Share

03. The Day

Author: liamhrn
last update Last Updated: 2022-04-04 21:47:45

Jihan menatap pantulan dirinya didepan kaca. Memakai gaun pengantin mewah bertabur berlian. Gaun ini seharusnya tidak untuknya, gaun ini seharusnya Ara yang memakai. Tapi Ara bersikeras meminta Jihan untuk memakainya, alih-alih membiarkan Jihan memilih gaun yang lain.

Hari yang ditentukan tiba. Hari dimana Jihan akan melepas status singlenya untuk menikah dengan lelaki yang sama sekali tidak ia cintai. Beberapa jam lagi, ia akan resmi menjadi seorang istri.

Tatap kagum ditujukan Ara untuk Jihan saat masuk ke ruangan dan mendapati Jihan sedang duduk, dengan beberapa tangkai bunga ditangannya.

"Kamu lebih cocok pakai gaun itu daripada aku," ucap Ara, membuat Jihan tersentak dari lamunannya.

Jihan memperhatikan Ara, gadis itu benar-benar berjuang menuruti omongan dokter sampai akhirnya dokter mengijinkan Ara untuk menyaksikan pernikahan kekasihnya sendiri.

Ara duduk dikursi roda, dalam sakitnya pun, Ara masih terlihat cantik. Ara menampilkan senyumannya. Ntah hanya perasaan Jihan saja atau memang Ara terlihat lebih cantik dari biasanya.

"Cepet sembuh, Ara. Tepati janjimu," ucap Jihan.

♤♤♤♤♤

"Saya bersedia."

Jawaban Jihan diiringi tepuk tangan tamu undangan menjadi bukti bahwa saat ini ia sudah sah menjadi Nyonya Rahardja, istri dari Sean Rahardja.

Sean menggandeng Jihan untuk turun dari altar dan menghampiri Ara.

Ara berkaca-kaca melihat hal yang diinginkannya terjadi didepan matanya, sekarang ia sudah tenang jika memang harus pergi. Sean-nya sudah ada yang menjaga, jadi ia tidak perlu khawatir jika Sean kembali menjadi lady killer seperti dahulu. Ara tahu, Sean butuh sosok pendamping yang kuat.

"Kau senang?" tanya Sean, lelaki itu berlutut didepan Ara. Menggengam erat tangan perempuan itu.

"Sangat senang dan lega. Kalian serasi," jawab Ara.

Jihan berdiri dibelakang Sean, ia kesulitan berjongkok sebab gaun yang dipakainya cukup berat dan panjang.

Ara melambaikan tangannya pada Jihan, meminta agar gadis itu mendekat. Dibelakang Ara ada Dio —kakaknya dan ibunya, ada juga beberapa petugas rumah sakit yang menjaga —jikalau terjadi sesuatu dengan Ara.

Pernikahan Sean dan Jihan dilakukan secara tertutup. Hanya ada keluarga inti mempelai dan keluarga Ara, ditambah beberapa sahabat dekat Sean.

Sayangnya, hanya ibu Jihan yang hadir. Max harus segera kembali ke Perancis selang dua hari kedatangannya karena cabang Perancis mengalami masalah.

"Jaga Sean buat aku ya, Jihan," pinta Ara lagi, membuat Jihan menganggukan kepalanya.

Pesta dilanjutkan dengan perkenalan kedua keluarga di meja makan. Jihan sudah berganti gaun menggunakan dress yang lebih simple, sedangkan Sean sudah melepaskan jasnya.

Meja makan itu diisi oleh 16 orang. Terlihat sekali suasana yang awalnya canggung perlahan berubah menjadi hangat.

Jihan sekarang tahu, daripada wajah dingin tanpa ekspresi namun tampan milik Sean berasal, kakeknya. Bedanya, saat berbicara kakek Sean masih bisa tersenyum, tidak seperti Sean.

Jihan memperhatikan hampir semua orang di ruangan ini, termasuk Ara. Gadis itu walaupun tersenyum namun Jihan tahu jika sebetulnya Ara sedih.

