แชร์

3. Gangguan kecil

ผู้เขียน: Arandiah
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-12-15 10:53:36

Mendengar pujian itu, keberanian Rusdi semakin membara. Ia mengangkat wajahnya sejenak, menatap wajah Vivian yang kini memerah padam karena gairah, lalu kembali membenamkan wajahnya di paha wanita itu. Ia menghirup aroma tubuh Vivian yang wangi dan memabukkan dalam-dalam, seolah aroma itu adalah udara yang paling ia butuhkan untuk bernapas.

Akan tetapi, di tengah suasana yang semakin memanas itu, Vivian tiba-tiba menarik bahu Rusdi agar ia kembali tegak. Napas wanita itu terdengar putus-putus, matanya menatap tajam ke arah kaos putih Rusdi yang basah kuyup oleh keringat dan menempel di badan.

"Kaos basah ini mengganggu sekali," keluh Vivian dengan nada tidak sabar, tangannya menyentuh dada Rusdi yang terhalang kain.

Tanpa menunggu jawaban, tangan lentik Vivian bergerak cepat meraih ujung bawah kaos Rusdi. "Lepaskan saja. Saya ingin melihat badan kamu yang kuat itu tanpa terhalang kain basah dan kotor ini."

Rusdi menurut tanpa membantah sedikit pun. Ia segera mengangkat kedua tangannya ke atas, membiarkan Vivian menarik kaos lusuh itu hingga terlepas sepenuhnya dari tubuhnya. Kini, tubuh bagian atas Rusdi terlihat jelas di bawah cahaya lampu kamar yang remang-remang. Dadanya yang bidang dan perutnya yang terbentuk keras karena kerja kasar di kebun terlihat mengkilap oleh sisa keringat.

Vivian menatap tubuh itu tanpa berkedip, matanya menyusuri setiap lekuk otot Rusdi dengan lapar. Jemarinya langsung merayap menyentuh dada Rusdi yang telanjang.

"Indah sekali," bisik Vivian pelan. Ia memajukan tubuhnya, lalu menempelkan pipinya yang halus ke dada Rusdi, membiarkan kulit dingin wajahnya bersentuhan langsung dengan kulit panas laki-laki itu.

Rusdi pun tidak tinggal diam. Kedua tangannya yang kini sudah bebas langsung melingkar di pinggang ramping Vivian. Ia meremas pinggul wanita itu dengan perasaan memiliki yang tiba-tiba muncul. Rusdi baru saja hendak membaringkan tubuh Vivian ke atas kasur untuk melanjutkan apa yang sudah mereka mulai, ketika tiba-tiba...

Drt... Drt... Drt...

Suara getaran ponsel yang keras dari atas meja di samping tempat tidur memecah keheningan kamar itu. Bunyi itu terdengar sangat nyaring dan mengejutkan, seolah-olah ada sirene bahaya yang menyala memperingatkan mereka.

Tubuh Rusdi seketika menegang kaku seperti patung. Gerakannya terhenti total. Matanya membelalak panik, menatap ke arah ponsel pintar yang layarnya menyala terang di ruangan yang gelap. Di layar itu, tertulis nama penelepon yang sangat ia takuti, "Suamiku".

Jantung Rusdi rasanya seolah berhenti berdetak saat itu juga. Kenyataan pahit seolah menampar wajahnya dengan keras. Bayangan buruk langsung memenuhi kepalanya, dipecat dari pekerjaan, diusir tanpa pesangon, atau bahkan dihajar habis-habisan oleh tuan rumah. Rasa takut itu membuat nyalinya ciut seketika. Ia buru-buru melepaskan tangannya dari pinggang Vivian dan hendak memundurkan badannya untuk menjauh.

"Nyo-Nyonya... Tuan menelepon," ucap Rusdi terbata-bata, wajahnya berubah pucat pasi karena ketakutan. "Sebaiknya saya—"

Namun, sebelum Rusdi sempat menjauh, Vivian dengan gerakan sangat cepat mencengkeram lengan kekar Rusdi. Wanita itu menoleh sekilas ke arah ponsel yang masih terus bergetar dan meminta perhatian, lalu kembali menatap mata Rusdi. Sorot mata Vivian terlihat dingin namun penuh gairah. Tidak ada sedikit pun rasa takut atau kekhawatiran di wajahnya.

