Share

Anggrek

"Lo beneran mau kencan sama si Om Tamvan hari ini?" tanya Mentari.

"Takjub gue sama bule kesayangan kita ini. Gak ada basa-basi, tiba-tiba aja sudah mau kencan sama om Tamvan idolanya. Benar-benar Otw Ny. Boss nih kayaknya," timpal Shabina.

Akupun memutar mataku malas. Okeh! Setelah Mama, sekarang giliran Mentari dan Shabina yang menduga ada hubungan khusus antara aku dan Pak Gibran. Aku aminin aja ya, hehehe.

"Mana ada kencan! Pak Gibran jemput gue buat ngajar Gea dan Luna," elakku.

"Ah, itu sih modus dia aja!" gumam Mentari. "Kalau cuma antar jemput Lo buat ngajar keponakannya, dia bisa suruh sopirnya aja kali," imbuhnya.

"Pak Gibran itu bukan pengangguran yang punya banyak waktu luang, Audrey! Kalau Elo gak penting buat dia, ngapain dia repot-repot mau jemput Lo demi ngajar ponakannya? Apalagi kantor dia di Jaksel, rumah Lo di Jakut, dan rumah dia di Menteng," cerocos Shabina. "Fix! DIA LAGI MODUS KE ELO, Audrey Liliana White!" imbuhnya.

Modus? Em ... semoga saja ya! Siapa juga wanita yang tidak mau dimodusin pria seperti Pak Gibran, hehehe.

"Jangan lugu-lugu cupu deh, Au!" ketus Mentari. "Mana ada sekelas CEO Adinata Group rela antar jemput kalau gak ada rasa. Apalagi sempat-sempatnya dia video call jam kantor gini. Fix, pesona gadis bule kesayangan Kita sudah memikat hati seorang Gibran Maharsa Adinata," tambah Mentari sambil mengedipkan matanya pada Shabina.

Dalam hati aku mengaminkan ocehan dua sahabat kesayanganku itu. Walau sejujurnya ... otakku kembali berpikir tentang beberapa kemungkinan mengapa tiba-tiba Pak Gibran begitu manis padaku.

Apa benar Pak Gibran memang modus padaku? Atau jangan-jangan hanya karena kesepakatan tentang skripsi temannya? Dia hanya takut aku kenapa-kenapa jadi tidak bisa menyelesaikan skripsi temannya, padahal dia sudah bayar 100 juta padaku. Rugi bandar 'kan dia!

Atau jangan-jangan ... karena CLARA? Aku hanya pelarian cintanya dari Clara? Hem ....

"Gue sih gak yakin beneran modus. Takutnya ..." kugantungkan kalimatku di udara.

"Takutnya apa?" tanya Mentari dan Shabina bersamaan.

"Takutnya karena alasan yang lain."

"Apa?" desak Shabina.

"Salah satunya mungkin ... dia cuma khawatir aja gue gak bisa segera menyelesaikan tugas gue."

"Tugas apaan?" tanya Mentari dan Shabina bersamaan lagi.

Akupun menceritakan mengenai kesepakatanku bersama Pak Gibran. Kesepakatan untuk membantu salah satu temannya mengerjakan skripsinya. Tidak ada satupun yang aku tutupi dari cerita kesepakatan itu, bahkan mengenai kompensasi yang nominalnya sangat membagongkan. Kompensasi 200 juta yang dibayar 50% di awal dan 50% setelah aku menyelesaikan skripsi  temanyanya yang entah siapa itu.

"WHAT?" pekik Mentari dan Shabina bersamaan. Sontak ceritaku membuat kedua sahabatku itu terkejut sampai-sampai mereka membulatkan mata dengan sempurna.

"Cih, kompak banget kalian kalau masalah perkepoan!" gerutuku.

"Audrey, Lo gak bercanda 'kan?" Mentari mencoba memastikan kembali ceritaku. Akupun langsung menunjukkan bukti transfer 100 juta yang dikirim Pak Gibran semalam padaku.

"Ya ampun, crazy Gibran beneran si Om Tamvan," gumam Shabina. Tiba-tiba dia menanyakan siapa sebenarnya teman Pak Gibran yang akan aku bantu untuk mengerjakan skripsinya itu.

"Pak Gibran bilang dia akan segera mengenalkannya ke gue. Yang pasti dia kuliah jurusan yang sama kayak gue," ucapku.