Jihan juga memperhatikan di sudut ruangan, Sean sedang berbicara dengan Dio. Obrolan kedua lelaki itu terlihat serius dan dari gerak bibir Sean, Jihan bisa mengetahui bahwa lelaki itu berkali-kali meminta maaf. Dio menepuk-nepuk bahu Sean sebagai respon, rasa-rasanya Dio tidak cocok menjadi kakak Ara. Kepribadian mereka berbanding terbalik.

Raut bahagia dari ibunya juga tidak luput dari perhatian Jihan. Ia sudah lama sekali tidak melihat wajah bahagia ibunya. Bagaimana jika ibunya tahu jika pernikahan ini hanya akan dijalankan selama satu tahun? Bukankah artinya Jihan membohongi dan akan melukai perasaan ibunya?

Berbohong untuk kebaikan? Tetap saja, yang namanya berbohong itu tidak baik.

Ucapan perpisahan diberikan oleh Ara, beserta beberapa pesan dan nasihat sebelum Ara melambaikan tangan dan masuk ke mobil untuk kembali ke rumah sakit.

Masing-masing dari keluarga mereka juga sudah menuju kamar masing-masing. Pernikahan ini di gelar Sean disalah satu hotel miliknya dan beberapa kamar hotel sudah dipesan untuk beristirahat anggota keluarga.

"Jangan terburu-buru, Sean," pesan kakeknya.

Sean yang diberi pesan tapi mengapa wajah Jihan yang memerah? Sean menatap Jihan bingung. Apa yang perempuan itu pikirkan?

♤♤♤♤♤

"Hanya ada satu kamar disini. Jadi kau tidur diluar."

Sean baru saja keluar dari kamar mandi, lelaki itu masih mengenakan bathrobenya. Jihan yang sedang mengeringkan rambut didepan meja rias, berhenti dan menoleh.

Wajah Jihan cemberut. Bagaimana bisa Sean mengatakan hal itu padanya? Jihan kan perempuan! Seharusnya yang tidur diluar itu Sean.

"Tidak mau!" tolak Jihan mentah-mentah.

"Terserah. Aku tidak peduli kau mau atau tidak."

Sean bergerak melepas bathrobenya, membuat wajah Jihan tiba-tiba memerah.

Bagian atas tubuh Sean terekspos secara jelas pada Jihan. Warna kulitnya benar-benar putih, apa dulu Sean doyan minum susu hingga seputih itu? Jangan lupakan roti sobek yang berjumlah delapan itu. Terlihat liat dan menggiurkan untuk dijamah!

Untungnya Sean masih mengenakan celana pendek pada tubuh bagian bawahnya. Jihan tidak sanggup membayangkan jika..... Uhm, oke. Jangan dibayangkan Jihan!

Jangan kotori otakmu dengan hal-hal seperti itu Jihan. Setan memang menawan!

Jihan melihat Sean melalui kaca didepannya, lelaki itu benar-benar tidak berniat memakai baju ya?

Di tepi ranjang, Sean melakukan hal yang sama dengan Jihan —mengeringkan rambutnya, namun tidak selama Jihan. Hanya sepuluh menit.

"Kenapa kau tidak memakai bajumu?" teriak Jihan saat dilihatnya Sean sudah berbaring diatas ranjang.

"Aku tidak suka tidur memakai baju. Maka dari itu tidurlah diluar," balas Sean dengan wajah meledek.

Sepertinya Sean sengaja melakukan hal itu agar Jihan risih dan tidak mau tidur seranjang dengannya.

Tapi Sean salah. Jihan tidak akan semudah itu diusir. Setelah merapikan dan menyimpan hair dryernya, Jihan bergabung dengan Sean diatas ranjang.

Dari sudut mata Jihan melihat Sean sedang asik dengan ponselnya. Terdapat berbagai gambar diagram disana yang Jihan tidak tahu apa artinya.

Jihan meletakan gulingnya ditengah sebagai pembatas. Hal itu menarik perhatian Sean.

Sean mematikan ponselnya dan beralih menatap Jihan. "Kenapa? Kau takut?" tanya Sean, seraya tangannya menunjuk benda mati diantara mereka.

"Berjaga-jaga itu perlu," jawab Jihan.

Jantung Jihan berdetak tak karuan lantaran Sean malah mengangkat kedua tangannya dan menjadikannya bantal kepala, terlihat sekali lengannya yang kekar. Jihan menelan ludah, lalu bergidik.