Dengan sangat tenang, Vivian mengulurkan tangan kirinya ke arah meja, mengambil ponsel itu, dan tanpa ragu sedikit pun menekan tombol tolak panggilan. Ia kemudian membalikkan ponsel itu hingga layarnya menghadap ke bawah, membuat benda itu diam tak bersuara lagi.

Ruangan itu kembali sunyi senyap, hanya menyisakan suara napas mereka berdua yang memburu.

"Abaikan dia," perintah Vivian dengan nada tegas. Matanya menatap lurus ke dalam mata Rusdi, seolah meminta laki-laki itu untuk patuh sepenuhnya hanya kepadanya. Ia menarik leher belakang Rusdi agar wajah mereka kembali berdekatan, seolah ingin menegaskan bahwa tidak ada satu orang pun—bahkan suaminya sendiri—yang boleh menghentikan apa yang sedang mereka lakukan saat ini.

"Sekarang, sampai di mana kita tadi?" bisik Vivian tepat di depan bibir Rusdi.

Tanpa menunggu jawaban, Vivian langsung mencium bibir tukang kebunnya itu dengan penuh nafsu, membuat segala rasa takut dan keraguan di hati Rusdi tenggelam oleh gelombang gairah yang tidak bisa lagi ia bendung.

Ciuman itu terasa liar dan menuntut. Bibir Vivian yang lembut melumat bibir Rusdi dengan gerakan yang tidak sabar, seolah ingin menghapus semua keraguan yang ada di kepala laki-laki itu. Rusdi yang awalnya kaku karena kaget, perlahan mulai membalas. Rasa manis dari bibir majikannya dan aroma parfum yang kuat membuat akal sehatnya benar-benar lumpuh.

Tangan Rusdi yang tadi sempat ingin menjauh, kini justru bergerak mencengkeram pinggang Vivian semakin erat. Ia menarik tubuh wanita itu agar menempel rapat pada dadanya yang telanjang. Kulit dada Rusdi yang keras dan kasar bergesekan dengan kain sutra tipis yang membungkus dada Vivian, menciptakan sensasi panas yang menjalar ke seluruh tubuh mereka.

"Mmmhh..." erang Vivian di sela-sela ciuman mereka. Tangannya melingkar di leher Rusdi, jari-jarinya meremas otot bahu laki-laki itu, seakan tidak ingin melepaskannya barang sedetik pun.

Tanpa melepaskan tautan bibir mereka, Vivian perlahan membaringkan tubuhnya ke belakang. Ia menarik leher Rusdi, mengajak laki-laki itu untuk ikut turun bersamanya. Rusdi mengikuti gerakan itu dengan patuh. Ia menahan berat badannya dengan kedua tangan agar tidak menindih tubuh Vivian terlalu keras, namun Vivian justru menarik punggung Rusdi agar menempel padanya.

Kini, mereka berdua terbaring di atas kasur yang empuk dan wangi. Rusdi berada di atas, mengurung tubuh mungil Vivian di bawah kungkungannya. Posisi ini membuat Rusdi bisa melihat wajah Vivian dengan sangat jelas. Bibir wanita itu basah dan bengkak bekas ciuman mereka, matanya sayu penuh kabut gairah, dan rambutnya yang panjang terhampar berantakan di atas bantal putih.

"Kamu berat sekali, Rus," bisik Vivian sambil tersenyum puas, tangannya mengelus lengan Rusdi yang menumpu beban tubuh. "Tapi saya suka. Rasanya... jantan sekali."

Kata-kata itu membuat ego laki-laki Rusdi melambung tinggi. Rasa takut akan suami Vivian yang tadi sempat muncul, kini hilang tak berbekas, tertutup oleh keinginan untuk memuaskan wanita di bawahnya ini.

"Nyonya..." bisik Rusdi dengan suara parau.

"Panggil Vivian," potong wanita itu cepat. "Saat kita berduaan di atas kasur seperti ini, tidak ada Nyonya. Cuma ada Vivian dan Rusdi."

