"Halo, Bi. Assalamualaikum."
Kala mengangkat panggilan. Terdengar suara tuan mudanya di ujung telepon.
"Ya, Mas. Waalaikumsalam," jawab wanita paruh baya,yang bertanggungjawab atas dapur dan kebersihan di rumah keluarga Aris.
"Tolong kalau ayah Laila datang, jangan bilang Laila sedang sekolah, ya. Bilang dia masih siap-siap di kamarnya, dan memintanya untuk menunggu sebentar," pesan Aris yang tak ingin mangsanya lepas begitu saja.
"Hah?" Untuk sejenak Bibi tersebut bingung sekaligus heran, kenapa Laila yang tak ada di rumah, diminta untuk mengatakan sedang ada di kamar? Apa karena agar ayah Laila tak kepikiran anaknya tak ada, dan capek harus menyusul ke sekolah. Bibi manggut-manggut. "Bisa jadi," gumamnya.
"Oh ya, baik Tuan," jawabnya kemudian. Mau tak mau wanita itu mengiyakan apa yang diinginkan tuannya. Tak bisa membantah atau dengan sok tahunya memberi saran yang terbaik. Suka tak suka bibi harus mengiyakan itu
'Ah, lagian ini buk
Lintang mengembus kasar, kala menatap foto kakaknya di sebuah akun Ig seorang gadis. Zara yang dulu satu kelas saat SMA dengan kakaknya."Kenapa pula dia mengambil hadiah dari gadis itu. Huh! Ngeselin. Apa semua cowok pada dasarnya sama saja. Mereka suka dekat dengan gadis cantik," omelnya. Seolah tengah bicara pada diri sendiri.Kini tatapan Lintang beralih pada seseorang. Pada Laila tengah bersiap untuk pulang. Memasukkan buku dan barang lain ke dalam tas. Begitu juga murid lain yang berada dalam satu kelas dengannya. Termasuk Lintang.Diam-diam gadis itu memperhatikan kakak iparnya, dari tempatnya duduk. Lintang memiliki keyakinan, kalau Aris tidak bisa menjemput kali ini. Mengingat tadi, ada pesan yang mengatakan dia tak bisa datang. Sebab ada urusan mnedesak.Entah, urusan apa? Yang jelas Lintang berharap itu bukan indikasi, kalau Aris tak main-main dengan pernikahannya dengan Laila.Ia kemudian bangkit, mendekat pada Laila sebelum akhirnya ke
"Di mana aku?" Pria itu bertanya-tanya melihat sekeliling. Sudah ada tiga pria berbadan kekar mengerumuninya."Si-siapa kalian?" tanyanya bingung sekaligus ketakutan."Kami malaikat maut!" Salah seorang polisi menyeringai kesal menghadapi penjahat itu."Cih, kalian bercanda!" Heru tersenyum masam.Para petugas saling pandang. Mereka terkekeh melihat rekasi Heru yang menggelikan. Ia belum menyadari bahwa yang berada di sekitarnya adalah petugas kepolisian, karena tak mengenakan seragam cokelat seperti biasa.Namun, dahinya mulai mengerut curiga. Kala melihat ruangan tempatnya kini membuka mata, bukan seperti ruangan biasa. Selain dinding tempat pria itu bersandarnya kini dalam mencari kenyamanan, ada pembatas dengan orang-orang di luar. Sesuatu yang mirip dengan sel tahanan."Sel tahanan?" gumamnya.Para petugas kembali tertawa melihat itu, Heru ini benar-benar. Entah, mungkin karena pengaruh obat apa yang membuatnya tidur begitu
"Apa kalian menyembunyikan sesuatu?" tanya Lintang kemudian.Laila menutup mulutnya. Dia sadar sudah keceplosan menyebut kasusnya di depan Lintang.'Duh, bagaimana ini?' Laila merutuki kebodohannya, karena keceplosan bicara. Gawat kalau sampai Lintang tahu. Bisa-bisa dia akan melaporkan pada orang tuanya. Dan Aris akan dipisah paksa dengan Laila.Itu hal yang paling Laila dan Aris takutkan untuk sekarang. Setelah bunga-bunga cinta bermekaran di antara keduanya.Aris dan Laila saling tatap. Mereka enggan untuk membuka suara. Namun, juga berpikir, saling bertanya dalam hati bagaimana memberikan jawaban pada Lintang."Kalian menyembunyikan sesuatu dariku?" tanya Lintang kemudian karena kaka dan istrinya masih juga bungkam."Soal itu ...." Ucapan Laila tertahan."Apa maksudmu, Lin?" sergah Aris. "Tidak semua hal yang kami tahu diceritakan padamu, anak kecil!""Anak kecil!!?" Dua alis tebal Lintang tertaut. Dengan pertanyaan menekan