"Kenapa memelototiku?" tanya Sean saat menangkap basah Jihan memperhatikannya.

Jihan dengan cepat menggeleng namun ia tidak bisa menyembunyikan wajahnya yang memerah.

"Kau memikirkan apa?" tanya Sean kembali. "Kau tidak sedang memikirkan malam pertama kan? Atau kau mau kita melakukannya sekarang?"

Sean memiringkan tubuhnya dan mendekati Jihan. Hal berlawanan dilakukan Jihan, ia menggeser tubuhnya hingga ke tepi ranjang.

"Aku tidak keberatan jika kau mau."

Bersamaan dengan seringai Sean yang muncul, Jihan melemparkan bantalnya ke wajah Sean.

"DASAR MESUM!"

Jihan turun dari ranjang dan berjalan cepat untuk pindah tidur di depan.

"Jangan lupa tutup pintunya!"

BLAM.

Jihan membanting pintu itu dengan sekuat tenaga.

♤♤♤♤♤

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • (Not) Just Married   22. Kekhawatiran Jihan

    Seorang model kelas atas tertangkap kamera memasuki sebuah hotel bintang lima bersama pengusaha muda berinisial SR. Ini adalah kali kedua mereka tertangkap kamera berada di lokasi yang sama.Jihan menatap kosong pada layar ponselnya yang baru saja menampilkan informasi dari dunia hiburan.Sebuah headline dari salah satu portal berita online merenggut kesadaran Jihan selama beberapa detik.Jari yang tadinya hendak memencet tanda silang kini malah menggulirkan layar ponsel. Di sana, terdapat sebuah foto satu lelaki dan satu perempuan, jari-jari mereka bertaut dan saling mengisi satu sama lain.Walaupun tampak belakang, tapi sepertinya Jihan mengenal siluet lelaki itu. Seperti Sean jika dilihat dari postur tubuhnya."Tidak mungkin." Jihan bergumam, menepis semua pemikiran buruknya.Tapi sayangnya pikiran-pikiran buruk itu terus berputar didalam kepala Jihan, membuatnya kesal. Lantas Jihan mengambil ponselnya dan mencari nama Sean disana.Jihan.Sean?Sean.Ya?Jihan.Kau sedang apa?Sean

  • (Not) Just Married   21. Debaran

    "PERMISIIIIII."Teriakan seseorang dari depan rumah membuat Jihan bergegas ke depan untuk melihat siapa tamu yang datang."Cari siapa ya?" tanya Jihan bergitu melihat lelaki dengan kulit sedikit gelap berdiri didepannya.Lelaki itu tersenyum, memamerkan giginya yang rapi. "Sean ada?""Ada. Tunggu sebentar."Jihan baru membalikan badan tapi Sean sudah berjalan mendekat ke arahnya."Kau terlambat lima menit, Eros," ucap Sean."Hanya lima menit. Ini hari pertamaku kembali bekerja, seharusnya kau menyambutku," protes lelaki bernama Eros itu."Bagaimana bulan madumu? Sudah puas?""Sangat puas, terimakasih atas hadiah liburannya. Ini... pacarmu yang mana lagi?" tanya Eros sambil melirik Jihan."Dia istriku.""Apa? Kapan kau—?""Ayo berangkat! Aku bisa terlambat jika kau terus mengoceh," potong Sean cepat. Jika meladeni Eros sudah pasti akan lama, lelaki itu betah sekali jika berbincang.Saat Eros sudah menghidupkan mobilnya, Sean berbalik dan kembali mendekati Jihan. "Kau yakin tidak mau ti

