ya Allah.. Kepalaku rasanya mau pecah gara-gara penasaran!
"Tambah vitamin aja, insyaallah udah bagus lukanya!" aku menjelaskan sambil menyodorkan kertas resep.
"Terimakasih."
Aku memperhatikan Shanum dan Eca yang menjauh. Melihat senyum tulus Shanum merawat Eca kenapa aku semakin tidak rela kalau ada lelaki lain yang mencoba menyakiti hatinya lagi!
Jadi aku harus gimana? Menikung atau menabrak?
Oalah Rey! Buaya kok galau!
"Mengasuh anak itu tugas orangtua.Bukan ibu saja atau ayah saja.Bikinnya berdua urusnya bersama.Karena anak juga butuh figur ayahnya," Mas Rey langsung membuka sebelah matanya begitu mendengar nyanyian yang sengaja aku keraskan. Cengiran lebar muncul di wajahnya sejurus dengan matanya yang terbuka sempurna. Masih sambil cengar-cengir dia membuka selimut dan mulai mendekatiku yang sedang menimang bayi perempuanku. Bayi cantik ini sejak jam satu tadi tidak mau tidur dan sekarang sudah menjelang shubuh. Mas Rey mengambil alih anaknya kemudian aku langsung tak sabar untuk rebahan, rasanya pinggangku udah pindah tempat. Lebai sih ya? Sebenarnya aku nggak kesel kok sama Mas Rey, cuma pengin ngerjain dia aja kebetulan udah mau masuk waktu shubuh jadi biar dia bangun. Sekalian gantiin gendong sebentar juga sih. Memang capek dan pegel banget ngurus dua bayi sekaligus tapi aku sangat menikmati. Terlebih lagi ketika harus pindah ke rumah sendiri dan bayi cantik itu punya kebiasaan bangun
SHANUM "Penghapusan proses hukum seseorang yang sedang berjalan?""Apa Mas?" tanyaku lagi karena Mas Rey tak juga menjawab, dia malah sibuk menata baju-baju bayi."Mas?"Mas Rey menghela napasnya kemudian berdiri menghampiriku. Langsung saja dia mengambil ponsel yang sejak tadi menemaniku membunuh waktu.Tanpa bersuara Mas Rey menunjuk jam dinding di ruangan VIP ini. Aku hanya bisa tersenyum semanis mungkin agar dia tidak marah karena sampai jam satu malam ini aku belum juga bisa tidur."Tidurlah!" titahnya dengan nada final ditambah ekspresi serius yang membuat aku tak berani mendebatnya lagi. Mas Rey tidak pernah bersikap seperti ini, kecuali kalau memang dia sedang tidak ingin dibantah.Aku menarik selimut berwarna biru berlogo rumah sakit ini hingga sebatas leher, mencoba memejamkan mata. Namun, bukan kantuk yang aku dapat, malah matanya pegel. Aku kembali membuka mata dan mendapati Mas Rey yang masih duduk sambil menatapku. Akhirnya dia tersenyum kemudian melepas sandalnya dan i
SHANUM Rasanya merinding banget sore ini, antara haru, bersyukur, sedih, dan segala macam emosi lainnya. Terharu karena kali ini aku menyambut hari raya dengan penuh cinta dan berkah, bersyukur karena aku mempunyai keluarga baru yang penuh dengan kasih sayang, dan sedih karena lebaran tahun ini aku harus jauh dari abah dan tidak bisa berziarah ke umi. Sehabis sholat ashar aku berjalan beriringan dengan Azkia dan Mbak Alea menuju pemakaman keluarga Bani Ahmad, bukan hanya kami bertiga tapi semua keluarga yang ada di Semarang kini menuju kesana, untuk mengirim doa pada leluhur. Kecuali Si Master Jenggala yang harus kembali ke habitatnya. Astaghfirullah.. Entah berapa kali aku harus menyabarkan diri karena kesel sama Mas Rey. Bisa-bisanya dia mengambil pekerjaan ke luar kota. Mau melarang kok kayaknya Mas Rey seneng banget dapat ajakan baksos dari temannya, Tapi dibiarkan berangkat kok rasanya jadi seperti ini, seharusnya bisa menikmati malam takbiran dengan hikmat, kini malah jauh. E