"Clara?" celutuk Mentari seketika.

DEGH!

Clara? Why?

Kebetulan Clara adalah salah satu sahabat Kak Mina, kakak ipar Mentari. Beberapa kali Mentari pernah bertemu Clara saat jalan bersama Kak Mina. "Clara 'kan kuliah jurusan managemen bisnis sama seperti Lo. Dia gak lulus-lulus karena sibuk dengan karir menyanyinya," terang Mentari.

Astaga! Benarkah orang yang harus aku bantu adalah Clara? Secinta itukah Pak Gibran sampai rela mengeluarkan 200 juta demi skripsi penyanyi cantik itu?

"Cih, semalam aja bilang 'She is my friend'. Ternyata dia secinta itu sampai rela membayar orang untuk mengerjakan skripsi si Clara," gerutuku.

Sontak Shabina dan Mentari terkekeh melihat amarahku. "Dih, ada yang cumburu kayaknya nih," ledek Shabina.

Akupun hanya mendengus kasar. Rasanya ingin segera aku telpon Pak Gibran dan melarangnya untuk menjemputku sore ini. Selain itu aku juga ingin membatalkan undangan mama untuk acara makan malam bersama Pak Gibran malam ini!

Tiba-tiba ponselku berdering. Tampak pesan masuk dari Pak Gibran.

Gibran M.A: [Mama Kamu suka bunga apa?] 

Audrey L.W: [Bunga Bank]

Gibran M.A: [Buat Kamu aja kalau buka bank. Mama Kamu lebih suka anggrek atau lily?]

Audrey L.W: [Bapak tanya aja langsung ke Mama. JANGAN LEWAT SAYA!]

Gibran M.A: [Kamu cemburu sama Mamamu sendiri?]

Dih, dasar wajah beton! Bukan cemburu sama mama, tapi sama Clara!

Akupun mengabaikan pesan terakhir dari Pak Gibran. Aku memilih melanjutkan goler-golerku di atas kasur bersama kedua sahabat gesrekku.

"Gue masih penasaran, siapa teman Om Tamvan yang Lo bantu buat skripsinya?" gumam Shabina. "Apa iya betul si Clara? Kalau memang iya, berarti video di akun lamb*-lamb*an beberapa bulan lalu itu valid," imbuhnya.

Moodku kembali terjun bebas diingatkan video kemesraan mereka berdua. Melihat video itu, manusia bodoh sekalipun tau jika mereka memang memiliki hubungan spesial.

"Tadi Lo bilang kalau si Om Tamvan ngomong 'she is my friend', artinya kemungkinan besar mereka sudah putus sekarang," gumam Shabina. Ya, aku juga memiliki dugaan yang sama seperti Shabina.

"Kak Mina pernah cerita kalau keluarga Adinata menentang hubungan mereka. Padahal mereka sudah pacaran dari jaman si Clara dan Gibran SMP" timpal Mentari tiba-tiba.

What? SMP? Wah ... First Love?

"Kenapa keluarga Adinata menentang hubunga dua sejoli itu, cuy?" kepo Shabina. Mentari hanya mengangkat kedua bahunya sebagai bentuk jawaban bahwa dia tidak mengetahui jawaban dari pertanyaan Shabina tersebut.

Jika melihat latar belakang keluarga Clara, dia juga berasal dari keluarga kelas atas negeri ini. Papanya adalah seorang pengusaha sukses, sedangkan mamanya adalah model ternama di jamannya. Rasanya bukan karena masalah latar belakang keluarga, lalu karena apa? Selingkuh? Ah, ini mungkin! Secara artis 'kan godaannya pasti gede banget!

Pikiranku mulai berkelana. Tidak sabar aku bertemu dengan orang yang akan aku bantu untuk mengerjakan skripsinya. Kalau memang orang itu adalah Clara ... FIX! Sikap manis Pak Gibran padaku hanya sebagai bentuk pelarian sesaatnya!

Hati, apa kabar hati? Em ... apakah akan kecewa sebelum berkembang?

Komen (5)
goodnovel comment avatar
hanisa rara
suka cerita ni bagus
goodnovel comment avatar
Alvin Subeki
Terima kasih kak sudah membaca novel ini ...️
goodnovel comment avatar
Alvin Subeki
Terima kasih kak ...️
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status