Rusdi mengangguk pelan. Jantungnya berdebar kencang bukan karena takut, tapi karena antusias. Tatapannya kemudian turun ke gaun tidur merah yang masih melekat di tubuh Vivian. Kain tipis itu sudah berantakan, namun masih menutupi bagian-bagian terpenting yang ingin Rusdi lihat.

Seolah mengerti apa yang dipikirkan laki-laki itu, Vivian meraih tangan kanan Rusdi. Ia menuntun tangan kasar yang biasa memegang cangkul itu menuju tali ikatan gaun di pinggangnya.

"Buka, Rus," perintah Vivian lembut, napasnya memburu menanti sentuhan itu. "Saya gerah. Saya mau kulit saya bersentuhan langsung dengan kulit kamu tanpa penghalang kain ini."

Tangan Rusdi sedikit gemetar saat memegang simpul tali sutra yang licin itu. Dengan satu tarikan pelan, ikatan itu terlepas. Gaun merah itu seketika terbuka lebar, menampilkan keindahan tubuh Vivian yang selama ini tersembunyi.

Mata Rusdi membelalak kagum. Pemandangan di depannya begitu sempurna. Kulit Vivian yang putih mulus terlihat kontras dengan seprai, dan lekuk tubuhnya yang indah kini terpampang nyata tanpa sehelai benang pun yang menghalangi pandangan, kecuali pakaian dalam renda yang sangat tipis.

Rusdi menelan ludah, tenggorokannya tercekat. Ia merasa seperti orang biasa yang baru saja menemukan harta karun paling berharga di dunia.

"Kenapa diam saja?" tantang Vivian sambil menggigit bibir bawahnya, menikmati tatapan memuja dari Rusdi. "Sentuh saya, Rusdi. Buat saya lupa kalau saya punya suami."

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Nyonya Puas Abang Lemas   5. Kedatangan suami

    Vivian sudah tidak sanggup berpikir jernih lagi. Kenikmatan yang diberikan Rusdi terlalu menguasai dirinya."Punya kamu, Rus... ahhh! Punya kamu!" erang Vivian tanpa malu-malu, mengakui dosa terbesarnya. "Punya kamu lebih besar... lebih terasa... tolong, Rus, jangan berhenti! Rusakkan saya!"Mendengar pengakuan liar itu, ego laki-laki Rusdi serasa meledak. Ia menggeram panjang seperti binatang buas. Tangannya mencengkeram pinggang Vivian semakin erat untuk menahan tubuh wanita itu agar tidak lari dari serangannya."Anjing betina yang nakal," umpat Rusdi kasar namun penuh gairah. "Kalau begitu terima ini. Terima semuanya sampai kamu tidak bisa jalan besok pagi."Rusdi tidak lagi menahan diri. Ia memacu gerakannya secepat mungkin, menghantam Vivian tanpa ampun, mengejar puncak kenikmatan yang sudah menanti di depan mata.Hantaman pinggul Rusdi semakin cepat dan tidak beraturan. Ia bisa merasakan gelombang panas yang menggumpal di pusat selangkangannya, siap untuk meledak kapan saja. Sen

  • Nyonya Puas Abang Lemas   4. Permainan gila

    Mendengar izin mutlak itu, Rusdi tidak lagi menunggu. Ia menundukkan wajahnya, mulai menciumi leher jenjang Vivian dengan penuh nafsu, sementara tangannya yang besar mulai menjelajahi setiap inci tubuh halus yang kini pasrah sepenuhnya di bawah kendalinya.Bibir Rusdi segera bergerilya. Ia mulai menciumi leher jenjang Vivian, memberikan hisapan-hisapan kecil yang meninggalkan jejak kemerahan di kulit putih itu. Vivian mendongak, mendesah panjang saat merasakan kumis tipis Rusdi bergesekan dengan kulit lehernya yang sensitif.Tangan Rusdi yang besar dan kasar kini beralih meremas gundukan dada Vivian yang sintal. Ia memperlakukan bagian tubuh itu dengan antusias, seolah seorang musafir yang kehausan menemukan sumber mata air. Jemarinya memainkan ujung dada Vivian yang sudah mengeras, memilinnya pelan namun tegas, membuat wanita di bawahnya itu menggeliat liar.Puas memanjakan bagian atas, tangan Rusdi kembali turun. Jari-jemarinya mengait pinggiran celana dalam renda tipis yang menjadi