"Bunda membawanya ke counter dekat rumah barusan." Rani menceritakan bagaimana dia telah memperbaiki ponselnya yang rusak."Ya?" Hati Laila mulai berdebar-debar. Apa yang ibunya temukan? Mungkinkah ....'Hape yang rusak? Apa itu artinya Bunda menemukan sesuatu di ponsel itu? Bukankah semuanya sudah kuhapus hari itu? Trus bagaimana kalau Bunda tahu bagaimana busuknya kelakuan pria itu?'"Kenapa kamu tak jujur pada Bunda soal bajingan itu?"Deg. Hati Laila tersentak."Ap-apa maksud Bunda?" tanyanya terbata."Ini soal perbuatan ayah tirimu ke kamu Laila." Rani bicara langsung ke intinya. Tanpa memberi kesempatan pada anak gadisnya berkelit lagi.Dia memang tak menemukan banyak hal di ponsel itu. Namun, bekas panggilan dan sms di ponsel tersebut dari nomor Heru, masih ada dan menyisakan tanda tanya.Jelas-jelas sore itu Heru menelepon Laila, tapi pria itu keukeh tak mengaku saat Rani menanyakannya.Setelah mengetahui kenyata
"Mama, boleh Lintang masuk?" tanya Lintang sambil mengetuk pintu kamar orang tuanya pelan.Pintu itu tidak lah tertutup, karena Ajeng baru saja masuk dari kegiatannya di luar rumah. Sementara Lintang adalah gadis yang memiliki kesopanan, warisan dalam keluarga. Ia tak akan masuk ke dalam ruang privasi tanpa bertanya lebih dulu pada pemiliknya.Ajeng yang tengah merapikan pakaian ke dalam lemari, menoleh mendengar suara Lintang, puterinya."Ya. Masuklah." Wanita paruh baya itu tersenyum."Sudah pulang?""Huum." Gadis itu menyahut sembari mendekat pada sang mama."Mama tadi di sini heboh banget, pas aku sama Laila baru datang." Lintang memulai laporannya."Ribut? Ada masalah apa?" tanya wanita itu kemudian. Mendengar kata ribut, sontak saja tangannya berhenti bergerak. Kemudian memberi perhatian lebih pada puterinya.Ia kemudian duduk di sisi ranjang menghadap pada Lintang. "Jelaskan pada Mama, apa yang terjadi, Lin!""Ma,
Setelah sampai di jalan besar, Rani diturunkan oleh orang yang mengantar dengan menggunakan sebuah kendaraan bermotor."Terimakasih, maaf sudah merepotkan." Rani menyerahkan sebuah amplop berisi uang. Upah lelah."Ah, harusnya tak perlu serepot ini." Orang yang mengantarnya berbasa-basi.Dia tahu, begitu lah cara terimakasih orang-orang yang telah ditolongnya."Ambil saja." Rani tersenyum. "Maaf jika tidak banyak. Sejujurnya saya sedang ditimpa musibah.""Innalillahi waa inna ilaihi rojiun. Kalau boleh tahu ....""Saya akan bercerai dengan suami kedua saya. Jadi mungkin akan banyak merepotkan Mbak nantinya. Karena Insyaallah saya akan tinggal di kampung seperti dulu.""Oh, ya Allah yang sabar ya Mbak.""Lalu Laila?""Dia tetap di kota karena harus melanjutkan sekolahnya." Rani tak mungkin menceritakan pernikahan Laila. Karena anaknya itu masih sekolah. Apa jadinya kalau pihak sekolah tahu Laila sudah menikah? Bisa-
Tak ingin kecolongan, Laila mengirim pesan pada sang Bunda.[Bunda, tolong jangan membahas soal ponsel Laila di depan mertua atau adik ipar Laila, ya.][Ini soal ayah Heru. Kalau mertua Laila tahu, bahwa ayah Heru pelakunya. Mereka tak akan mungkin memaafkan Laila karena menuduh Kak Aris. Dan lagi pasti mereka juga akan berusaha keras memisahkan kami.]Send. Centang satu.Laila mendesah. "Kenapa nomor Bunda tak aktif, sih?" gumamnya merasa sedih.***"Lin, sana panggil yang lain! Makanannya sudah siap," perintah Ajeng pada puterinya"Nggak, ahh. Mama aja. Ck. Males banget ketemu Laila." Lintang menjawab dengan ogah-ogahan.Setelah obrolan seriusnya dengan Laila, bukannya mendapat rahasia yang disimpan sahabat sekaligus kakak iparnya itu, ia malah mendapat sebuah setempel sebagai orang yang kepo dan tak perlu tahu urusan Laila dan Aris. "Mengesalkan sekali, hihhh.""Lah kenapa?" Dahi Ajeng mengerut."Udah, ah ... M
Laila terdiam. Dia tahu ke mana arah bicara ayahnya itu. Dan siap tak siap, ia harus siap menerima kemarahan dari Aji. Pria itu bukan hanya marah karena Laila diam dan menuduh Aris, tapi juga merusak nama baik Aris di depan keluarga.Pemikiran sang ayah sederhana, ia tak ingin menyakiti orang lain, dan membuat orang lain tak bersalah mendapat hukuman."Mas tolong pelan kan suara Mas. Tak enak sama Ibu Ajeng." Ardian menegur sang Kakak yang sudah dikuasai emosi.Aji mendesah. "Ayah malu Laila. Malu sekali pada Aris. Ayah bahkan sampai bingung bagaimana cara mengucap maaf padanya," ucap pria berusia kepala empat itu.Sementara Laila tak mengerti harus menjawab apa, selain terbawa suasana. Dia lalu ingat betapa besar pengorbanan Aris untuknya. Bukan hanya menanggung malu, rasa bersalah dan luka di tubuhnya karena kesalahan orang lain. Kini pemuda itu satu-satunya pria yang mati-matian membelanya."Jadi kamu dan Aris bersepakat untuk membiarkan Heru?"