Share

02. Demi Sang Gadis

Sean Rahardja.

Julukan Lady Killer yang disematkan padanya bukan tanpa alasan. Sean senang bergonta ganti wanita alias pacar. Dengan wajah gantengnya itu, tidak mungkin ada wanita yang menolaknya.

Tiga hari adalah waktu tercepat dalam hubungan yang Sean jalani. Alasan Bosan selalu Sean lontarkan saat ditanya kenapa, padahal wanita-wanita yang dipacari Sean kecantikannya jauh diatas rata-rata karena berasal dari kalangan atas.

Kegiatan bergonta-ganti pacar itu berhenti tepat saat ia bertemu Ara. Jika sebelumnya Sean tidak perlu mengeluarkan banyak usaha dalam mendapatkan wanita yang ia mau, maka untuk Ara hal tersebut tidak berlaku.

Sean jatuh bangun untuk mendapatkan Ara dan setelah enam bulan baru gadis itu luluh. Ara berbeda. Gadis itu melihat Sean sebagai dirinya sendiri, bukan Sean yang menyandang nama Rahardja di belakangnya.

Lelaki menangis itu wajar. Lelaki juga manusia yang bisa merasakan sedih. Berkali-kali Sean membisikan kalimat itu untuk dirinya sendiri. Terakhir kali Sean menangis di pemakaman ayahnya dan sekarang air mata Sean kembali jatuh.

Rasanya begitu sesak. Rasa ketidak siapan kehilang orang yang ia sayangi menghimpit kuat dadanya. Memaksa Sean lagi dan lagi harus menerima kenyataan ia akan ditinggalkan.

Kenapa?

Setelah ayahnya, ibunya dan sekarang Ara?

Apa Sean benar-benar harus hidup sendiri?

Sean tidak suka ditinggalkan, itulah mengapa ia selalu meninggalkan lebih dulu wanita-wanita yang menjadi pacarnya.

Sean memejamkan matanya dan menyandarkan punggungnya pada kursi. Tidak boleh ada yang tahu jika ia habis menangis. Sean menarik napas dan mengeluarkannya, berulang kali hingga dirasanya sudah cukup, ia sedikit lebih tenang.

Terdengar suara pintu dibuka dan muncul lelaki berperawakan tinggi yang tidak kalah tampan dengan Sean.

"Aku pikir kau mati bunuh diri disini," sindir lelaki itu lantas ia mendudukan dirinya pada sofa yang ada diruangan Sean.

"Tidak berkaca eh? Siapa yang hampir minum obat pembunuh semut saat diputuskan pacarnya?"

"Cih. Masih saja kau mengingat hal itu."

"Ada keperluan apa kau kesini Cakra?" tanya Sean.

"Tidak ada. Hanya ingin memastikan temanku tetap hidup." Sebuah seringaian muncul dari wajah lelaki dengan tato monyet ditangannya itu.

Cakra kesini untuk memastikan Sean sudah menanda tangani proposal yang ia ajukan. Perusahaannya ingin menjalin kerjasama dengan perusahaan Sean.

Dua perusahaan besar menjalin hubungan kerjasama bukankah itu bagus?

OS Corp diwariskan pada Sean langsung dari kakeknya dikarenakan ayahnya sudah meninggal. Sejak kecil Sean sudah diajak kakeknya untuk singgah di kantor setiap pulang sekolah. Mau tidak mau secara tidak langsung Sean mempelajari kegiatan di kantor.

Sewaktu SMP Sean sudah turun langsung membantu kakeknya. Setiap Sore, Sean ada diruangan kakeknya untuk belajar bisnis, hingga malam tiba. Hal itu berlanjut hingga SMA dan masa kuliahnya.

Sean tidak serta merta begitu saja menduduki jabatan direktur OS Corp. Ia benar-benar diuji kelayakannya oleh sang kakek sendiri. Sean diharuskan menjadi karyawan magang disalah satu cabang perusahaan dan tidak ada satupun yang tahu jika Sean adalah cucu satu-satunya pemilik OS Corp.

Uji kelayakan yang diberikan oleh kakeknya bukan hanya soal kemampuan bisnis, namun juga menguji sikap.

"Sudah ada perkembangan dari gadismu?" tanya Cakra.

Sean menggeleng lemah. "Tidak ada harapan."

"Dokter bukan Tuhan. Berdoalah supaya terjadi keajaiban. Kenapa tidak coba membawanya berobat ke luar negeri?"