  • (Not) Just Married   20. Sisi Lain Sean

    Hari libur biasanya dimanfaatkan untuk bersantai atau bermalas-malasan bagi sebagian orang. Namun bagi Sean, hari libur atau bukan, rutinitasnya tetap sama yaitu bangun pagi.Terkadang di hari libur pun Sean tetap bekerja, namun ia bekerja di rumah, di ruang kerjanya sendiri. Bedanya, jika Sean bekerja dirumah, jam kerjanya lebih pendek daripada saat di kantor.Hidup Sean memang sudah teratur sejak dulu. Hasil dari didikan kakeknya, wajar jika ia bisa seperti sekarang ini.Sean mengecek ulang barang-barang yang akan ia bawa ke luar kota, setelah diyakin cukup lelaki itu memasukannya kedalam koper."Jihan! Kau mau pergi kemana?" tanya Sean saat melihat Jihan melewati kamarnya dan memakai jaket.Jihan memundurkan langkahnya. Ini kali pertama bagi Jihan melihat secara langsung dan jelas kamar milik Sean. "Aku mau ke supermarket, beli kebutuhan dapur." jawab Jihan. "Kau butuh sesuatu?""Tunggulah sebentar," pinta Sean.Jihan menurut, ia berdiri dan bersandar di dinding sembari menunggu Se

  • (Not) Just Married   19. Sandiwara

    Jihan bergerak gelisah di tempatnya. Pikirannya bercabang. Antara setumpuk pekerjaan atau Sean yang ia tinggalkan dirumah.Jarum jam bergerak lambat, bahkan pergantian menit terasa sangat lama bagi Jihan. "Kau kenapa?" Qilla yang menyadari gerak-gerik Jihan akhirnya bertanya."Eum, apa boleh ijin pulang cepat?" tanya Jihan."Boleh. Tapi nanti gajimu dipotong," jawab Qilla."Ah tidak masalah. Aku harus ijin kemana?""Langsung ke HRD saja." Qilla menatap heran pada Jihan yang langsung melesat setelah ia memberikan jawaban.Setengah jam kemudian, Jihan sudah mengantongi ijin walaupun ia harus menjawab pertanyaan-pertanyaan dari HRDnya.Sudahlah, yang penting sekarang ia bisa pulang.Setelah berpamitan pada rekan-rekannya, Jihan bergegas keluar dari area kerjanya. Ia berjalan tergesa menuju lobi, tangan dan matanya berfokus pada ponsel karena ia sedang berusaha memesan taksi online."Aw."Jihan mengaduh saat dahinya menabrak sesuatu tapi anehnya tidak terasa sakit. Kepalanya mendongak da

  • (Not) Just Married   18. Sakit

    Sepuluh menit kemudian Sean keluar kamar dengan keadaan yang lebih segar. Ia sudah berganti dengan baju santai, butiran air menetes turun membasahi kaos dari rambutnya yang setengah basah."Belum selesai?" tanya Sean. Lelaki itu menarik kursi di ruang makan dan duduk disana, ia menyangga kepalanya dengan satu tangan."Sudah."Jihan mendekat dengan dua piring mie instan buatannya, lalu meletakannya di hadapan Sean.Alis Sean terangkat satu saat menyadari Jihan tidak segera duduk. "Kau mau kemana?""Makanlah dulu. Aku akan makan setelah mandi," jawab Jihan."Duduklah dan temani aku makan.""Kau makan lebih dulu saja.""Aku tidak suka meminta dua kali, Jihan."Daripada terjadi perdebatan, Jihan mengalah. Ia menarik kursi dan duduk didepan Sean.Tanpa bicara apapun lagi, Sean mulai memakan mie buatan Jihan. Dengan ekspresi bercampur, Jihan menunggu reaksi Sean.Jihan menegang saat Sean berhenti menyuapkan mie ke dalam mulutnya."Tidak enak ya?" tanya Jihan, melihat pucuk hidung Sean mulai

  • (Not) Just Married   17. Galak tapi Perhatian

    Sean.Aku pulang terlambat hari ini.Jihan.Aku juga.Jihan menutup ponsel setelah mengirim balasan pesannya untuk Sean. Jihan merasa bersemangat sekali hari ini, ia sudah bisa beradaptasi dengan lingkungan kerjanya yang baru.Dan hari ini Jihan memutuskan untuk pulang sedikit terlambat, ada beberapa hal yang harus ia selesaikan terlebih dahulu. Jihan melemburkan diri bersama dengan rekan satu divisinya, beberapa dari mereka memang memilih sedikit pulang terlambat daripada besok harus datang lebih pagi."Jihan, kau yakin tidak mau pulang lebih dulu?" tanya Lamia.Jihan menggeleng. "Aku selalu pulang tepat waktu sebelumnya, kali ini biar aku pulang sedikit terlambat.""Ah baiklah kalau begitu. Kurasa pekerjaan ini akan cepat selesai jika kau membantu," sahut Qilla —rekan Jihan yang lain.Jihan yang fokus dengan komputernya, harus berhenti mengetik lantaran ponselnya bergetar.Dahi Jihan berlipat saat melihat nomor yang memanggilnya. Nomor yang waktu itu? Jihan masih hafal tiga angka