REYSHAKA"Nah itu setelah sujud, sebelum berdiri rakaat kedua kita duduk dulu baca tasbih 10 kali, baru berdiri lagi kan?" Mama menjeda ceritanya karena tidak kuat menahan tawa, sampai keluar air mata."Bisa-bisanya dua bidadari nya Rey ini tidur, nggak ikut berdiri rakaat kedua terus bangunanya pas udah dengar imam ngucap salam, baru mereka ikut salam," lanjut mama masih dengan tawanya, malah kini seluruh manusia yang duduk di meja makan ini ikut terpingkal.Kecuali Eca dan Shanum, mereka berdua sama-sama manutup wajah dengan jilbab karena malu. Mama baru saja menceritakan kejadian menggelikan saat tengah malam tadi kita berjamaah sholat tasbih. Jarang-jarang aku melihat mama bisa tertawa sekeras ini."Jadi mereka berdua cuma ikut satu rakaat terus salam, Ma?" tanya ArshaMama masih berusaha menghentikan tawanya, membuat Eca semakin mendusel ke lenganku, begitu juga Shanum, dia sudah ndusel ke mama karena malu. "Iya, mereka cuma ikut satu rakaat, habis itu pede banget langsung ikut s
SHANUMAlhamdulillah..Kalimat syukur yang ingin rasanya aku ucapkan di setiap hembusan napas ini. Karena hingga detik ini, Allah sudah mengganti semua kesedihanku yang lalu dengan kebahagiaan yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya.Alhamdulillah setelah beberapa hari yang lalu aku kembali harus absen menjalani puasa karena kondisi yang melemah, hari ini aku bisa kembali ikut melaksanakan kewajiban umat islam itu.Rasanya puasa kali ini semakin lengkap karena kehadiran Eca. Aku nggak pernah menyangka Mas Rey akan memberikan kejutan yang begitu indah dengan resmi mengadopsi Eca sebagai anak kami. Udahlah aku bingung gimana caranya berterimkasih padanya, emang beneran shableng. Dalam segala hal. Bahkan untuk hal peka dan kebaikannya pun bisa di sebut sableng karena saking luar biasanya.Hari ini alhamdulillah keadaanku sudah berangsur normal, jadi aku bisa ikut menghadiri acara buka bersama di pesantren Al Khadijah, tempatnya Bunda Syifa.Acara sore ini dihadiri hampir seluruh kelua
REYSHAKA"Jangan pakai body wash yang aroma itu!""Jangan pakai pomade kalau di rumah!""Jangan makan nasi goreng kalau mau pulang ketemu aku!""Jangan pakai parfum kalau mau peluk aku!"Nikmatnya punya istri yang lagi ngidam. Alhamdulillah.. Aku bangga!Permintaan-permintaannya yang kadang konyol membuat aku jadi serba salah, mau begini salah, mau begitu juga nggak bener. Aku menjauh dia nangis minta dipeluk, giliran udah dipeluk, ngomel-ngomel karena nggak suka aroma parfum ku, padahal ini parfum udah sejak lama aku nggak pernah ganti merk, sejak sebelum menikah malah. Baru sekarang dia protes.Atau kalau tiba-tiba aku lupa mandi pakai sabun yang udah dari jaman jahiliyah tersedia di kamar mandi, dia akan ngomel nggak berhenti. Nggak nyalahin juga sih karena ketika dia mencium aroma itu langsung muntah.Akhirnya aku Singkirkan semua, dan ajak dia ke supermarket, aku suruh dia milih aroma sabun yang dia mau, hasilnya? HAHA... Beli satu karton body wash yang katanya aromanya enak. Fe