Jangan dipikir Sean tidak mencoba hal itu. Sean sudah memberitahukan alternatif itu namun Ara menolaknya, bahkan Ara mendiamkan Sean hampir seminggu karena usul yang diberikannya.

"Aku ingin bertanya pendapatmu," ucap Sean tiba-tiba.

Kata-kata itu menarik atensi Cakra dari ponselnya, ia langsung menatap heran pada Sean.

"Wah, kepalamu terbentur?" sindir Cakra.

Seorang Sean tidak pernah menanyakan pendapatnya pada orang lain. Ia memutuskan semuanya sendiri dan melakukan sesuai apa yang ia mau.

"Kau mencintai seseorang tapi orang yang kau cintai menyuruhmu menikahi orang lain. Apa kau mau?"

"Biar kutebak. Ara yang memintanya?"

"Jawab saja pertanyaanku, bodoh!" umpat Sean. Ugh, Sean memang tidak pandai dalam merangkai kalimat. Pantas saja Cakra bisa menebak maksud tersembunyi dari pertanyaannya.

"Hei! Aku lebih tua darimu, kau tidak boleh mengataiku bodoh!"

"Lebih tua dan lebih bodoh. Jawab saja pertanyaanku!"

Dua manusia yang berada di ruangan itu beradu mulut. Cakra, dia lebih ekspresif. Matanya membulat sempurna tatkala mendengar Sean menyebutnya bodoh. Sedangkan Sean mengatakan itu dengan wajah datarnya, seolah tidak melakukan apapun.

"Kalau aku tentu saja tidak mau. Aku hanya ingin menikah sekali dan dengan orang yang kucintai."

♤♤♤♤♤

Perbincangan itulah yang akhirnya membuat Sean menawarkan pernikahan kontrak terhadap Jihan.

Sean tidak mencintai Jihan.

Sean tidak mau hidup bersama orang asing.

Satu tahun rasanya waktu yang cukup untuk menuruti permintaan Ara. Setelah itu ia akan berpisah dengan Jihan menggunakan alasan ketidak cocokan.

Orang yang kehidupannya teratur seperti Sean sudah pasti merencanakan semuanya sebaik mungkin, hingga hal-hal yang mendetailpun juga ia pikirkan. Ia tidak akan membiarkan Jihan mengambil keuntungan dari pernikahan kontrak yang ditawarkannya.

Kecuali materi. Sean akan memenuhi semua kebutuhan materi Jihan bahkan Sean akan memberikan kompensasi yang cukup besar jika nanti mereka bercerai.

Tapi Jihan tidak berhak atas dirinya.

♤♤♤♤♤

"Kalau begitu, laksanakan secepatnya," pinta Ara lirih.

Sorot mata Ara yang sayu menatap Sean penuh harap. Bisa jadi ini adalah permintaan terakhirnya.

Diruang rawat itu Sean dan Jihan duduk berhadapan. Mereka sepakat untuk mengiyakan permintaan Ara.

Tangan kurus Ara bergerak mengambil tangan Sean. "Sayang, harus hidup dengan baik ya! Jangan terlalu keras bekerja," ucap Ara.

Sean menahan tangisnya mendengar itu. Memangnya untuk siapa lagi ia bekerja keras seperti ini jika bukan untuk meminang Ara? Sean ingin mewujudkan impian Ara dan tentu saja Sean harus berjuang.

Satu tangan Ara meraih tangan Jihan. "Jaga Sean-ku yang ganteng ya! Dia luarnya aja yang dingin, tapi aslinya manja banget."

Sean melotot mendengar ucapan Ara, baru saja Ara membuka aibnya. Sedangkan Jihan, ia cukup kaget dengan penuturan Ara.

Dan ketika dua tangan Ara mendekat, ingin menyatukan tangan lain dalam genggamannya, secepat kilat Sean menarik tangannya.

"Istirahatlah, jangan terlalu banyak pikiran. Aku keluar dulu," ujar Sean.

Sean berdiri, mengelus pelan kepala Ara dan mengecup kening gadis itu seperti biasanya.

Jihan yang pandangannya tidak lepas dari Sean, memutuskan kontak matanya saat tertangkap basah oleh Sean. Ada sisi lain dari Sean, sisi hangat yang selama ini tidak pernah Sean tunjukan, atau hanya Sean tunjukan pada Ara. Dunianya.

Diluar ruangan, Sean memastikan bahwa ini hal terbaik yang bisa ia berikan pada Ara. Selama itu bisa membuat Ara tersenyum di sisa hidupnya, maka akan Sean lakukan apapun permintaannya.

♤♤♤♤♤

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status