  • Nyonya Puas Abang Lemas   3. Gangguan kecil

    Mendengar pujian itu, keberanian Rusdi semakin membara. Ia mengangkat wajahnya sejenak, menatap wajah Vivian yang kini memerah padam karena gairah, lalu kembali membenamkan wajahnya di paha wanita itu. Ia menghirup aroma tubuh Vivian yang wangi dan memabukkan dalam-dalam, seolah aroma itu adalah udara yang paling ia butuhkan untuk bernapas.Akan tetapi, di tengah suasana yang semakin memanas itu, Vivian tiba-tiba menarik bahu Rusdi agar ia kembali tegak. Napas wanita itu terdengar putus-putus, matanya menatap tajam ke arah kaos putih Rusdi yang basah kuyup oleh keringat dan menempel di badan."Kaos basah ini mengganggu sekali," keluh Vivian dengan nada tidak sabar, tangannya menyentuh dada Rusdi yang terhalang kain.Tanpa menunggu jawaban, tangan lentik Vivian bergerak cepat meraih ujung bawah kaos Rusdi. "Lepaskan saja. Saya ingin melihat badan kamu yang kuat itu tanpa terhalang kain basah dan kotor ini."Rusdi menurut tanpa membantah sedikit pun. Ia segera mengangkat kedua tangannya

  • Nyonya Puas Abang Lemas   2. Pijat++

    Aroma tubuh wanita itu kini bercampur dengan wangi AC yang dingin, menusuk indra penciuman Rusdi. Vivian kemudian kembali duduk di tepi ranjang, lalu menepuk bagian lantai yang dilapisi karpet bulu di dekat kakinya."Duduklah di bawah sini," titah Vivian sambil menunjuk lantai di depannya. "Ingat, kamu di sini untuk memijat kaki saya, kan?"Rusdi mengangguk pelan, merasa sedikit lega namun juga kecewa di saat yang bersamaan. Ia pun menekuk lututnya, duduk bersimpuh di atas karpet tebal tepat di hadapan kaki jenjang majikannya. Posisi ini membuatnya harus mendongak untuk melihat wajah Vivian, sebuah posisi yang kian menegaskan siapa yang memegang kendali saat ini.Vivian lantas menyodorkan kaki kanannya ke pangkuan Rusdi. Telapak kaki itu terasa halus dan dingin saat bersentuhan dengan paha Rusdi yang terbalut celana jeans kasar."Mulailah dari betis, Rus," perintah Vivian sambil memejamkan mata, seolah sedang menikmati antisipasi sentuhan itu. "Otot kaki saya tegang sekali seharian in

  • Nyonya Puas Abang Lemas   1. Godaan

    "Kamu sepertinya menikmati sekali mandi keringat begitu, Rus."Suara itu terdengar lembut, namun dampaknya seketika membuat tubuh Rusdi membeku. Gunting rumput di tangannya berhenti di udara. Lantas, saat ia berbalik badan, napasnya langsung tercekat karena melihat siapa yang berdiri di sana.Ternyata itu Nyonya Vivian.Akan tetapi, penampilannya hari ini sungguh berbeda. Tidak ada pakaian kantor yang kaku atau gaun pesta mewah seperti biasanya. Kali ini, hanya sehelai lingerie sutra merah menyala yang membungkus tubuhnya. Kain itu begitu tipis dan licin, jatuh pas mengikuti lekuk pinggang serta pinggulnya.Apalagi ketika angin siang menyingkap sedikit ujung gaun itu, paha putih mulusnya terpampang nyata. Pemandangan itu sangat kontras dengan tangan Rusdi yang kotor dan kasar akibat tanah kebun."Nyo—Nyonya?" Rusdi tergagap sambil buru-buru menunduk. Meskipun begitu, bayangan lekuk tubuh itu sudah terlanjur membakar matanya."Kenapa menunduk?" Vivian terkekeh pelan seraya melangkah ma

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status