Share

Bab 4

Khania tersentak. Dia melihat Leo yang juga sedang menatapnya. 

"Apa aku salah dengar?" tanya gadis itu dalam hati. 

"Khania!"

Khania begitu kaget saat mendengar suara yang sangat familiar. Sontak dia melepaskan genggaman tangan Leo dan melihat sosok yang memanggilnya.

"Bibi Astuti?" ujar Khania sambil memeluk sosok itu. 

Leo melihat betapa besar rasa rindu Khania pada sang bibi, mata gadis itu berkaca-kaca dan bibirnya bergetar. 

"Aku kira bibi tidak akan datang," ujar Khania yang sekuat tenaga menahan tangis. 

Sebelum datang menemui Khania, Astuti lebih dulu berbincang dengan Leo untuk lebih mengenal calon suami keponakannya itu.

Dirinya tahu dalang di balik semua ini adalah sang suami. Dengan lancangnya, pria itu mempertaruhkan Khania atas uang yang diterimanya.

Jika bukan karena hak asuh Khania jatuh pada Bayu, Astuti pasti sudah pergi dan membawa Khania bersamanya. Pria itu bahkan tak tahu malu, kini dengan bangga menjadi wali bagi Khania. 

"Nak Leo," panggil Astuti. 

Leo menoleh dan menjawab, "Ya?"

"Tolong beri kami waktu sebentar untuk mengobrol," pinta wanita itu sambil tersenyum. 

"Ah, tentu," jawab Leo sambil menatap Khania dan berjalan keluar. 

"Terima kasih," ujar Astuti yang dijawab dengan anggukan dari Leo.

Wanita paruh baya itu pun menuntun Khania untuk duduk. "Khania, sebelumnya bibi ingin meminta maaf," ujarnya dengan nada lirih. 

"Untuk apa, bi?"

Astuti menatap gadis polos itu dan berkata, "Tentu saja bibi sangat merasa bersalah, pernikahanmu terjadi karena kau ingin melindungi bibi dari pamanmu."

"Tak apa bi," jawab Khania dengan senyuman. 

"Sebenarnya, bibi datang ke sini untuk meminta Leo membatalkan pernikahan ini dan membawamu pulang, Khania."

Khania merasa tersentuh dengan ucapan sang bibi. Namun, dia menggelengkan kepala lalu tersenyum. "Ini tak sebanding dengan semua yang sudah bibi lakukan untuk Khania," jawabnya sambil menatap sang bibi.

"Khania sudah ikhlas, bi."

Hati Astuti terenyuh saat mendengar ketulusan Khania. Dia pun memeluk gadis itu dengan penuh kasih sayang. 

"Khania, sesungguhnya, tidak ada pernikahan yang didasari hutang. Karena itulah, kau harus tetap berperan layaknya seorang istri yang baik. Apa kau siap dengan semua itu?" tanya Astuti. 

Khania terdiam sesaat. "Ya bibi, aku sudah siap dengan semua yang akan aku hadapi setelah ini."

Astuti menahan tangis, "... berjanjilah untuk selalu cerita pada bibi apapun yang terjadi."

Khania mengangguk sambil tersenyum.  Astuti melihat kesungguhan Khania--meski dia tahu tak ada pilihan lagi bagi mereka untuk menolak, tapi dia tetap berharap Khania bisa bahagia. 

"Kalau begitu, bibi akan rapikan riasanmu. Sebentar lagi, acaranya dimulai." Astuti mengambil alat-alat rias yang terletak di atas meja. 

Khania hanya diam saat sang bibi mengoleskan riasan itu ke wajahnya. 

"Sudah selesai," ujar Astuti.

"Baiklah, ayo kita keluar bi," ajak Khania sambil menarik napas. Gadis itu sekali lagi mencoba untuk kuat. 

"Mari, saya antar nona," ujar Icha yang sedari tadi menunggu di luar.

"Tunggu!"

Khania menoleh ke asal suara. Di sana, dia menemukan sosok wanita berpenampilan mencolok. Dengan gaun merah dan kipas yang menutupi wajah, wanita itu berjalan dengan angkuh arahnya. "

Siapa dia?" batin Khania. 

"Aku Rebecca, bibinya Leo," ujar wanita itu seakan tahu jalan pikiran Khania.

"Salam kenal, Bi. Saya Khania," ujar Khania dengan sopan. 