  • (Not) Just Married   16. Hari Pertama Bekerja

    Tangan Sean bergerak menyentuh dahi Jihan namun Jihan segera menepisnya. Perempuan itu menolehkan kepalanya ke samping, membuat Sean gagal mendaratkan tangannya dengan sempurna di dahi Jihan.Tiba-tiba Sean berteriak saat punggung kakinya diinjak oleh Jihan, bukan karena sakit tapi karena kaget.Sean masih bertahan dengan wajah polosnya saat Jihan melewatinya begitu saja. Jihan pergi dengan wajah memerah."Kau tak jadi membuatkanku kopi?!" teriak Sean lagi karena Jihan sama sekali tidak berhenti."Kau buat saja kopimu sendiri!" balas Jihan lantang. Jihan terus berjalan dan menghilang dibalik pintu kamarnya.Sean melepas tawanya saat mendengar suara pintu kamar tertutup. Jihan lucu sekali saat sedang malu. Ntah sejak kapan, melihat wajah Jihan memerah menjadi pemandangan favorit bagi Sean.Sean bergerak membereskan kekacauan yang Jihan buat. Mengembalikan gelas yang tidak jadi dipakai dan menuang gula pada toplesnya, agar besok Jihan tidak kesulitan lagi.Sean bukannya tidak tahu menga

  • (Not) Just Married   15. Kedekatan Pertama

    Vidi baru saja tiba di kantornya. Ia berjalan santai dengan satu tangan masuk ke kantong celana, tatapannya datarnya langsung menyapu area perkantoran miliknya.Tidak peduli dengan suasana ramai di lobi kantor yang penuh sesak oleh orang-orang dengan map ditangan, Vidi terus melangkah sekalipun ia tahu netra orang-orang itu sebagian besar tertuju padanya.Namun saat netranya menangkap kemunculan seorang perempuan yang akhir-akhir ini memenuhi kepalanya, mau tidak mau Vidi menjadi tertarik.Gerak-geriknya membuat langkah Vidi tertahan. Ia berhenti dan batal menuju ruangannya, memilih merekam setiap raut ekspresi serta gerakan yang perempuan itu lakukan. Tanpa sadar sudut bibir Vidi terangkat kala bibir perempuan itu bergerak-gerak tanpa suara, semacam memberi semangat untuk dirinya sendiri.Ntah apa yang ada dipikiran Vidi, tiba-tiba ia menemui salah satu karyawannya yang memang bertugas dalam hal perekrutan lalu meminta berkas dengan menunjuk perempuan itu.♤♤♤♤♤Layu sebelum berkemba

  • (Not) Just Married   14. Bertemu Lagi

    "Sean, bisa kita bicara?" "Duduklah." Sean melepas kacamata bacanya dan menutup buku yang ia pegang."Ada apa?"Jihan sudah memikirkan hal ini matang-matang selama beberapa hari sebelum akhirnya ia mengumpulkan keberanian dan nekat membicarakannya dengan Sean."Aku bosan. Dirumah aku tidak ada kegiatan, aku ingin bekerja."Sean menatap tidak suka dengan tiga kata terakhir yang diucapkan. "Kenapa? Kau butuh sesuatu?"Tangan Sean bergerak membuka laci paling bawah dari nakas disampingnya dan mengambil sebuah dompet darisana. Dari dalam dompet itu, ia mengeluarkan dua buah kartu berwarna hitam lalu menyerahkan pada Jihan."Gunakan ini untuk semua keperluanmu, apapun itu. Jalan-jalanlah jika kau bosan."Jihan menghela napasnya mendapati respon Sean yang tidak sesuai perkiraannya. Bukan itu yang Jihan mau.Jihan mendorong tangan Sean mundur kembali, membuat Sean mengeluarkan pandangan bertanya pada Jihan."Aku butuh kegiatan agar tidak bosan.""Kau bisa berbelanja, kau bisa jalan-jalan un

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status