"Aku ke sini hanya ingin memperingatkanmu." Seketika nada bicara wanita itu berubah sinis, "Jangan jadi benalu di keluarga kami." 

Tidak hanya Khania, Astuti pun dibuat kaget oleh penuturan wanita itu. Suasana seketika menegang.

"Itu saja, permisi." Setelah berkata demikian, wanita itu pun melenggang pergi.

"Jangan diambil hati," ujar Astuti sambil mengelus pipi sang keponakan. 

Khania mengangguk, dia juga melihat Icha sedang memberikan isyarat agar dirinya bersemangat.

Dia pun mengingat obrolan mereka kemarin. Hal itu sontak membuat Khania tersenyum lalu mengangguk. "Semangat!"

***

"Psst, itu dia, pengantin wanitanya."

"Apa benar rumor dia yang dihargai satu milyar?"

"Kudengar dia hanya gadis biasa, bukan dari kalangan atas."

Berbagai omongan dan cibiran begitu jelas terdengar oleh Khania, entah dari mana rumor itu muncul, yang pasti khania tak menggubris dan tetap melangkah bersama sang bibi yang menuntunnya. 

"Jangan dengarkan mereka," ujar Astuti. 

Khania hanya tersenyum, dia sudah tahu akan seperti ini jadinya. Bagi gadis itu apapun yang mereka katakan dia tidak peduli.

Manik hitam Khania melihat ke arah pelaminan, di sana sudah ada Leo yang menunggu kehadirannya, pria itu memakai jas pengantin putih yang begitu dominan.

Khania pun menunduk saat sadar tatapan Leo seakan mengintimidasinya. "Kenapa dia melihatku seperti itu?" batinnya.

Mata Khania pun beralih melihat siapa saja yang hadir di sana, sebagian besar dia tak mengenali mereka.

Lalu tatapannya terhenti pada sosok Siron yang duduk di bagian belakang, pria itu sedang melihatnya dengan ekspresi yang sulit Khania artikan. 

Dia pun teringat pada kejadian beberapa waktu lalu. 

"Kau menikahinya bukan atas dasar cinta! Jangan libatkan dia pada obsesimu yang gila itu!"

"Dengan satu milyar kau membelinya? Kalau begitu aku akan membayarmu berkali-kali lipat, jadi tolong lepaskan dia."

Leo benar, kenapa Siron begitu peduli padanya? Padahal mereka tidak sedekat itu dulu, hanya sekedar teman mengobrol.

"Khania, ayo duduk."

Suara sang bibi membuyarkan lamunan Khania, gadis itu tak sadar sudah berada di depan meja penghulu. Dia pun segera duduk di samping Leo dan mencoba fokus.

"Baiklah, silahkan pak penghulu."

Acara ijab qobul terjadi begitu khidmat. Mereka semua yang ada di sana begitu hanyut dalam suasana, sampai akhirnya suara riuh mengiringi kata sah bagi kedua mempelai. 

Tentu mereka tidak tahu kejadian yang sebenarnya, bahwa pernikahan itu hanyalah kedok yang di buat Leo untuk mencapai tujuannya. 

Meski begitu, prosesi ijab qobul dilakukan sebagaimana mestinya, dan kini mereka benar-benar menjadi sepasang suami istri. 

Khania pun sungkem pada sosok yang kini menjadi suaminya.

"Aku harap kau tidak akan terbebani dengan gelarmu sebagai nyonya di sini," bisik Leo. 

"Kau berbicara seolah aku akan merasa demikian," balas Khania dengan senyuman sinis. 

Leo menatap Khania dalam diam. 

DRAP! DRAP! DRAP! 

Suara langkah yang begitu cepat mengusik pendengaran Leo dan Khania, mereka pun menoleh dan mendapati sosok perempuan dengan ekspresi marah tengah mendekati mereka. 

Tangan perempuan itu terangkat dan berayun bebas. 

PLAK!

"DASAR KAU JALANG! BERANINYA MEREBUT LEO DARIKU!"

Rasa perih dan panas merambat di pipi Khania saat perempuan itu menamparnya dengan keras. Matanya terbelalak saat sosok itu kembali melayangkan tangan ke arahnya, Khania yang tidak bersiap menghindar hanya bisa pasrah.

GREP! Tangan Leo menghalangi tamparan yang nyaris saja mendarat di wajah Khania lagi.

"Jangan sentuh istriku lagi, atau tamat riwayatmu!" 

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status